-->
    |

Mikhael Sinaga: Kalau MK Putuskan Pemilu Tertutup, Anak Muda Bakal Kecewa dan Golput

Faktanews.id - Juru bicara milenial PKB, Mikhael Benyamin Sinaga menolak keras wacana perubahan sistem pemilu 2024 yang akan menjadi proposional tertutup. Pasalnya, sistem tersebut bertentangan dengan semangat anak muda yang semakin melek dan antusias terhadap politik. 

"Dua pemilu terakhir partisipasi pemilih muda terus meningkat. Anak muda juga mulai banyak yang terjun ke politik, baik sebagai simpatisan maupun bergabung dengan partai politik. Saya minta elit jangan khianati semangat itu hanya karena takut jabatannya hilang, " kata Mikhael saat ditemui wartawan, Senin (09/01/2023).

Ia merinci hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang dilakukan pada 8-13 Agustus 2022, yang menunjukkan partisipasi pemilih muda di Indonesia terus meningkat dari Pemilu 2014 ke Pemilu 2019.

Sebanyak 85,9 persen mengaku memilih pada Pemilu 2014, sedangkan pada Pemilu 2019 persentase pemilih meningkat menjadi 91,3 persen dari total responden yang berusia 17-39 tahun saat survei dilaksanakan. 

“Pemilih Indonesia saat ini didominasi oleh anak muda yang berusia sekitar 17-39 tahun. Bahkan populasi pemilih muda diprediksi bakal mencapai sekitar 60 persen dari total pemilih pada Pemilu 2024,” imbuh Mikhael. 

Mikhael yakin, sistem proporsional tertutup itu akan membuat anak-anak muda tidak lagi tertarik dengan politik dan bahkan terancam tidak mau berpartisipasi dalam pemilu serentak yang akan datang.

“Keputusan MK kali ini sangat krusial, kalau ini dikabulkan besok apa lagi? Pemilihan presiden lewat DPR? Semua anak muda sepakat, kembali ke sistem tertutup ini kemunduran. Apa MK nanti mau tanggung jawab kalau pada Golput semua?”, ujar Mikhael dengan nada prihatin. 

Ia mengaku telah mengkaji bersama rekan-rekannya di PKB dan menemukan kelemahan dari sistem proporsional tertutup, antara lain pemilih tidak punya peran menentukan siapa caleg yang menjadi anggota Legislatif dari antara para calon di sebuah partai politik. Hal ini otomatis menjauhkan hubungan antara pemilih dan wakil rakyat pasca pemilu.

“Coba ingat dulu saat kita pakai sistem tertutup, oligarki di internal partai semakin kuat dan banyak politik uang dalam jual beli nomor urut. Kita mundur 20 tahun kalau kembali ke situ, ” jelasnya.

Dilanjutkan Mikhael, dengan sistem tertutup anggota legislatif terpilih akan kurang bertanggungjawab terhadap masyarakat yang memilih. Malah anggota legislatif nantinya tidak akan menyambungkan aspirasi masyarakat tetapi aspirasi pimpinan partai pengusung. 

"Kalau begitu namanya jangan Dewan Perwakilan Rakyat, tapi ganti aja jadi Dewan Perwakilan Partai Politik," tegasnya menutup.
Komentar Anda

Berita Terkini