Faktanews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali ditantang mengusut dugaan korupsi fee proyek di Pemerintahan Daerah, Sumatera Selatan.
Hal tersebut disampaikan pegiat anti korupsi, Harda Belly, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Minggu (29/8/2021).
Harda menyoroti maraknya indikasi kecurangan proyek di Sumatera Selatan yang berakibat pada persaingan tidak sehat dan merugikan keuangan negara. Aktivis asal bumi Sriwijaya itu mengaku sering mendapatkan cerita terkait dugaan kecurangan permainan proyek di Pemda tersebut.
“Belakangan saya mengikuti terus perkembangan kasus korupsi 16 paket proyek di Kabupaten Muara Enim dan sebanarnya kasus serupa banyak terjadi di Sumsel namun belum terungkap saja. Bukan rahasia umum di kalangan para kontraktor bahwa harus memberikan fee sejumlah uang kepada para pejabat di daerah tersebut bahkan ada yang diduga sampai mematok fee 10 persen untuk bisa mendapatkan proyek,” kata Harda.
Diketahui, dalam fakta persidangan ternyata bukan hanya bupati dan wakil bupati Muara Enim yang kebagian uang haram 16 paket fee proyek yang mencapai 23 miliar itu, tetapi ada 25 anggota DPRD pada tahun 2019 ikut menikmati dengan jumlah dari 200 juta sampai 350 juta.
Harda menilai masih banyak yang belum diproses hukum pada kasus suap 16 paket Muara Enim. Karena itu, kata dia, perlu adanya pengawalan dari semua masyarakat agar semua yang terlibat bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya yang jelas-jelas menabrak hukum dan merugikan negara.
“Masyarakat harus terus monitor agar semua berjalan transparan dan tidak satu pun yang bisa lolos dari jeratan hukum dan untuk kepala daerah yang masih aman dan belum tersentuh hukum perlu diingat bahwa sepintar pintarnya tupai melompat suata saat pasti jatuh juga,” katanya.
Lebih lanjut, Harda juga mengaku mendapat informasi bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) sedang mengusut adanya indikasi kecurangan proyek di Dinas PUPR, Kabupetan Ogan Ilir 2021 karena diduga tidak sesuai dengan jadwal dan tahapan yang ditentukan.
“Di Kabupaten OI juga sedang diusut oleh Kejati, ada temuan yang mengarah pada kecurangan karena diduga pemenang tendernya telah diarahkan pada pemenang tender yang telah ditentukan. Dugaan itu berawal dari temuan karena tidak sesuai dengan jadwal dan tahapan yang telah ditentukan sehingga berakibat pada monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dan merugikan negara,” tambahnya.
Harda berharap praktek semacam itu harus dihentikan oleh penegak hukum dengan menjerat para mafia proyek agar jera tidak terulang kembali.
“Praktek seperti ini harus di bongkar oleh aparat penegaka hukum, bagaimana pekerjaan itu akan maksimal sesuai apa yang diharapkan masyarakat kalau mereka diminta uang fee proyek yang sangat besar, apalagi perusahaan tersebut ingin mendapat untung dengan mengurangi volume pekerjaan,” ujarnya.
“Aparat penegak hukum harus pastikan semua proyek tidak dikorupsi agar bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat dan tugas kami sebagai bagian dari masyarakat yang selama ini mendapat banyak laporan dari pada temuan yang mengarah pada tindak pidana korupsi akan ikut andil dalam pemberantasan praktek-praktek yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab itu,” tutup Harda. (HRD)