Faktanews.id - Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting menyarankan, Presiden Jokowi menggunakan perspektif hakikat ancaman nyata kedaulatan Indonesia terkait pengajuan calon Panglima TNI, pengganti Jenderal Andika Perkasa.
“Ini bukan soal giliran atau pergantian berdasarkan matra, tapi saya lebih konsentrasi pada hakikat ancaman nyatanya,” ujar Ginting saat dihubungi wartawan, Jumat (25/11/2022).
Menurutnya, hakikat ancaman nyata yang akan terus mengganggu Indonesia adalah kolompok separatis, kolompok yang ingin mendirikan negara khilafah, komunis dan liberalis.
“Dan yang kuat menangani itu adalah TNI matra Angkatan Darat sebetulnya,” katanya.
Ginting kemudian juga meminta Presiden Jokowi belajar dari pengalaman terkait lepasnya Timor-Timur dari Indonsia ketika ingin mangajukan calon Panglima TNI. Negara Timor Leste tersebut berhasil memisahkan diri dari Indonesia karena perjuangan kolompok separatis.
“Dan kolompok separatis itu nyata menjadi ancaman bagi kedaulatan negara kita. Seperatis itu sekarang ada di Papua,” katanya.
Ginting juga memberi contoh soal hakikat ancaman yang hingga saat ini terus berlangsung. Bagi dia, pecahnya Provinsi Papua menjadi enam provinsi adalah wujud potensi ancaman nyata yang tidak bisa diabaikan.
“Itu kan nyata. Dari satu provinsi pecah menjadi dua provinsi, tambah empat provinsi. Jadi dari satu provinsi menjadi enam provinsi. Itu kan nyata ancamannya separtisme di sana,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ginting juga bicara soal potensi konflik sosial yang akan mengganggu stabilitas keamanan negara menjelang Pemilu 2024 yang akan datang. Begitu juga soal potensi bencana alam yang datang silih berganti di Indonesia. Baginya, yang paham dalam menyelesaikan potensi gangguan situasi keamanan nasional dan bencana alam ini bukan matra Angkatan Laut dan Udara. Untuk itu, Ginting mengatakan bahwa pergantian Panglima TNI tidak harus berdasarkan bergantian atau bergiliran dari masing-masing matra TNI.
“Jadi kita jangan terjebak, ke depan salah satu yang perlu direvisi dari UU No. 34 Tahun 2004 adalah pasal tentang bergantian atau bergiliran. Itu mesti dihapus karena tidak sesuai dengan fungsi hak proregatif presiden,” tambahnya.
Namun demikian, menurut Ginting, keputusan menujuk calon panglima TNI, pengganti Jenderal Andika adalah Presiden Jokowi. Sebab, bagi dia, Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angakatan Laut dan Angkatan Udara.
“Jadi apapun keputusan presiden harus kita dukung,” katanya.