-->
    |

Pakar Sebut KSAD Dudung Sangat Berpeluang Jadi Panglima TNI

Faktanews.id - Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting mengulas peluang Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman menjadi Panglima TNI, menggantikan Jenderal Andika Perkasa.

“Kalau kita melihat dinamika politik yang berkembang apalagi menjelang Pemilu dan potensi instabilitas politiknya tinggi maka yang dapat dipercaya menangani persoalan instabilitas politik menjelang peralihan kekuasaan itu yang paling memungkinkan adalah KSAD (Dudung),” ujar Ginting saat dihubungi wartawan, Selasa (22/11/2022).

Menurut dia, jika dipilih menjadi Panglima TNI, Dudung tidak hanya bisa mengatasi potensi terjadinya instabilitas politik, tapi juga ancaman nyata dari separatis di Papua. Sebab, kata dia, Dudung mampu menguasai dan memahami wilayah untuk mengatasi ancaman nyata dari Separatis tersebut.

“Maka KSAD yang paling bisa dipercaya memegang amanah menjadi Panglima TNI. Tapi ini kembali lagi bagaiman presiden melihat perspektifnya dari sisi mana,” katanya.

Ginting kemudian mencontohkan kiprah Dudung menyelesaikan persoalan ganguan atau ancaman yang berpotensi membuat gaduh situasi nasional, seperti menurunkan baliho Habib Rizieq Sihab. Kendati mendapatkan perlawanan dari pengikut habib Rizieq, Dudung tetap berhasil membuat situasi politik nasional kondusif. 

Tak sampai di situ, Dudung juga dianggap memiliki kemampuan komunikasi militer dan menjajaga hubungan baik dengan Angkatan Darat dunia internasional. Misalnya, Dudung mendapatkan dua penghargaan dari Angkatan Darat Singapura. Hubungan diplolasi Dudung dengan Amerika Serikat juga tak bisa diragukan. Itu sebabnya, Dudung dianggap layak menjadi Panglima TNI.

“Dalam beberapa kasus presiden memberikan kepercayaan yang begitu besar kepada Jenderal Dudung karena termasuk orang yang paling berani mengambil risiko, keputusan, peran dan tanggungjawab. Kalau dari sisi itu pastilah KSAD Jenderal Dudung yang paling layak (menjadi Panglima TNI),” tandasnya.

Lebih lanjut, Ginting menambahkan bahwa ancaman nyata Indonesia saat ini adalah separatisme. Kaum separatis tersebut, lanjut Ginting, berada di Papua, bukan di Natuna. Tidak tepat jika ancaman darat di tangani oleh kesatuan Angkatan Laut maupun Angkatan Udara.

“Kalau separatis ini kan sudah ancaman, sudah lama. Apa iya harus dipimpin Angkatan Udara atau Angkatan Laut. Kan enggak. Kalau perspeksti bergiliran maka (giliran) Angkatan Laut,” tambahnya.

Dengan begitu, Ginting menjelaskan bahwa pergantian Panglima TNI tidak harus bergantian atau bergiliran dari masing-masing matra kesatuan. Sebab, katanya, pergantian Panglima TNI adalah hak proregatif presiden.

“Kalau dilihat dari bergiliran itu kan dalam UU ditulis dapat bergantian.“Dapat” ini bisa bergliran atau juga tidak dapat bergiliran. Itu multitafsir.  Makanya, menurut saya seharusnya kalimat itu tidak perlu ada, cukup bahwa itu hak proregatif presiden karena dalam pasal 10 UUD 45 mengatakan bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Tidak ada lg bicara bergiliran dan segala macam. Makanya UU TNI tidak boleh bertentangan dengan UUD 45,” paparnya. 

Sementara itu, Ginting melihat kekurangan dari Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono, kendati dia juga memiliki peluang menjadi Panglima TNI.

“Kekurangan KSAL adalah kasus tenggalamnya kapal selam. Itu mestinya beliau bertanggungjawab. Makanya point itu yang menurut saya dia kalah dari Jenderal Andika Perkasa (menjadi Panglima TNI),” pungkasnya. 


Komentar Anda

Berita Terkini