Faktanewsid - Badan Kesehatan Dunia atau WHO menyebut ada sekitar 24 negara di dunia sedang mengalami kenaikan kasus COVID-19 yang sangat tajam.
Untuk itu, Indonesia sebagai salah satu di antaranya saat ini mencoba mengoptimalkan berbagai intervensi secara bersamaan untuk meminimalisasi penularan, baik dengan memperhatikan kemunculan varian baru, pengendalian mobilitas dan aktivitas sosial masyarakat, pengendalian COVID-19 yang berlapis, dan percepatan vaksinasi di seluruh penjuru negeri.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengungkapkan ada beberapa update temuan ilmiah dan kebijakan terkait vaksinasi. Menurut Prof. Wiku, umumnya vaksin COVID-19 dapat menghasilkan kekebalan. Berdasarkan beberapa penelitian, kekebalan yang ditimbulkan setelah vaksin dosis kedua dapat bertahan pada tubuh manusia dalam kurun beberapa bulan atau bahkan tahunan.
Perlu ditekankan, lanjutnya, berdasarkan jumlah dan jangka waktu bertahannya kekebalan pada setiap manusia dapat berbeda-beda tergantung kondisi tubuh masing-masing, yang mekanisme tepatnya masih diteliti hingga saat ini.
Sejauh ini, adanya berbagai macam varian di lingkungan seperti alpha, beta, gamma, dan delta yang dikenal sebagai Variant of Concern adalah varian yang dapat menyebar dengan lebih cepat, meningkatkan peluang keparahan gejala, dan/atau berpeluang pula menurunkan efektivitas vaksin yang telah diberikan.
Meskipun demikian, Prof. Wiku menjelaskan, menurut temuan dari beberapa studi ilmiah, dari berbagai jenis vaksin yang disarikan oleh WHO, keberadaan vaksin COVID-19 masih penting terutama dalam meminimalisasi gejala yang ditimbulkan.
Selain dengan percepatan vaksinasi di berbagai wilayah di Indonesia, saat ini pemerintah Indonesia berencana melakukan penyuntikkan booster dosis ketiga maupun mixing vaccines kepada tenaga kesehatan yang dinilai memiliki risiko penularan tertinggi baik karena intensitas maupun lokasi beraktivitas yang sangat tinggi laju penularannya yaitu fasilitas pelayanan kesehatan.
“Saat ini beberapa negara juga melakukan hal yang sama, misalnya Thailand yang akan menyuntikkan vaksin AstraZeneca kepada tenaga kesehatan yang sudah mendapat dua kali dosis vaksin Sinovac demi proteksi tambahan bagi tenaga kesehatan. Tentunya praktik ini dilakukan setelah studi klinis dilakukan terlebih dahulu,” ujar Prof. Wiku, Selasa (13/7).
Terlepas dari hal tersebut, Prof. Wiku memastikan, pemerintah tidak akan lepas dari fokus utama yaitu untuk mempercepat pembentukan kekebalan komunitas sesegera mungkin. Pemerintah terus menjamin seluruh masyarakat khususnya populasi rentan mendapatkan haknya untuk divaksin.
Untuk saat ini secara umum dua kali dosis vaksin sudah cukup bagi masyarakat umum untuk membentuk kekebalan individu, sehingga masyarakat diimbau untuk tidak melakukan mixing vaccines atau penambahan dosis booster sendiri dan bahkan tanpa pengawasan tenaga kesehatan.
“Hal yang terpenting saat ini ialah persebaran vaksinasi yang merata dan berkeadilan secara nasional,” tegas Prof. Wiku.
Namun sekali lagi, dia mengingatkan, bahwa vaksinasi tidak akan sempurna jika tidak diikuti dengan intervensi lainnya seperti pengendalian mobilitas dan aktivitas masyarakat serta kepatuhan yang tinggi terhadap protokol kesehatan. Semua pengaturan intervensi tersebut terangkum dalam kebijakan nasional yaitu PPKM Darurat dan PPKM Diperketat yang saat ini kita terapkan bersama.
Oleh karena itu, dia memohon kepada masyarakat untuk sungguh-sungguh dalam menjalankan serta mematuhi peraturan yang berlaku selama masa krisis ini dengan penuh tanggung jawab.
“Ini demi diri kita, keluarga kita, bangsa kita, bahkan dunia,” ujarnya.
Pemerintah tengah mengintensifkan pengetesan (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) atau 3T karena kasus Covid-19 terus melonjak naik.
Dan masyarakat jangan mengabaikan protokol kesehatan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas) dalam mengendalikan laju penularan Covid-19 ini.