-->
    |

Tidak Ada Kedaruratan yang Memaksa untuk Menunda Maupun Mengganti Sistem Pemilu

Faktanews.id - Demokrasi pada dasarnya dibangun atas dasar kedaulatan rakyat, dimana hak dasar rakyat untuk memilih dan dipilih harus dijamin dan dilindungi. dalam mewujudkannya, Negara harus menjamin seutuhnya agar demokrasi bisa berjalan semestinya, institusi negara sebagai lembaga yang diberikan mandat tidak lah boleh melampaui apa yang menjadi kehendak publik apalagi membonsai hak-hak dasar masyarakat tersebut.

 Hak dasar masyarakat untuk memilih adalah manifestasi dari kehendak publik. Hak tersebut tidak boleh di kerdilkan dengan dalil apapun, para pelokalisir suara rakyat ini melakukan kehendaknya dengan ingin merubah UU pemilu lewat Judicial review di MK. Selain itu para oknum kekuasaan juga melakukan penundaan pemilu dengan berbagai cara dan yang terakhir adalah lewat putusan PN Jakarta Pusat. Mestinya dengan azas Demokrasi, Hak-hak dasar rakyat ini harusnya dilindungi dan dijaga agar kedaulatan yang ada pada individu bisa di distribusi secara merdeka (bebas) dan tepat, bukan malah dikerdilkan dengan cara merubah proposional terbuka dengan proposional tertutup serta penundaan pemilu.
 
Reformasi hadir memberikan angin segar dalam kehidupan berdemokrasi, publik diberikan ruang yang sama atas hak dasarnya untuk memilih dan dipilih, kedaulatan yang dimiliki rakyat bisa diaktualisasi dengan baik atas kebebasan yang dimiliki dalam menentukan perwakilanya, jangan juga perjuangan reformasi yang penuh darah bah anak dimakan induknya.
 
Rakyat harus diberi kebebasan untuk menentukan perwakilannya agar mampu memperjuangkan mandat dan aspirasi di parlemen dengan eksekutif. Jika hak dasar aja sudah tidak dihargai, Hak apalagi yang dimiliki oleh rakyat...?. hanya untuk memilih aja sudah dikerdilkan apalagi bersuara lantang. Semua kekacauan ini dibuat demi kepentingan tertentu, wajar jika publik marah dan mengecam.
 
Tidak ada kegentingan apa-apa yang menjadi postulan untuk merubah sistem pemilihan apalagi menunda pemilu yang sudah diatur dalam konstitusi. Namun para demagog dengan berbagai dalil dan alibi membangun narasi yang semua itu sebenarnya absrud.
 
Janganlah hanya karena kepentingan sesaat harus mengorbankan kedaulatan rakyat. Sebagai perwakilan rakyat mestinya mengeksistensi dengan rakyat dan mengaktualisasi apa yang menjadi harapan rakyat, dalam dunia demokrasi mereka (rakyat) sudah menyerahkan sebagian kekuasaanya untuk para perwakilannya (DPR, DPD, Pemimpin eksekutif), maka menjadi bayes jika yang sudah diberi mandat malah melakukan penghianatan atas kedaulatan yang sudah di berikan.
 
Defrensiasi dalam dunia politik adalah sebuah kemafhuman namun juga tidak boleh menabrak pakem (Konstitusi). Konstitusi adalah supermasi hukum tertinggi dalam tatanegara kita, jika kedudukanya juga tidak dihargai dan tidak ditaati maka negara ini akan mengalami (state destruction) yang mengakibatkan semua tatanan juga mengalami kehancuran (State of Decay). Jangan samapi..
 
Dalam dunia demokrasi kebanyakan para pemilik kepentingan yang seharusnya menjalankan kekuasaan secara normal justru memberlakukaan keadaan seolah-olah darurat, terdengar ganjil keadaan yang tidak genting dan darurat namun memaksa untuk mengubah konstitusi dan menunda pemilu. Hal inilah yang dikritik oleh Agamben, seolah-olah keadaan dibuat darurat lalu memunculkan kekuasaan berdaulat (sovering power) untuk bertindak semena-mena, menanguhkan konstitusi dan manafikan aturan lainya untuk berbuat semaunya, merubah konstitusi, UU dan menundah pemilu secara semaunya sendiri hanya demi memenuhi ekspektasi kepentinganya sendiri (para oligarki) adalah perbuatan menentang kedaulatan rakyat.
 
Kita akan pada kesimpulan jika prilaku menentang konstitusi dan kehendak publik tetap dipertahankan, prilaku tersebut merupakan prilaku komperador yang haus akan kekuasaan, hal ini harus mendapat perlawanan secara masif agar motif of force-nya tidak terealisasi. Sunggu menjadi Negara yang tidak bermartabad jika semua aturan dan konstitusi dihinakan dengan cara-cara yang penuh kameflase seperti yang terjadi di MK dan PN Jakarta Pusat.
 
Semua akan dikerdilkan dengan model sistem pemilihan proposional tertutup dan penundaan pemilu. Dimana dengan proposional tertutup dan penundaan pemilu, masyarakat akan kehilangan kedaulatan dan kemerdekaannya. Mereka tidak bisa melakukan pemilihan langsung dan tidak bisa melakukan perubahan secara konstitusi.
 
Peralihan kekuasaan atau pergantian kekuasaan yang diatur oleh konstitusi harus dilaksanakan dengan penuh tangung jawab serta tepat waktu, sesuai peraturan yang sudah disepakati. Kekuasaan tidak boleh melampaui kedudukan konstitusi sebagai hukum dasar (Fundamental Law) Negara. Sebagai nilai tertinggi dari pada kekuasaan, konstitusi dengan supermasinya dibentuk untuk membatasi kekuasaan agar kekuasaan tidak disalah gunakan (abuse of power).
 
Dalam pandangan Carl Schmitt dalam keadaan kedaruratan institusi bisa mengambil kebijakan tegas atau yang disebut keadaan state of exception (kedaruratan negara), maksud dari Schmitt adalah kedaruratan yang dilakukan demi melawan rezim yang otoriter dan diktator serta semena-mena, bukan kedaruratan yang disematkan oleh penguasa kepada keadaan yang sebetulnya tidak genting atau tidak darurat. Negeri ini tidak ada kedaruratan maupun kegentingan apapun yang bisa dijadikan dalil utk merubah konstitusiatau aturan lainya. Yang genting adalah sikap para oligarki, demagog dan komperadornya yang sesukanya membuat kebijakan yang tidak lazim, merubah konstitusi dan UU serta menunda pemilu, rakyat mengerti dan paham, bahwa semua itu dilakukan demi kepentingan kelompok tertentu. Semestinya Sikap para penguasa itulah yang sebenarnya Kedaruratan yang harus dirubah dengan cara konstitusional lewat pemilihan umum 2024.
 
Bahwa pergantian kekuasaan dalam alam demokrasi merupakan keniscayaan yang harus dilakukan. Inilah salah satu nilai fundamental demokrasi yang menjadi pembeda dengan sistem lainya. Jangan sistem demokrasi yang sudah kita taati bersama dikerdilkan dengan cara yang tak lazim untuk mengkameflase rakyat, bahwa kesadaran kritis publik sudah terpatri dalam jiwa yang merdeka, kesadaran itu tumbuh sejak reformasi digulirkan maka era ini adalah ers perayaan atas kesadaran kritis tersebut, maka janganlah memancing kesadaran-kesadaran tersebut untuk muncul sebagai gerakan perlawanan.
 
Kita semua cinta pada negeri ini, mari kita semua bernegara dengan berpijak pada UU dan Konstitusi, jangan banyak triki dan intrik yang selalu mempermainkan aturan demi kepentingan semata. Kita semuah tau tentang teori kasualitas, bahwa setiap sebab akan menghadirkan akibat, dan ada aksi pasti ada reaksi, kita tidak mengharapkan adanya gelombang besar perlawanan dan perubahan yang masif yang mengakibatkan destruktifikasi sosial. Kita semua hormat dan cinta pada negeri ini, maka mari kita taati semua aturan dan konstitusi, agar Negeri ini berjalan menuju tujuanya dengan sempurnah. Amin.

Oleh: Qomaruddin M.Kesos

Penulis adalah Sekretaris DPC Partai Demokrat Lamongan


Komentar Anda

Berita Terkini