Faktanews.id - Birokrasi seharusnya bisa bekerja secara tenang dan profesional tidak diintervensi dan ditarik tarik dalam praktik-praktik politik lima tahunan seperti pilkada, pileg, pilpres.
Menurut Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional (DPKN) Prof. Zudan Arif Fakrulloh, pejabat birokrasi apalagi saat pilkada inginnya bersikap netral tidak terganggu dan tetap tenang bekerja.
"Kami jajaran ASN itu ingin profesional, tapi ekosistem di luar, kriminalisasi birokrasi, tsunami politik, tarik menarik itu demikian kuat. Para ASN setelah pilkada itu pada tegang karena ada kemungkinan dicopot, dianggap tidak berkeringat. Makanya ekosistem birokrasi itu perlu disehatkan," kata Zudan pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panitia Kerja Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Komisi II DPR di Jakarta, Selasa (29/6/2021).
Dengan birokrasi yang sehat, kata Zudan, akan terbebas dari intervensi politik, sehingga ASN dapat bekerja profesional.
Untuk menyehatkan iklim birokrasi, Ketum Korpri Nasional ini mengusulkan penguatan perlindungan sistem karir ASN Penguatannya dengan konsep "otonomi birokrasi".
"Dalam konsep otonomi birokrasi ini pejabat tertinggi kepegawaian di pusat dan di daerah adalah pejabat tertinggi di ASN. Kalau di pusat setingkat sekretaris jenderal atau sekretaris menteri (Sekjen/Sesmen). Kalau di daerah setingkat sekda (sekretaris daerah)," Zudan menjelaskan konsep berpikirnya.
Sehingga, tutur Zudan lebih lanjut, tata kelola birokrasi ASN diatur oleh ASN sendiri, bukan oleh political appointee.
"Kalau bupati, wali kota, gubernur atau menteri ingin mencari pejabat, tinggal minta ke Sekda/Sekjen. Misalnya, bupati ingin pejabat Kepala Dinas Kehutanan yang bagus, sekda akan mencarikan. Tentu akan diawasi oleh satu level pejabat di atasnya. Kalau di provinsi oleh Menteri Dalam Negeri. Kalau di kementerian dan lembaga (K/L) diawasi oleh Menteri PAN-RB," kata Zudan lebih terang.
Prinsipnya, Zudan menekankan, political apointee harus dipisahkan dari birokrasi. (MMA)