-->
    |

Direktur ICON Kritik Vaksin Berbayar, Ini Bentuk Kezaliman

Faktanews.id - Direktur eksekutif Indonesian Economic Study Center (ICON), Abraham, mengkritik program vaksinasi berbayar yang dilaksanakan oleh PT Kimia Farma.


“Ini adalah bentuk kezaliman pemerintah terhadap masyarakat Indonesia,” ujar Abraham dalam keterangan persnya, Kamis (15/7/2021).

Menurut Abraham, kebijakan vaksin gotong royong tersebut mengindikasikan kegagalan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). Abraham mengatakan vaksin berbayar adalah bentuk kegagalan pemerintah dalam mengendalikan Covid-19.

“Kalau di perhatikan dengan seksama yang di sampaikan Menkes Budi Gunandi Sadikin itu kan vaksinasi berbayar ini pertama untuk meningkatkan speed vaksinasi kedua agar meringankan beban APBN, memangnya para pejabat menteri keuangan dan ekonomi sudah tidak punya cara lain lagi untuk memperbaiki perekonomian kita. Menkes sudah kehabisan cara juga untuk meningkatkan speed vaksinasi dan mengatasi pandemi ini. Kalau sudah mentok mundur saja,” tutur Abraham. 

Abraham menyarankan Menkes Budi Gunadi tidak mendengarkan saran yang di sampaikan oleh Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait menggenjot vaksinasi berbayar di Kimia Farma. Disebutkan, vaksin berbayar ini merupakan kebijakan yang zalim dan sangat tidak berpihak kepada rakyat. 

“Hari ini masyarakat kita sedang kesulitan dan krisis. Krisis ekonomi dan kesehatan ini harusnya menjadi perhatian bagi para pejabat kita, bukan malah mengusulkan kebijakan yang jauh panggang dari api,” katany.

Abraham menyampaikan bahwa pada tahun 2021 ini anggaran APBN yang gelontorkan untuk vaksin sangat besar yaitu Rp.13,92 triliun. Dia mempertanyakan apakah anggaran tersebut masih kurang untuk mempercepat laju peningkatan vaksinasi di Indonesia.  

“Belum lagi ada digelontorkan dana PEN yang mencapai ribuan triliun, tapi itu semua tidak berdampak optimal pada penurunan angka covid dan perbaikan perekonomian kita, artinya di sana ada problem yang harus di pecahkan,” tandasnya

Berdasarkan kajian dan riset ICON, Abraham menambahkan bahwa KPC PEN gagal menangani pandemi, karena penyerapan dana PEN di tahun 2021 per semester 1 ini saja tidak optimal hanya Rp. 252,3 triliun (36,1%) dari pagu anggaran Rp. 699,34 triliun. Di tahun 2020 data riset ICON, lanjut Abraham, menunjukkan banyak terjadi masalah di lapangan terkait penyaluran dana PEN. 

“KPC PEN ini harus di evaluasi, jangan sampai niat baik Presiden RI menggelontorkan anggaran triliunan untuk rakyatnya dan untuk mengendalikan situasi krisis ini malah tidak tepat sasaran karena para pembantu presiden tidak mampu mendeliver ini secara baik dan tepat. Saya juga mengingatkan kepada para pembantu Presiden ini agar jangan sampai ada yang pakai rompi orange KPK gara-gara dana PEN,” tutup Abraham. 

Diberitakan sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa Vaksinasi Gotong Royong Individu merupakan opsi untuk masyarakat untuk memilih vaksin tersebut atau tidak.

“Prinsipnya pemerintah membuka opsi yang luas bagi masyarakat yang ingin mengambil vaksin gotong royong baik melalui perusahaan maupun melalui individu,” katanya dalam konferensi pers virtual, Senin (12/7).

Vaksinasi Gotong Royong diperluas untuk individu karena banyak pengusaha-pengusaha yang belum bisa mendapatkan akses program vaksin gotong royong melalui Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

“Jadi ada beberapa misalnya perusahaan-perusahaan pribadi atau perusahaan-perusahaan kecil itu juga mereka mau mendapatkan akses ke vaksin gotong royong, tetapi belum bisa masuk melalui programnya Kadin, itu dibuka,” kata Menkes.

Ada juga beberapa Warga Negara Asing (WNA) yang sudah tinggal di Indonesia bisa mendapatkan akses ke vaksin gotong royong yang individu, namun akan dimulai di saat vaksin pemerintah sudah mulai masif.

Menkes Budi menyebut stok vaksin bulan Juli akan ada 30 juta dosis, bulan depan akan dapat 40 juta dosis, dan seterusnya 50 juta dosis, sehingga benar-benar akses masyarakat yang lain akan besar.

“Sedangkan masyarakat yang ingin mengambil opsi yang lain juga tersedia, sehingga opsinya semuanya tersedia,” kata Menkes. (ANS)
Komentar Anda

Berita Terkini