-->
    |

Bagaimana Memahami Perbedaan dalam Perspektif Esoterik?

Faktanews.id - Selama ini, perbedaan yang dipahami pada umumnya adalah perbedaan yang bersifat lahiriah, yang nampak kasat mata, yang berbentuk pisik, seperti perbedaan warna kulit, perbedaan etnisitas, perbedaan organisasi keagamaan, perbedaan praktek keagamaan pada aspek fiqh dan seterusnya, yang intinya adalah perbedaan eksoterik. 

Bagaimana dengan perbedaan yang bersifat Esoterik, yang tidak berbentuk, yang terjadi di alam ruh, yakni belum masuk ke alam nyata. Adakah perbedaan itu, dan bila ada, bagaimana perbedaan itu.

Renungkanlah ketika masih alam ruh, berbaris di hadapan Allah SWT ruh-ruh itu dengan taat dan patuh tunduk sepenuhnya kepada Sang Maha Agung. Mereka belum mengenal apa itu agama. Belum mengenal apa itu suku bangsa, sekiranya berbentuk mungkin bentuknya adalah sama. 

Lalu Allah SWT dengan iradat-Nya memutuskan ruh A untuk manusia, ruh B untuk binatang, ruh C untuk Tumbuhan, Ruh D untuk benda-benda angkasa. Umpakan demikian. Demikianlah awal mula terjadinya perbedaan di alam Esoterik, lalu bergerak ke alam syahada atau eksoterik. Di alam syahada ruh ini menempati tempat sesuai penugasan yang telah Allah berikan kepada mereka masing-masing.

Lalu setelah diputuskan oleh Allah SWT dengan iradat-Nya, Allah kemudian meminta kesediaan kepada masing-masing ruh itu, untuk memikul sebuah amanah. Sebagaimana dikemukakan dalam Al-Quran surah al-Ahzab ayat 72:

"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu, karena mereka khawatir akan menghindarinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh"

Amanat yang dipikul oleh ruh yang ditempatkan pada  manusia inilah yang membedakan manusia itu dengan makhluk yang lain. Namun dari sisi ketaatan kepada Allah, ruh-ruh yang ada pada tumbuhan, pada hewan dan pada makhluk lain, termasuk pada benda-benda angkasa, senantiasa patuh, taat kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:

"Dan tidak ada satu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya". (Al-Isra ayat 44).

Ketundukan dan ketaatan ruh-ruh secara total pada makhluk Allah selain yang terdapat dalam diri sebagian besar manusia itulah, yang kemudian disimpulkan bahwa "sungguh manusia itu zalim dan bodoh" pada ayat disurah Al-Ahzab diatas. Disebut zalim karena mereka menganiaya diri mereka sendiri dengan mengingkari amanah yang dipikulnya, dan karena itu disebut bodoh.

Jadi, perbedaan itu sesungguhnya telah ditakdirkan Allah sejak di alam ruh, yang kemudian kita saksikan penampakannya di alam syahada. Jika uraian diatas itu terkait dengan perbedaan manusia dengan makhluk lain, maka di internal manusia pun telah ditentukan perbedaan-perbedaan itu di alam ruh, menyangkut persoalan jodoh, rezeki dan kematian. Sehingga di alam syahadah, perbedaan dari apa yang ditetapkan sejak alam ruh ini, muncul dalam bentuk etnisitas dan kebangsaan (syuuban waa kabailan). 

Jadi pada dasarnya ruh itu taat dan patuh kepada Allah dimanapun mereka ditempatkan. Apakah pada binatan, tumbuhan, atau lainnya. Dan secara Esoterik, perbedaan itu tiada lain adalah pada perbedaan tugas kesejarahan dari penerimaan suatu amanah sebelum amanah itu pada akhirnya di terima oleh manusia, sesuai apa yang menjadi iradat Allah SWT.

Jika hal ini dipahami, maka perbedaan-perbedaan wujudiah, lahirah, sudah seharusnya tidak muncul sebagai persoalan sosial. Dan perbedaan-perbedaan yang disebabkan karena suatu amanah dan tanggungjawab, kemudian dengan sendirinya harus diterima sebagai perbedaan fungsional. Perbedaan tugas dan tanggung jawab kesejarahan. Sehingga managemen berbasis kualiatas, managemen berbasis kompetensi, berbasis keahlian, sudah seharusnya dikedepankan. Dengan perbedaan yang bersifat lahiriah, mesti di terima sebagai suatu realitas yang tidak seharusnya dipersoalkan dalam pelaksanaan amanah yang diterima di alam Esoterik.

Demikianlah seharusnya kita membangun suatu peradaban, dengan disertai oleh kualitas ruhiyah yang sadar akan Allah, agar tetap memiliki respek terhadap makhluk Allah yang lain.


Oleh: Hasanuddin

Penulis tinggal di Depok, Jawa Barat

Komentar Anda

Berita Terkini