-->
    |

Soal Penundaan Pemilu, Rocky Gerung Uraikan Maksud Jawaban Jokowi Dan Bursah Zarnubi Bicara Penguatan Civil Society

Faktanews.id - Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia (PMKI) menggelar diskusi publik bertajuk “Konstitusi Diujung Tanduk” di Kantor Dekopinwil DKI, Jakarta Selatan, Jumat (11/3/2022). 

Hadir sebagai narasumber pengamat politik Rocky Gerung, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bursah Zarnubi, Sekjend Sarikat Islam (SI) Ferry Juliantono, Syahganda Nainggolan, Adhie Massardi, dan Bivitri Susanti. 

Dalam penjelasannya, Rocky Gerung menguraikan maksud jawaban Presiden Jokowi terkait usulan penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut Rocky, apa yang disampaikan Jokowi soal kepatuhannya berpegang teguh pada konstitusi menimbulkan dua tafsir sekaligus.

“Kalau misalnya Presiden tidak secara eksplisit mengatakan dia tidak menghendaki penundaan pemilu maka dia tidak bicara yang mendua diujungnya itu. Diujung kita mesti patuh konstitusi tapi pembiaran tentang penundaan pemilu demi demokrasi boleh dilakukan,” ujar Rocky.

Menurut Rocky, jika penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden diperbolehkan menjadi wacana publik maka sebaliknya membicarakan soal penggulingan kekuasaan juga mestinya tidak dilarang dan dibiarkan mengemuka di tengah-tengah masyarakat. 

“Loh pembiaran itu dilarang Undang-Undang. Enggak boleh itu dibicarakan. Kalau begitu kita boleh membicarakan penggulingan kekuasaan. Kan wacana saja. Supaya fair,” katanya.

Dalam alam demokrasi, Rocky mengatakan setiap orang berhak mengemukakan pendapat di muka umum. Dia mencontohkan Munarman yang membicarakan khilafah.

“Munarman boleh bicara khilafah gitu. Biasa aja kan, demi demokrasi gitu. Jadi konsistensi kita di dalam kita menjaga demokrasi dibatalkan kekacauan pemikiran prisiden, gitu. Kekacauannya saja yang membatalkan demokrasi. Jadi belum ada gerakan anti demokrasi sudah berhenti demokrasi karena kekacauan pikiran presiden. Kita hanya bisa terangkan itu hanya secara konseptual. Misalnya ada beberapa partai, partai anak-anak kecil (PSI) yang mengatakan menolak penundaan pemilu tapi kita mendukung presiden 3 periode. Itu datang pikiran yang yang diasuh di gorong-gorong karena terbalik-balik logikanya,” katanya.

Disampaikan Rocky, jabatan presiden seumur hidup boleh saja diusulkan. Hanya saja, usulan tersebut tidak boleh diberlakukan pada 2024 yang akan datang. 

“Boleh kita minta presiden seumur hidup, boleh. Tetapi bukan buat sakarang. Buat yang akan datang. Etikanya begitu. Kalau saya punya kuasa saya boleh minta sesuatu bukan yang menguntungkan saya tapi menguntungkan yang akan datang. Itu prinsipnya,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketum PGK Bursah Zarnubi menyampaikan tentang perlunya penguatan civil society. Hal tersebut dianggap sangat penting untuk menghimpun kekuatan dalam rangka menolak penundaan pemilu dan masa perpanjangan masa jabatan presiden.

“Tidak ada jalan lain, civil society mesti kita perkuat kalau tidak sama saja kita menyerahkan diri pada keadaan sekarang. Karena di DPR UU apa saja lolos. Kalau kita tidak kontrrol dengan kekuataan civil society (penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden) ini bisa lolos 3 periode, bahkan 6 periode. Sekali lancung keterusan, seumur hidup sekelompok orang serakah itu mau berkuasa terus menerus. Nah ini yang perlu kita awasi dan kontrol,” ujar Bursah.

Penguatan civil society untuk menolak penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut, menurut Bursah, dapat menjadi  kekuatan untuk menangkal apa yang diusulkan elit-elit partai politik. Apalagi, lanjut Bursah, usulan penundaan pemilu adalah mengkhianati cita-cita reformasi. 

“Sekarang kita belum mendengar suara mahasiswa mendiskusikan isu penundaan pemilu ini. Mahasiswa penting ikut bicara, karena mereka ujung tombak perubahan dan masa depan ini untuk mereka,” tandasnya.

Disampaikan Bursah, tidak boleh ada opsi penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden karena hal itu inkonstitusional. Bagi Bursah, pembatasan masa jabatan presiden 2 periode merupakan perjuangan reformasi. Oleh karenanya, apapun caranya harus dihadapi dan dilawan usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut.

“Enggak boleh, apapun caranya kita mesti hadapi. Kekuasaan jangan serakah dan sewenang wenang, jangan sesekali melupakan sejarah, nanti menyesal. Karena itu, saya ingin mengajak  pertemuan ini  memperkuat civil society sebagai bagian perkuatan demokratisasi. Pemerintah ini perlu dikontrol sehingga mereka tidak sewenang-sewenang. Itu tugas kita. Hukum politik begitu. Ada yang berkuasa dan ada yang mengontrol. Kalau seluruh kekuatan politik mati,  maka yang diharapkan adalah kolompok civil society. Enggak bisa tidak. Mesti ada civil society. Saya juga berharap  TNI-Polri bersama rakyat. Mereka  tidak boleh masuk permainan politik praktis (power game). Jadi TNI-Polri betul-betul bersama kita, membela kepentingan rakyat,” pungkas Bursah. 

Untuk diketahui, diskusi dihadiri sejumlah tokoh pergerakan seperti Syahganda Nainggolan, Rocky Gerung, Moh. Jumhur Hidayat, Ubedillah Badrun, Abdullah Rasyid, Adhie Massardi, Ahmad Yani, Antony Budiawan, Andrianto, Ariady Achmad, Bivitri Susanti dan lain sebagainya. (MIF)
Komentar Anda

Berita Terkini