Faktanews.id - Renungan Hari Sumpah Pemuda ke-93 yang diinisiasi Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia (PMKI) yang digelar di Tentative Cafe, Jl Darmawangsa Raya, Jakarta Selatan, Kamis (28/10/2021), berlangsung meriah.
Sejumlah tokoh nasional lintas generasi, aktivis kepemudaan dan mahasiwa, hadir pada acara yang dimulai sekira pukul 12:45 WIB tersebut.
Andrianto SIP, selaku ketua panitia, membuka jalannya acara. Menurutnya, perayaan Hari Sumpah Pemuda yang dikemas dalam bentuk diskusi itu sebagai sebuah refleksi dan kontemplasi terkait problematika bangsa akhir-akhir ini.
“Banyak masalah yang kita hadapi di negara kita sendiri. Makanya perlu direnungkan. Kita ini refleksi dan kontemplasi bareng tokoh-tokoh nasional ini,” ujar Andrianto.
Andrianto kemudian mempersilakan satu persatu penggagas acara untuk menyampaikan materi dalam forum ini. Tampail pertama sebagai pembicara adalah Ferry Juliantono, politisi Gerindra sekaligus inisiator Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Ferry menyoroti beberapa hal terkait kebijakan yang dikeluarkan pemetintah. Misalnya, soal kereta cepat Jakarta-Bandung, yang diputuskan pemerintah menggunakan dana APBN.
“APBN dipakai untuk biayai kereta cepat Jakarta-Bandung,” tandas Ferry.
Menurut Ferry, masalah pemerintah Indonesia hari ini adalah penuh subjektifitas. Bahkan, pemerintah relatif passif saat kedaulatan rakyat terancam dengan kehadiran investasi negara asing.
“Pemerintah saat ini cenderung penuh subjektifitas, dengan segala konsekuensinya itu mencabut hak-hak kedaulatan warga,” kata Ferry.
Dia menjelaskan, negara yang penuh subjektifitas membuat pemerintah kehilangan objektifitasnya untuk menindak tegas negara-negara yang mengancam kedaulatan. Bukan sekadar kedaulatan dalam arti teritorial, tetapi juga merugikan hajat masyarakat luas.
“Contohnya ada coast guard milik Tiongkok mondar mandir kita diam, ada kapal research yang kita tidak tahu research untuk apa kita juga diam,” tukasnya.
Selain itu, Ferry menambahkan bahwa dukungan pemerintah terhadap gerakan koperasi kurang signifikan, bahkan rata rata perekonomian Indonesia lebih dominan dikuasai oleh kaputalisme bukan ekonomi pancasila.
“Sumpah pemuda ini kesempatan kita untuk bersatu atas keaneragaman, harapannya hari ini kita tegakkan semua untuk semua, bukan semua tidak untuk semua. Pemerintah kita sekarang lebih cenderung berkiblat ke Tiongkok sehingga apabila ada sesuatu yang terjadi di Tiongkok pasti akan berimbas kepada Negara kita,” katanya.
Hadir pada kesempatan itu, Syahganda Nainggolan, Moh. Jumhur Hidayat, Akbar Faisal, Faisal Basri, Said Didu, Adhie Massardi, Rocky Gerung, Bambang “Beathor” Suryadi.
Kemudian, ada pakar hukum tata negara Refly Harun, Tamsil Linrung, dan puluhan aktivis kepemudaan dan mahasiswa lainnya. (MIF)