Faktanews.id - Sejak lahir kita sudah bertemu dengan satra dan mengenal puisi. Contohnya adalah nama yang dimiliki setiap orang. Itulah karya sastra yang dianugerahkan ibu-ayah kita. Setiap nama adalah puisi terindah pemberian orangtua.
Demikian disampaikan penyair senior D. Zawawi Imron, dalam Obrolan HATI PENA #5, bertema “Kata dan Mantra Kala Pandemi,” di Jakarta, Ahad (19/9/2021) pukul 14.00 – 16.30 WIB melalui zoom dan live di channel Hati Pena, Youtube.
Abah, panggilan akrab KH Zawawi Imron, penyair yang meraih The SEA Write Award, Bangkok pada 2012 membawakan tiga puisinya yang menggetarkan hati berjudul Ibu, Tanah Sajadah, dan Sungai Kecil.
Acara ini setidaknya menampilkan 28 penyair, sastrawan dan penulis dari berbagai latar belakang profesi. Ada dosen, pejabat, diplomat, wartawan, milenial, pedanda, dan sebagainya.
Para pembaca puisi itu adalah: Abdul Kadir Ibrahim/Akib, Achmad Charris Zubair, Achmad Fachrodji, Agus R Sarjono, Ahmad Gaus, Amelia Fitriani, Arya Gunawan Usis, Chappy Hakim, Denny JA, Edrida Pulungan, Ewith Bahar, Fakhrunnas MA Jabbar, I Ketut Surajaya, Isbedy Setiawan,
Kemudian ada Halimah Munawir, Helmy Yahya, Jaya Suprana, Julia Utami, Mezra Pellondou, Mpu Jaya Prema/Putu Setia, Ninok Leksono, Prijono Tjiptoherijanto, Riri Fitri Sari, Cri Sajjana Prajna Wekadigunawan, Tantowi Yahya, Tengsoe Tjahjono, dan Zudan Arif Fakrulloh.
Zudan yang dikenal sebagai Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri membawakan puisi karya Umbu Landu Paranggi, Mahaguru Para Penyair di Indonesia, berjudul: Ibunda Tercinta (1965).
"Saya mencari lagi puisi lama yang dulu sering saya baca waktu SMA dan kuliah. Saya temukan satu puisi yang memantulkan satu sosok yang bagi saya selalu muncul selagi saya ada masalah. Tetapi karena beliau sudah nggak ada saya tidak bisa bersama beliau. Tetapi saya ingin membacakan untuk Ibu saya," kata Zudan memberi pengantar.
Berikut selengkapnya puisi yang dibacakan Prof. Zudan Arif Fakrulloh:
Ibunda Tercinta
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
duka derita dan senyum yang abadi
tertulis dan terbaca jelas kata-kata puisi
dari ujung rambut sampai telapak kakinya
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
korban, terima kasih, restu dan ampunan
dengan tulus setia telah melahirkan
berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia
Perempuan tua itu senantiasa bernama:
cinta kasih sayang, tiga patah kata purba
di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri
menjangkau bintang-bintang dengan hatinya dan janjinya. (MIF)