-->
    |

Mantan Bos AISA Joko Mogoginta Merasa Dikriminalisasi

Faktanews.id - Sidang kasus dugaan tindak pidana pasar modal dengan terdakwa Mantan Direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (TPSF/AISA ) Joko Mogoginta dan Budhi Istanto Suwito digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/4/2021). Sidang kali ini mengagendakan permintaan keterangan Terdakwa.


Terdakwa Joko Mogoginta mengaku dirinya dikriminalisasi sehingga harus duduk di Kursi Pesakitan. Hal itu karena Laporan Keuangan Tahunan (LKT) PT TPSF Tahun 2017 yang menjadi objek perkara dibuat oleh CFO (Chief Financial Officer) perusahaan yaitu Sjambiri Lioe. Menurutnya, Laporan keuangan tanggung jawab penuh bagian keuangan/CFO, dan bentuk kontrol atas produk yang dibuat oleh CFO tersebut Perusahaan menunjuk Auditor Independen, Amir Abadi Jusuf (AAJ). 

Hasil audit yang dilakukan oleh AAJ mendapatkan opini WTP, dan hasil audit tersebut juga sudah dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan dibahas di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 2017. Penunjukan Auditor Independen AAJ pada dasarnya juga merupakan amanah dari RUPS PT. TPSF itu sendiri.

Selain itu, terdakwa Joko mengaku tidak ada korban yang dirugikan (baik kehilangan saham dan/atau kehilangan uangnya) atas penyajian dalam Laporan Keuangan yang dipermasalahkan dalam perkara tersebut.

"Saya merasa dikriminalisasi yang mulia, dizalimi," kata Joko Mogoginta di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu sore (28/9/2021).

Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Hakim Akhmad Sayuti meminta terdakwa mempercayakannya kepada majelis hakim. Karena pihaknya akan menjatuhkan putusan secara benar dan adil.

"Soal kriminalisasi atau bukan itu terbuka di persidangan. Kalau saudara tidak bersalah akan dibebaskan, tapi kalau saudara terbukti (bersalah) ya dihukum," kata Sayuti.

Seperti diketahui, Joko Mogoginta dan Budhi Istanto didakwa melanggar pasal 90 huruf a Jo Pasal 104 UU Pasar Modal Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 90 huruf c Jo. Pasal 104 UU Pasar Modal Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 93 Jo. Pasal 104 UU Pasar Modal Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana; Pasal 107 UU Pasar Modal Jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1.

Dakwaan tersebut dibuat dan disusun atas dugaan: Kesalahan Penyajian Pihak Berelasi menjadi Pihak Ketiga; dan dugaan Penggelembuangan nilai Piutang PT. TPSF (AISA) atas Laporan Keuangan Tahunan untuk Tahun Buku 2017 (“LKT TPSF 2017”).

Sejak 2011

Ketika dimintai keterangan lebih lanjut usai persidangan, Joko Mogoginta mengatakan bahwa pencatatan enam perusahaan berelasi menjadi Pihak Ketiga sudah terjadi sejak 2011, dan atas laporan keuangan tersebut (sejak 2011 sampai Tahun 2016) sudah dilakukan audit oleh Auditor Indpenden, dan hasil audit tersebut juga telah disampaikan ke OJK sejak 2011-2016 dan Organ tertinggi perseroan (RUPS) telah menerima dan tidak mempermasalahkan Laporan Keuangan tesebut. 

Selama 2011-2016 auditor dan OJK tidak pernah mempermasalahkan atau memberikan teguran atas pencatatan pihak berelasi menjadi pihak ketiga, sehingga Joko merasa aneh ketika hal tersebut dipermasalahkan pada Tahun 2017.

"Kenapa pada 2017 justru dipermasalahkan oleh komisaris Hengky Koestanto, yang mana sdr. Hengky Koestanto juga merupakan founder/pendiri dari keenam perusahaan distributor tersebut, dan merupakan Direksi kemudian Komisaris pada PT. TPSF sejak 2005 - 2017. Inilah yang disebut kriminalisasi, yang membuat saya duduk di sini (sebagai terdakwa)," kata Joko.

Bahkan, lanjut Joko, pada LKT tahun 2018 pun ketika posisi Direktur Utama dijabat oleh Hengky Koestanto, enam perusahaan distributor tersebut juga ditempatkan sebagai pihak ketiga dengan tambahan catatan tapi tidak dipersoalkan oleh OJK. 

Hengky sendiri pada faktanya merupakan pendiri dari keenam perusahaan distributor tersebut bersama Joko Mogoginta, dan Hengky pula selaku Komisaris menandatangani Laporan Tahunan yang juga menjelaskan kedudukan keenam perusahaan distributor tersebut (Pihak Berelasai) dicatatkan sebagai sebagai Pihak Ketiga.

Joko Mogoginta selanjutnya menawarkan upaya perdamaian dengan pihak-pihak yang selam ini berseberangan dengannya.

"Marilah kita berdamai, karena perdamaian adalah hal yang indah dan terbaik bagi kita semua," tegas Joko. 

Senada dengan Joko, Budhi Istianto menilai seharusnya pihak yang bertanggung jawab dalam Laporan Keuangan PT. Tiga Pilar Sejahtera Food adalah Sjambiri Lioe. Pasalnya, Sjambiri merupakan CFO, yang dalam struktur PT. AISA setara dengan direktur keuangan.

"Saya juga tidak tahu kenapa Sjambiri tidak mau dicatat di akta perusahaan secara resmi sebagai direktur keuangan. Padahal jelas-jelas CFO memiliki tugas yang sama dengan dengan direktur keuangan. Dan Sjambiri itu juga direkrut langsung oleh Hengky Koestanto," jelas Budi. 

Penggelembungan Piutang
 
Di tempat yang sama, kuasa hukum terdakwa, Zaid memaparkan soal penggelembungan angka piutang yang dipermasalahkan dalam dakwaan. Menurutnya, peningkatan angka piutang tersebut adalah ide dari Sjambiri Lioe. Hal ini terungkap sebagai fakta persidangan setelah hakim mengkonfrontasi Sjambiri dengan anggotanya sendiri, yaitu Hartanto Wibowo.

"Setelah dikonfrontir, baru diketahui Sjambiri yang memerintahkan Hartanto untuk melakukan peningkatan piutang keuangan," tegas Zaid.

Zaid juga menegaskan bahwa terdakwa seharusnya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas laporang keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam POJK No.75 Tahun 2017 Pasal 6 Ayat (1) yang berbunyi: “Dalam hal laporan keuangan yang disampaikan telah di audit atau ditelaah secara terbatas, tanggung jawab Direksi atas pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berlaku sampai dengan tanggal pendapat akuntan”. 

Selain itu, dalam ketantuan Pasal 69 Ayat 3 dan 4 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menegaskan: Ayat 3 “dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Komisaris secara tanggung renteng bertanggungjawab kepada pihak yang dirugikan”. Ayat 4 “Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya”.

"Kemudian Pak Joko dan Pak Budhi menandatangani laporan keuangan tersebut atas perintah POJK 75 Tahun 2017 juga, yang memerintahkan direksi menandatangani pernyataan laporan keuangan. Surat pernyataan yang ditandatangani oleh Terdakwa juga merupakan format surat pernyataan yang terlampir dalam POJK 75 Tahun 2017," kata Zaid.

Lebih jauh Zaid juga mengaku bingung, apa yang membuat kliennya sampai diseret ke ranah pidana. Dalam LKT Tahun 2018, keenam perusahaan distritbutor tersebut juga ditempatkan sebagai Pihak ketiga, hanya saja ditambahkan catatan (*merupakan pihak berelasi sampai dengan 22  Oktober 2018). 

Jika hanya menambahkan catatan tersebut, tegas Zaid, seharusnya OJK bisa memerintahkan revisi/penambahan catatan tersebut kepada PT. TPSF pada saat Terdakwa Jooko Mogoginta dan Budhi Istanto Suwito menjadi Direksi, sama seperti yang dilakukan dalam LKT Tahun 2018, dan bukan malah mempidanakannya.

Dia membandingkan dengan kasus serupa (Pasal 107 UUPM) dimana OJK memberikan Hukuman Sanksi Administrasi dan/atau Perintah Tertulis terhadap Benny Tjokroaputro dalam kasus PT. Hanson Internasional Tbk. Hal itu bisa dilihat pada Pengumuman OJK No. 3/PM.1/2019 tertanggal 31 Juli 2019. 

Terlebih lagi, tidak ada korban yang dirugian dalam perkara ini, baik kerugian dalam bentuk kehilangan saham dan/atau adanya uang yang hilang dari korban tersebut. Bahkan saksi yang hadir dipersidangan yang membeli saham (pada saat LKT TPSF 2017 diupload) kurang lebih seharga Rp. 260 dan menjual seharga kurang lebih Rp. 270 sehingga ada kenaikan atas harga saham yang dibeli dari investor tersebut (untung).

"Ini kasus pertama yang dipidanakan, kami juga tidak mengerti. Padahal sesuai asas ultimum remedium, sanksi pidana seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam penegakan hukum," katanya.

Sementra itu Jaksa Penuntut Umum saat diajukan pertanyaan seputar perkara ini menyatakan tidak bersedia untuk berkomentar. (ANS)
Komentar Anda

Berita Terkini