“Pengenaan PPN pada bahan pangan tidak manusiawi. Wacana ini jelas menjadi wacana kebijakan yang tidak manusiawi, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, saat daya beli masyarakat sedang turun drastis,”ujar Tulus dalam keterangan tertulisnya yang diterima Jumat (11/6/2021).
Menurut Tulus, pengenaan PPN akan menjadi beban baru bagi masyarakat dan konsumen, berupa kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum lagi jika ada distorsi pasar, maka kenaikannya akan semakin tinggi.
“Pengenaan PPN pada bahan pangan juga bisa menjadi ancaman terhadap keamanan pasokan pangan pada masyarakat,” tandasnya.
Oleh karena itu, Tulus meminta wacana PPN pada bahan pangan teraebut harus dibatalkan. Pemerintah seharusnya lebih kreatif, jika alasannya untuk menggali pendapatan dana APBN.
“Pemerintah bisa menaikkan cukai rokok yang lebih signifikan. Dengan menaikkan cukai rokok, potensinya bisa mencapai Rp 200 triliun lebih. Selain itu, akan berdampak positif thd masyarakat menengah bawah, agar mengurangi konsumsi rokoknya, dan mengalokasikan untuk keperluan bahan pangan,” katanya.
Diketahui, pemerintah berencana untuk mengatur kembali ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dalam perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Salah satunya, tarif PPN untuk kebutuhan pokok termasuk beras bisa dibanderol 1%.