Dalam rapat yang digelar di Wisma Sejahtera Kanwil Kementerian Agama Bali itu sendiri menghasilkan beberapa rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Bali.
Salah satunya adalah mendesak pemerintah pusat membuka Bandara Internasional Ngurah Rai bagi penerbangan internasional.
Menurut mereka dengan dibukanya penerbangan internasional ke Bali maka akan membuka kembali keran wisatawan mancanegara masuk ke Pulau Dewata, yang mana bakal menggerakkan kembali perekonomian Bali.
“Keempat, mendesak pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah pusat untuk segera membuka bandara Internasional Ngurah Rai bagi penerbangan internasional. Kelima, meminta pemerintah untuk segera membuka Bali bagi wisatawan mancanegara,” ujar Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Bali, M. Syobri dalam konferensi persnya kepada awak media, Minggu 3 Oktober 2021.
Seperti diketahui, hingga saat ini hanya dua bandara yang diizinkan oleh pemerintah untuk melayani penerbangan internasional, yakni Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, dan Sam Ratulangi, Manado.
Keputusan ini sendiri tertuang dalam Surat Edaran Kemenhub Nomor 74 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang dari Luar Negeri dengan Transportasi Udara.
Kebijakan ini mulai berlaku efektif sejak 17 September 2021 dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan perkembangan situasi pandemi Covid-19.
Sedangkan, Bandara Internasional Ngurah Rai sendiri justru masuk dalam sejumlah bandara yang ditutup oleh pemerintah pusat dari penerbangan internasional.
Tidak hanya itu, pihaknya juga mendorong agar Bali dijadikan sebagai pusat karantina internasional.
“Jika kebijakan ini dilakukan agar hotel-hotel di Bali dapat terisi okupansinya yang diharapkan mampu membuat roda pariwisata sebagai denyut nadi utama perekonomian Bali kembali bergerak,” kata Syobri.
Pemuda Muhammadiyah Bali juga dalam rekomendasinya juga meminta pemerintah untuk mengkaji kembali penerapan aplikasi PeduliLindungi sebagai satu-satunya akses ke tempat atau transportasi publik.
Penerapan aplikasi ini menurut mereka terkesan membatasi ruang gerak atau diskriminasi kepada sebagian masyarakat.
Menurutnya, pemerintah tidak boleh menghilangkan hak rakyat untuk mengakses fasilitas publik ketika mereka tak memiliki ponsel pintar atau smartphone.
Hal ini mengingat ponsel pintar menjadi alat utama untuk mengunduh aplikasi digital PeduliLindungi, yang kini menjadi persyaratan banyak hal bagi masyarakat di masa pandemi Covid-19, termasuk mengakses ruang publik.
“Mengingat banyak masyarakat yang belum bisa vaksin akibat memiliki penyakit bawaan atau komorbid, atau tidak memiliki smartphone,” tegasnya.
Kemudian, Pemuda Muhammadiyah Bali juga meminta pemerintah untuk mengkaji kembali penerapan ganjil-genap di kawasan pariwisata, khususnya Sanur dan Kuta.
“Kebijakan ini kurang efektif. Pasalnya, masyarakat Legian Kuta dan Sanur sangat bergantung dengan adanya pariwisata, dan dengan adanya pemberlakuan kendaraan berplat ganjil genap dikhawatirkan membuat enggan wisatawan berkunjung ke daerah tempat wisata, yang efeknya masyarakat akan semakin sulit lagi mencari pendapatannya,” pintanya.
Disisi lain, mereka juga meminta Pemerintah Provinsi Bali untuk meningkatkan pengawasan dalam peredaran minuman keras ilegal, narkoba, dan menjamurnya tempat hiburan malam.
Lalu, pihaknya juga mendesak agar pemerintah daerah utamanya Pemkab/Pemkot untuk membatasi pemberian izin pendirian hotel dan pemasangan papan reklame yang merusak tata kota.
Selain itu, pihaknya juga meminta Pemprov Bali untuk lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola dana dan terbuka dengan mengajak seluruh organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah dan Pemuda Muhammadiyah untuk turut mengawasi. (HMZ)