Faktanews.id - Akhirnya publik menarik nafas dalam dalam isu perpanjangan dan penundaan Pemilu yang viral berminggu minggu berujung Anti Klimaks mana kala Jokowi seakan melakukan “pembiaran” dengan menyatakan siapapun, Menteri atau Partai Politik boleh boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan karna itulah demokrasi.
Mirip kalimat seorang pengamat politik plat merah. Tidak ada kata penegasan selaku Kepala negara yg seharusnya mengamankan Konstitusi dengan tegas menghentikan polemik ataupun niat tersebut.
Tadinya publik berharap Jokowi mengklarifikasi Menteri Favoritenya Luhut yang mengklaims penundaan pemilu sudah disetujuinya. Begitu juga Airlangga Hartarto berucap hal sama.
Posisi keduanya Menteri Strategis tidaklah mungkin bergerak berdasarkan inisiatif untuk hal sepenting penundaan pemilu yang ber-otomatis Perpanjangan jabatan presiden yang berarti melabrak Konstitusi.
Padahal jelas di sebutkan didalam sumpah jabatan bahwa Presiden harus menjaga dan mengamalkan Konstitusi.
Ambiguitas politik ala Jokowi ini makin menjelaskan bahwa kalo beliau yang bicara maka lihat kebalikannya.
Kita kembali ketitik dimana marwah semangat Reformasi untuk membatasi jabatan Presiden sedang dan tetap akan coba dikotak katik apapun taruhannya. Konstitusi sungguh dalam keadaan kritis.
Oleh: Andrianto
Ketua Gerakan Reformasi Politik Indonesia (GERPOL) Indonesia