-->
    |

Petani Kopi Bondowoso Binaan Universitas Jember-PT Astra Mulai Jajaki Ekspor ke Eropa

 

Faktanews.id - Masih ingat rencana petani kopi di Kecamatan Sumber Wringin Bondowoso yang bertekad mengekspor produknya ke luar negeri? Langkah para petani kopi binaan Universitas Jember melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) bersama PT. Astra Internasional ini makin mendekati kenyataan. 

Ditandai dengan keikutsertaan kopi Arabica dan Robusta Bondowoso dalam kegiatan coffee cupping (pencicipan rasa) oleh tester kopi profesional Eropa di Hotel Marriot Den Haag, Kamis Indonesia (2/9). 

Kopi Bondowoso tampil dalam kegiatan Indonesian Coffee Cupping 2021 yang digelar oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Belanda bersama Kementerian Perdagangan RI. Hasil dari kegiatan pencicipan rasa kopi ini akan menjadi rekomendasi bagi pembeli kopi dari Eropa untuk menentukan kopi yang akan mereka beli. 

Kegiatan Indonesian Coffee Cupping 2021 dibuka resmi oleh Duta Besar RI untuk Belanda, Mayerfas. Dalam sambutannya, Duta Besar Mayerfas mempromosikan keanekaragaman kopi Indonesia di hadapan para tamu yang terdiri dari tester kopi profesional, pemilik cafe, barista dan importir kopi dari Belanda, bahkan dari negara Eropa lain seperti Belgia. 

“Indonesia terdiri dari beribu pulau, dimana setiap pulau yang memiliki perkebunan kopi menghasilkan cita rasa kopi yang unik yang berbeda dengan hasil kopi dari wilayah lainnya. Jadi ada banyak pilihan kopi Indonesia, dan kesemuanya nikmat,” ujar Mayerfas berpromosi.

Duta Besar yang baru menempati pos diplomatiknya tahun 2020 lalu ini lantas menambahkan paparannya. “Belanda adalah pasar potensial bagi kopi Indonesia, sebab dari data yang ada, rata-rata warga Belanda meminum 4 cangkir kopi sehari. Jumlah ekspor kopi Indonesia ke Belanda pun stabil walau di masa pandemi, tahun 2020 lalu nilainya mencapai 5,16 juta dolar. Oleh karena itu KBRI Belanda terus memfasilitasi dan mempromosikan kopi Indonesia ke khalayak Belanda dan Eropa, bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk PT. Astra Internasional,” imbuh Mayerfas yang hari itu didampingi Atase Perdagangan, Christian Sirait.  

Jalannya Indonesia Coffee Cupping 2021 juga dipantau dari Jember. “Alhamdulillah, kegiatan pencicipan rasa kopi produksi petani kopi Bondowoso binaan kami dan PT. Astra Internasional sukses. Bahkan ada perwakilan pembeli yang hadir meminta kopi Bondowoso untuk dibawa pulang karena suka dengan rasanya. Dari kegiatan coffee cupping oleh tester profesional ini selanjutnya akan menghasilkan sertifikat yang menjadi salah satu jaminan bahwa kopi Bondowoso sudah tidak diragukan lagi cita rasanya. Selanjutnya kami berharap masuk ke perundingan dengan importir kopi dari Belanda dan negara lain di Eropa,” ujar Sekertaris I LP2M Universitas Jember, Ali Badrudin yang mengikuti proses coffee cupping secara daring. 

Tak hanya para dosen pembina saja yang mengikuti kegiatan ini, para petani kopi Bondowoso khususnya dari Kecamatan Sumber Wringin malam itu juga turut mengikuti acara melalui fasilitas zoom, baik dari kediaman maupun nonton bersama di kantor Kecamatan Sumber Wringin.

Ali Badrudin dan koleganya di LP2M patut berbangga, pasalnya langkah membawa kopi Bondowoso ke tataran dunia yang sudah dirintis semenjak 2020 lalu tak mudah.  

“Perlu kerja keras dan kerja sama dengan semua pihak untuk membawa kopi Bondowoso ke tingkat dunia. Kini tantangannya bagaimana menjaga dan meningkatkan mutu kopi Bondowoso dan memastikan hasil panen, agar tercipta kesinambungan ekspornya. Ketiga PR kita bersama adalah bagaimana mem-branding Kopi Bondowoso agar lebih dikenal,” kata Ali Badrudin. 

Untuk diketahui, hasil panen kopi Bondowoso jenis Arabica dalam bentuk green beans ditawarkan seharga 8,62 dollar per kilogramnya. Sementara untuk kopi Robusta dikisaran harga 5,17 dollar per kilogramnya. 

“Jika perundingan harga deal, maka bisa dibayangkan keuntungan yang diterima para petani kopi Bondowoso,” ungkap Ali Badrudin lagi. 

Sebagai informasi, kopi yang disajikan dalam Indonesia Coffee Cupping 2021 adalah hasil panen petani kopi Sumber Wringin pada 3 Juli 2021 lalu. Selain menampilkan kopi Bondowoso, Indonesian Coffee Cupping 2021 juga menghadirkan kopi Arjasari Bandung, kopi Bengkulu, kopi Kintamani Bali, kopi Flores, kopi Gayo dan kopi lainnya. 

Sedikit mengingatkan pada 26 Juni 2021 lalu, para petani kopi di Kecamatan Sumber Wringin mengadakan panen raya yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah Bondowoso, DPRD Bondowoso, DPRD Jawa Timur, Kemendesa PDTT, PT. Astra Internasional dan pihak terkait. 

Awalnya Ragu, Kini Jadi Percaya

Rasa syukur hasil panennya dibawa ke Belanda juga diungkapkan sebelumnya oleh petani kopi Bondowoso dari Desa Rejo Agung, Kecamatan Sumber Wringin, seperti yang dituturkan oleh Saleh. Tim Humas Universitas Jember menemuinya hari Sabtu (28/8) di rumahnya yang juga sekaligus cafe sederhana sebagai lokasi pemasaran produk kopinya, Tsarima. 

“Awalnya saya gak percaya dengan tawaran pembinaan dari Universitas Jember, bahkan saya pernah debat dengan Pak Ali Badrudin. Apa program ini bisa berhasil? Sebab sudah sering kami mendapatkan janji-janji akan dibina atau akan dibantu, tapi setelah pelatihan sekali kemudian ditinggal begitu saja,” ungkap Saleh, Ketua LMDH Wana Agung Sejahtera yang menaungi para petani kopi di desa Rejo Agung. 

Para petani kopi di desa Rejo Agung bergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa-Hutan (LMDH) mengingat mereka menanam kopi di lahan milik PT. Perhutani. 

Sebenarnya produk kopi petani di Desa Rejo Agung, dan lima desa lainnya di Kecamatan Sumber Wringin tak pernah sepi pembeli. Cuman saja, harga yang diberikan oleh tengkulak jauh dari harga pasaran. Bahkan sering kali kopi belum dipanen sudah di ijon oleh tengkulak. Seperti yang disampaikan oleh Ketua DPRD Bondowoso kala mengikuti panen kopi di Kecamatan Sumber Wringin pada 26 Juni 2021 lalu.  

“Pengijon datang saat tanaman kopi sudah berbunga, dibelinya dengan harga 4 ribu rupiah per kilogram saja, padahal empat lima bulan kemudian di saat panen kopi harganya di pasaran sudah mencapai 9 ribu rupiah. Artinya keuntungan pengijon sudah mencapai 40 persen,” kata H. A. Dhafir kala itu.

Kedua, banyak pembeli kopi Bondowoso yang sengaja memberi merk sesuai keinginannya sendiri, sehingga hilang lah nama Bondowoso. 

“Saya ingin kopi dari Bondowoso membawa nama Bondowoso, agar daerah kita makin dikenal, agar wisatawan tertarik datang dan memberi dampak ekonomi berganda bagi Bondowoso. Saya minta Universitas Jember dan PT. Astra Internasional menjadi orang tua asuh yang membantu mencari pembeli dan memasarkan langsung kopi Bondowoso tanpa melalui tengkulak atau perantara. Membantu Bumdes yang akan memasarkan kopi. Saya juga mohon pihak perbankan dalam hal ini Bank Jatim untuk memberikan kredit lunak kepada petani kopi kita. Agar mereka tak lagi bisa diijon,” pesan Ketua DPRD Bondowoso kala itu.

Namun berkat pendekatan secara personal, ketelatenan disertai bukti nyata, LP2M Universitas Jember yang menggandeng PT. Astra Internasional berhasil meyakinkan para petani Kopi di Kecamatan Sumber Wringin bergabung dalam program Desa Sejahtera Astra. Mulai bantuan dari sisi teknis penanaman, perawatan, panen, pasca panen, proses pengolahan hasil panen, pemasaran, hingga penguatan kelembagaan. 

“Tentu saja prosesnya tidak begitu saja jadi, perlu waktu panjang dan kerja sama dengan semua pihak untuk mewujudkan impian petani kopi Bondowoso mengekspor produknya ke luar negeri. Kami memulai sejak Juli 2020 lalu melalui Program Desa Sejahtera Astra,” kata Ali Badrudin.

Beruntung, mitra Universitas Jember dalam membina petani kopi adalah PT. Astra Internasional, perusahaan besar di Indonesia yang kiprahnya sudah mendunia. Dengan jejaring yang dimilikinya, akhirnya kopi Bondowoso diperkenalkan kepada dunia, termasuk menggandeng KBRI Indonesia di Belanda. 

“Target kami pada tahun 2022 nanti sudah ada Local Hero dari Kecamatan Sumber Wringin yang tampil sebagai eksportir kopi melalui program Desa Sejahtera Astra dengan fokus pada empat hal yakni, penguatan kelembagaan, bantuan sarana dan prasarana, akses pemasaran dan permodalan,” tutur perwakilan PT. Astra Internasional, Bima Krida Arya.  

Apa yang disampaikan oleh Bima Krida Arya diamini oleh Saleh, kini semua petani kopi, dan UMKM kopi di Kecamatan Sumber Wringin tergabung dalam Badan Usaha Desa (Bumdes) bersama yang dinamakan RAISA, singkatan dari Raung-Ijen Sumber Wringin Agropolitan. Nantinya semua hasil kopi petani dalam bentuk green beans atau olahannya akan dipasarkan melalui Bumdes RAISA, termasuk kopi yang nantinya akan diekspor ke Eropa. Tentunya dengan kesepakatan ini membuat petani kopi wajib mematuhi persyaratan dan standar yang sudah ditentukan oleh pembeli. 

Tak hanya memproduksi kopi dalam bentuk green beans saja, beberapa petani sudah melangkah lebih maju dengan mengemas kopi produksinya menjadi kopi bubuk siap seduh. Seperti yang dilakukan oleh Saleh dengan kopi bubuk produksinya yang diberi merk Tsarima. Kopi produksinya ini memiliki beberapa jenis, ada yang diolah secara natural hingga yang berjenis kopi wine. Bedanya ada pada cara pemrosesan dimana untuk mengolah kopi wine dibutuhkan waktu penjemuran dan fermentasi yang lebih lama, bisa mencapai 3 bulan lebih. 

“Untuk kopi bubuk jenis Arabica, biasanya saya jual seharga 50 ribu rupiah untuk kemasan 200 gram, sementara untuk kopi bubuk jenis Robusta lebih murah, 25 ribu rupiah, tentu saja harga kopi bubuk jenis wine Arabica lebih mahal bisa mencapai 500 ribu rupiah untuk satu kilogramnya. Selain memproduksi kopi bubuk, para petani di Kecamatan Sumber Wringin juga memproduksi produk turunan seperti sabun kopi, scrub kopi hingga pengharum mobil dengan aroma kopi,” urai Saleh. 

Dalam setiap panennya, dari kebun seluas satu hektar bisa dihasilkan kopi green beans mencapai 1 ton.
 
Penjelasan Saleh didukung oleh ketua bidang pemasaran LMDH Wana Agung Sejahtera Ahmad Rizal. Menurut Rizal semenjak mendapatkan binaan dari dari LP2M Universitas Jember bersama PT. Astra Internasional, petani kopi lebih senang mengolah kopi menjadi kopi bubuk atau paling tidak menjual dalam bentuk green beans, tidak lagi menjual kopi dalam bentuk gelondongan. Kopi bubuk yang dijual pun sudah berani menyebutkan sebagai kopi Bondowoso. 

“Sebelumnya kami menjual kopi gelondongan saja, dan kemudian diberi merk sesuai keinginan pembeli. Malah oleh pembeli dari Bandung diberi merk kopi Ciwidey Bandung padahal asalnya dari Sumber Wringin Bondowoso,” kata Rizal yang punya produk kopi dengan merk Brown Coffee ini.  
   
Manfaat dari keberadaan program pengabdian kepada masyarakat LP2M Universitas Jember bersama PT. Astra Internasional melalui program Desa Sejahtera Astra juga diakui oleh Camat Sumber Wringin, Rizky Idham Lukmana. Menurut pria asli Bondowoso ini, kecamatan yang dipimpinnya adalah wilayah dengan jumlah perkebunan kopi rakyat terluas di Bondowoso, sehingga adanya program Desa Sejahtera Astra diharapkan dapat membantu perekonomian warganya. 

“Kalau bisa program ini jangan berhenti di tahun 2022, kami masih ingin pembinaan bagi petani kopi dan warga Sumber Wringin terus berlanjut. Apalagi kami berniat membangun Sekolah Kopi bagi anak muda Bondowoso yang ingin belajar seluk beluk tentang kopi. Kemudian gedung kamar bola di samping kantor kecamatan ingin kami fungsikan sebagai penginapan, cafe dan outlet yang menjual produk-produk kopi Sumber Wringin,” katanya.

“Kami ingin mengembangkan wisata edukasi bagi wisatawan yang ingin belajar mengenai kopi, selain menjual keindahan gunung Raung. Agar Sumber Wringin dan Bondowoso benar-benar Melesat, ” ujar Rizky Idham Lukmana menyitir motto Kabupaten Bondowoso.

Sambil menikmati suasana sejuk Desa Rejo Agung yang terletak di kaki Gunung Raung, kami disuguhi kopi oleh sang empunya cafe Tsarima. Di tengah menyesap kenikmatan kopi Arabica wine, tiba-tiba telepon genggam Rizal berbunyi. Di ujung telepon seseorang tengah bertanya apakah ada persediaan kopi yang siap jual ? Seusai menerima telepon, Rizal pun bercerita. 

“Ada pembeli dari Bandung yang minta kiriman kopi sebanyak 1 ton dalam bentuk green beans seharga 6.700 per kilogramnya, kopi kualitas apapun akan diterimanya. Tapi  jelas kami tolak, mending kami olah sendiri menjadi produk kopi bubuk. Lha wong kami menawarkan ke pembeli dari Belanda saja seharga 8 dollar per kilogramnya untuk kopi Arabica green beans,” katanya mantap. 

“Saya turut senang mendengar jawaban Rizal yang bernada optimis tadi. Tinggal sekarang bagaimana petani kopi Sumber Wringin dan Bondowoso mampu menjaga produktivitas kebun kopinya, mampu menjaga kualitas panen kopinya sehingga ekspor kopi ke luar negeri jadi berkelanjutan. Tentu saja bukan pekerjaan mudah, tapi dengan kerja sama semua pihak, petani kopi, pemerintah, perguruan tinggi, dunia bisnis, komunitas dan media massa maka angan-angan ekspor kopi Bondowoso ke luar negeri sedikit demi sedikit bisa diwujudkan. Supaya perekonomian warga meningkat, dan Bondowoso pun melesat,” tutur dia. (FIK)
Komentar Anda

Berita Terkini