-->
    |

Massa Forum Cintah Tanah Air Demo Kantor Kedubes China

Faktanews.id - Puluhan orang yang tergabung dalam Forum Cinta Tanah Air melakukan aksi demonstrasi di kantor Kedubes Republik Rakyat China, Jakarta Selatan, Rabu (15/12/2021). 

Massa membawa sejumlah perangkat aksi, mulai dari poster hingga spanduk. Beragam tulisan terlihat pada poster dan sepanduk yang dipegang massa tersebut.

Satu persatu massa menyampaikan orasinya. Aksi demonstrasi ini digelar sebagai bentuk protes massa terhadap pemerintahan China, yang mencoba mengklaim wilayah Indonesia, Kepulauan Natuna. 

“Kami minta pemerintah Republik Rakyat China atau RRC menghentikan intervensi di Laut Natuna Utara,” demikian orasi koordinator aksi, Akbar Husin, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/12/2021).

Akbar menyampaikan beberapa hal terkait intervensi pemerintah negeri tirai bambu tersebut kepada Indonesia. Misalnya, kata dia, China meminta Indonesia menghentikan eksplorasi migas di Laut Natuna Utara.

“Itu diberitakan media Reuters awal Desember 2021,” katanya. 

Disebutkan juga bahwa Reuters mengungkap pula protes China atas latihan perang bersama TNI-AD dan militer Amerika Serikat (AS), bertajuk Garuda Shield XV, yang digelar 1-14 Agustus 2021. Karena nota diplomatik tertutup.

“Kita tidak paham bagaimana reaksi pemerintah atas protes China ini,” paparnya. 

Selain itu, Akbar menambahkan bahwa China juga memprotes Indonesia mengeksplorasi migas di LNU (oleh kontraktor Premier Oil) karena China mengklaim LNU masuk wilayah Laut China Selatan (LCS).

“Klaim sepihak ini didasarkan pada penetapan garis batas LCS berupa “sembilan garis putus-putus”, yang menyatakan lapangan Migas Tuna di LNU masuk teritori China. Sedangkan “sembilan garis putus-putus” ditetapkan atas dasar wilayah laut tersebut merupakan “traditional fishing ground” bagi nelayan China,” tambahnya.

Menurut Akbar, klaim sepitah pemerintah China terhadap wilayah Indonesia tak bisa dibiarkan. Sebab, menurut perhitungan Forum Cinta Tanah Air, sebut Akbar, klaim sepihak China ini akan mencaplok sekitar 83.000 km2 wilayah yurisdiksi Indonesia atau 30% luas perairan Natuna, termasuk Blok migas Natuna Timur (NT) yang menyimpan sekitar 46 triliun cubic feet (TCF) gas.

Tak sampai di situ, Akbar juga menyampikan bahwa Pada September-Oktober 2021, terjadi insiden masuknya kapal riset Hai Yang Di Zhi 10, yang dikawal oleh Kapal Coast Guard Cina dengan nomor lambung CCG 4303 dan 4 kapal perang ke wilayah LNU. Tujuan utama kapal-kapal China ini melakukan survei laut, guna pemetaan potensi migas di wilayah LNU. 

“Secara provokatif kegiatan ini, tepatnya terjadi sejak 30/8/2021 hingga 20/10/2021, dikawal oleh kapal-kapal penajaga pantai dan perang,” pungkas Akbar. 

Aktivitas riset kapal China di Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia ini, Akbar menegaskan bahwa hal tersebut ilegal karena dilakukan tanpa izin. China telah melanggar kedaulatan RI sesuai Pasal 56 ayat 1, 240, 244 dan 246 UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea, Konvensi PBB tentang Hukum Laut) Tahun 1982. China juga telah melanggar Pasal 7 UU No.5/1983 tentang ZEEI, yang mengatur tentang kegiatan penelitian ilmiah di ZEE.

“Kegiatan China ini juga berpangkal pada klaim sepihak yang menyatakan wilayah LNU sebagai teritori China. Jelas China telah memperlihatkan peningkatan level ekspresi sikap, dari nota diplomatik menjadi tindakan nyata di lapangan,” tegas Akbar. 

Aktivitas pemerintah China tersebut, dijelaskan Akbar, meenunjukkan bahwa China merasa mampu mempengaruhi dan mengendalikan Indonesia, atau bisa pula dinilai bahwa sejumlah pemimpin Indonesia berada di bawah kendali China. Sehingga China merasa leluasa dan tidak khawatir mendapat reaksi atau perlawanan guna menjalankan agenda-agenda ekspansifnya. 

“Jika kelak China melakukan eksplorasi, apakah Indonesia siap dan mampu bertindak untuk menggagalkan? Jangan-jangan, seperti kata LBP, pemerintah masih menghormat, atau malah takut protes!,” katanya. 

Menutup keterangannya, Akbar mengatakan bahwa sengketa LNU telah diputus lembaga PBB, namun China tetap menolak China dengan arogannya. Ekspresi arogansi menunjukkan tren meningkat. Sebaliknya, sikap pemerintah tak jelas dan menunjukkan tren melemah.

“Jangankan mengirim armada maritim guna mengusir kapal survei China, hanya untuk melawan protes China saat Premier Oil mengeksplorasi lapangan Tuna saja, terkesan pemerintah hanya melawan via “pinjam” tangan Anggota DPR,” demikian Akbar. (RTH)

Komentar Anda

Berita Terkini