-->
    |

Ketum Induk Koperasi TKBM Pelabuhan Harap Jokowi Tegur Luhut, Budi Karya dan Ida Fauziya Karena Masalah Ini….

Faktanews.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharap menegur tiga menterinya seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Menhub Budi Karya Gunadi dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah. 

Hal ini disebabkan karena pejabat Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi ingin mencabut Kesepakatan Bersama Dirjen Hubla  Kemenhub, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans dan Deputi Kelembagaan Koperasi dan UKM, Kementerian Negara Koperasi dan UKM Nomor: UM.008/41/2/DJPL-11, Nomor : 93/DJPPK/XII/2011 dan Nomor : 96/SKB/DEP.1/XII/2011 Tentang Pembinaan dan Penataan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan.

“Harapan kami kepada pak presiden Jokowi hentikan pencabutan SKB 2 itu. Semoga bapak Presiden Jokowi mendengar teriakan para buruh panggul di Pelabuhan,” ujar Ketua Umum Induk Koperasi TKBM Pelabuhan, HM. Nasir saat konfrensi pers di Hotel Golden Boutique, Jakarta Pusat, Minggu (10/4/2022). 

Menurut Nasir, selama ini Koperasi TKBM telah memberikan kontribusi positif terhadap negara dalam mendukung kelancaran arus bongkar muat di Pelabuhan selama 33. Namun demikian, hal itu kini tidak lagi dipandang sebagai lembaga usaha ekonomi rakyat yang dilindungi Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperaasian 
yang semestinya dibina dan ditata bahkan dikembangkan sebagaimana semangat Jokowimelahirkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 yang seharusnya diberikan kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan.

“Namun sebaliknya kegiatan usaha Koperasi TKBM sebagai penyedia
jasa TKBM di Pelabuhan semakin dimarginalkan dan bahkan “dimatikan” dengan “mengkambinghitamkan“ Koperasi TKBM karena ditutuduh sebagai penyebab tingginya biaya di Pelabuhan, penyebab dweling 
time, dan segala permasalahan rendahnya produktifitas bongkar muat di Pelabuhan,” katanya. 

Padahal, Nasir menerangkan bahwa Koperasi TKBM hanyalah bagian dari stakeholder terkecil di Pelabuhan yang mengurus anak bangsa yang berprofesi buruh untuk “mencari makan” di Pelabuhan. Nasir kemudian mengutip hasil kajian STRANAS PK pada periode tahun 2021-2022 sendiri. Menurut dia, hasil kajian itu mengatakan bahwa tingginya 
biaya logistik di Indonesia dipicu oleh banyak faktor dan salah satunya di kawasan pelabuhan.

“Birokrasi dan layanan di pelabuhan laut yang tidak terintegrasi dan tumpang tindih termasuk banyaknya instansi pemerintah yang terlibat. Belum lagi hilangnya potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) karena sistem yang masih manual pada beberapa titik,” terangnya. 

Selain itu, Nasir juga mengutip pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri. Menurut dia, pada acara yang diselenggarakan oleh Sekretariat Strategi Nasional Pencegahan Korupsi
(STRANAS PK), Firli menjelaskan 
empat permasalahan yang 
ditemukan oleh Tim STRANAS PK di Pelabuhan. Diantaranya adalah 

Pertama, masih ditemukan Otoritas Pelabuhan dan Kesyahbandaran yang tidak menggunakan sistem aplikasi INAPORTNET dalam pemberian layanan, yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan negara bila proses layanan jasa kepelabuhanan tidak terlaporkan ke dalam sistem.

Kedua, masih ditemukan pemberian layanan jasa kepelabuhanan yang tidak direkam ke dalam sistem
(manual) dan tidak sesuai yang dibayarkan oleh pengguna jasa.
 
Ketiga, masih ditemukan ketidaksesuaian kebutuhan, kualifikasi, kelembagaan, dan proses implementasi kerja pada proses bongkar muat di pelabuhan. Hal ini tidak hanya merugikan pengguna jasa tetapi juga merugikan tenaga kerja bongkar muat itu sendiri sebagai akibat dari panjangnya birokrasi 
dalam pemberian layanan jasa bongkar muat.

Keempat, masih ditemukan layanan jasa kepelabuhanan yang belum terintegrasi satu sama lain (seperti
layanan karantina) dan belum tersedia 24/7 sebagai akibat dari keterbatasan SDM.

Pelabuhan  yang produktif dan efisien dapat menjadi suatu keunggulan tersendiri dalam menarik muatan 
internasional untuk singgah di Pelabuhan,” katanya. 

Nasir mencohkan negaraSingapura. Disebutkan Nasir, dengan traffic peti kemas tahunan sekitar 37 juta TEUs, sekitar 80%-nya merupakan kargo transshipment dari negara-negara lain. Sebaliknya, Pelabuhan yang kurang produktif dan kurang efisien dapat menjadi suatu kelemahan 
yang signifikan bagi perekonomian suatu negara.

Nasir menegaskan bahwa Pemahaman yang dilontarkan Pemerintah melalui pejabat-pejabat Kementerian terkait dan STRANAS PK yang mengatakan bahwa terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 secara otomatis mencabut SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi Tahun 2011 dan selanjutnya badan usaha penyedian jasa TKBMdi Pelabuhan yang selama ini hanya dikelola oleh Koperasi TKBM dibolehkan untuk dikelola oleh badan-usaha lain selain Koperasi TKBM.

“Menurut kami hal ini bertentangan dengan semangat Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021itu sendiri,” tegas Nasir.

Lebih lanjut Nasir menambahkan bahwa pemahaman yang harus diluruskan adalah bahwa sebelum 
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 diterbitkan, SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi itu adalah semangat 
atau cikal bakal lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021. Sebab, SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi 
Tahun 2011 itu telah melakukan fungsi kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan Koperasi TKBM 
di Pelabuhan.Dan ketika Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 diterbitkan bukan sebaliknya 
menghilangkan dan atau memarginalkan kegiatan usaha Koperasi TKBM.

“Kami yakin dan bahwa bapak Presiden Jokowi memiliki cara pandang berbeda dengan para Menteri-menterinya yang terkait dengan persoalan Koperaasi TKBM di Pelabuhan. Karena beliau sangat menginginkan Koperasi dan UMKM dimudahkan, dilindungi dan diberdayakan bukan sebalinya dituduh sebagai penyebab biaya tinggi dan dimarginalkan. Semoga Bapak Presiden Jokowi mendengar teriakan para buruh panggul di Pelabuhan,” tutup Nasir. (MIF)

Komentar Anda

Berita Terkini