Faktanews.id - Ketua Gerakan Reformasi Politik (Gerpol), Andrianto, menyangkan penahanan Habib Bahar bin Smith. Habib Bahar ditahan setelah menyandang status tersangka kasus ujaran kebencian.
“Apa yang menimpa Habib Bahar Smith sebuah pembukaman atas sebuah perbedaan pendapat. Hal ini wajar sesuai indeks demokrasi kita yang makin menurun bahkan di bawah Timor Leste,” ujar Andrianto, Selasa (4/1/2022).
Apa yang dialami Habib Bahar tersebut, menurut Andrianto, juga pernah menimpa sejumlah aktivis senior. Contohnya, kata Andrianto
dedengkot aktivis Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat yang mengkritik UU Omnibuslaw. Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat hingga di adili dan penjara.
“Dan kemudian terbukti MK menyatakan UU Omnibuslaw inkonstitusional. Namun keduanya sudah terlanjur kehilangan kebebasannya bahkan sempat di permalukan institusi Polri yang memborgol memakai baju tahanan saat jumpa pers diawal penangkapan. Ini sebuah unjuk gigi yang buruk melebihi perlakuan Orba terhadap kaum aktivis,” katanya.
Menurutnya, pihak lain boleh tidak setuju dengan pola dan prilaku Habib Bahar Smith namun apakah pola dan perilaku kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Dudung Abdurachman yang selalu kontroversial juga bebas dari jeratan hukum?
Disebutkan, paling terasa mulai ada gejala elit rezim pengingkaran Reformasi bahwa TNI back to basic, yang artinya TNI tidak boleh memasuki wilayah Sipil.
“Jadi aneh ada Jenderal Dudung yang copot copot Baliho serta bicara soal Agama,” paparnya.
Setelah reformasi, Andrianto menyampaikan bahwa baru kali ini publik tahu lagi ada kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang gemar menyampaikan celoteh kepada publik. Padahal, kata dia, domain yang berbicara kepada publik adalah Panglima TNI.
“Itupun sebatas soal Hankam. kepala Staf Angkatan Darat (KSAD)
urusannya lebih ke dalam atau internal.. Sangat disayangkan bila kejadian sering terjadi berati ada design dari atas. Atau atasan Dudung memang menikmati orkestra ini,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Andrianto menambahkan bahwa selama Jokowi jadi presiden dan kepala pemerintahan TNI-Polri terus memasuki wilayah sipil. Hal seperti itu semestinya tidak terjadi
“Bila Orba mengenal Dwi fungsi ABRI maka publik hari ini mengenal Dwi fungsi TNI sekaligus Dwi Fungsi Polri,” tutup Andrianto. (MIF)