Faktanews.id - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moh. Jumhur Hidayat menyambut baik perintah Presiden Jokowi kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah terkait revisi aturan pelaksana program Jaminan Hari Tua (JHT).
“Saya menyambut baik rencana pencabutan Permenaker, yang mengharuskan pengambilan JHT setelah usia 56 tahun,” ujar Jumhur saat dihubungi, Selasa (22/2/2022).
Menurut Jumhur, jika tidak direvisi pelaksanaan JHT yang diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua tersebut akan terus menimbulkan gejolak
“Dan ini telah menimbulkan gejolak diberbagai tempat, tidak hanya bagi kaum pekerja yang menerima upah UMP, tapi juga bagi pekerja yang bergaji 40 jutaan,” katanya.
Betapa tidak, Jumhur mengibaratkan kaum pekerja bergaji 40 juta dan si pekerja sudah berumur 45 tahunan dan sudah di PHK, maka si penerima upah dari perusahaan tersebut harus menunggu 10 tahun baru bisa mengambil dana JHT-nya. Hitungan jumhur, dana JHT penerima upah terkumpul sekitar 500 sampai 700 jutaan.
“Itu kalau aturannya berimur 56 tahun maka harus tunggu 10 th lg baru bisa mengambil dana itu. Bayangkan , pasti orang yang bergaji tinggi itu akan kecewa dan akan bergandengan tangan dengan semua kalangan pekerja mamaksa perubahan. Dan bisa menimbulkan apa yang saya sebut letupan awal, triger dari revolusi atau reformasi, dan memunculkan ketidakpercayaan kepada pemerintah,” katanya.
“Itu yang saya bayangkan waktu itu karena saya tahu persis di lapangan apa yang terjadi, mereka kecewa dengan Permenaker itu,” tambah Jumhur yang juga eks kepala BNP2TKI ini.
Untung saja, lanjut Jumhur, Jokowi menyadari kekecewaan dan kegelisahaan kaum pekerja tersebut. Sehingga, Jokowi memerintahkan Menakar Ida Fauziyah menyederhanakan aturan JHT.
“Beruntung pak Jokowi menyadari itu dan sehingga kemarahan pekerja itu bisa diredam,” katanya.
Jumhur lantas meminta pemerintah di semua tingkatan tidak seenaknya membuat peraturan. Harus ada dialog terlebih dahulu agar keputusan yang hendak diambil tersebut tidak merugikan salah satu pihak.
“Mengundanglah dialog para steakholder atau para pemangku kepentingan agar keputusan yang diambil itu yang terbaik bagi semua.
Jadi jangan mentang-mentang, jangan merasa yang bertandatangan itu hanya dia sendiri bukan hasil bareng-bareng maka dia tandatangan seenaknya. Ini mulailah dikurangi. Ini tidak hanya kepada menteri-menteri tapi juga kepada presiden kalau mau mengambil keputusan dengarkan dulu arus bawah, rakyat maunya apa. Jadi ada dialoglah. Jangan hanya memaksakan apalagi itu dari bisikan-bisikan oligarki atau segelintir orang yang kemaruk kekayaan. Bangsa kita tidak akan bangkit kalau begini caranya,” tegas Jumhur.