-->
    |

Pengamat: Perlu Dicurigai Ada Transaksi Kalau Partai Ngotot Usung Mantan Pecandu Narkoba Maju Di Pilkada

Faktanews.id - Penagamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidillah Badrun mengatakan, perlu dicurigai ada transaksional jika partai mengusung calon kepala daerah mantan pecandu narkoba pada Pilkada yang bakal digelar 9 Desember 2020 mendatang.

"Kalau partai memaksakan seseorang yang bermasalah lalu menjadi calon kepala daerah berarti ada kemungkinan transaksional antara partai dan calon kepala daerah itu. Karena engak mungkin orang sampai memperjuangkan seseorang yang bermasalah tanpa ada transaksi di itu. Jadi menurut saya sebaiknya (partai) tidak ngotot partai itu untuk mencalonkan orang-orang yang bermasalah,” kata Ubadillah saat dihubungi, Kamis (6/8/2020).

Menurut Ubadillah, partai harusnya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sudah mengeluarkan putusan larangan pecandu narkoba maju di Pilkada. Sebab, putusan Mahkamah itu sudah final, mengikat tidak dapat diganggu gugat. Dan putusan MK itu merupakan putusan moral politik karena narkoba merupakan kejahatan luar biasa dan merusak masa depan generasi bangsa.

 “Ya itu berbahaya sekali karena secara sistemik dia (narkoba) merusak generasi, makanya salah satu agenda penting pembangunan bangsa itu fokus pada Sumber Daya Manusia (SDM). Kalau SDM nya rusak akibat narkoba republik ini rusak. Kemudian kalau kepala daerah mengkonsumsi narkoba tentu ada kerusakan di dalam tubuh dan pikirannya. Jadi merusak saraf dan pikiran. kalau kepala daerah itu tidak sehat baik secara fisik dan psikis, dan nalar. Itu berisiko besar buat daerahnya, bisa salah mengambil kebijakan, bisa juga dia ketagihan lagi, dan itu tidak efektif memimpin daerah orang-orang yang pernah menyalahgunakan narkoba,” ujar Ubadillah saat dihubungi wartawan, Kamis (6/8/2020).

Menurutnya, partai politik harus konsisten mendukung upaya pemerintah memerangi narkoba. Salah satu cara yang dapat dilakukan partai dalam melawan narkoba, Ubadillah menegaskan, partai jangan sampai mengusung calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam penyalagunaan narkoba. Begitu juga penyelenggara Pemilu. KPU, menurutnya, bisa membuat aturan larangan bagi pecandu narkoba dengan berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

”Bahwa ptusuan MK itu juga berlaku untuk seluruh calon kepala daerah dalam  proses-proses pendaftaran. Jadi kalau bermasalah ya harus ditolak,” katanya.

Lebih jauh, Ubadillah mendorong partai politik dan KPU bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memverifikasi calon-calon kepala daerah yang bakal berlaga pada hajatan dan pesta demokrasi tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota ini. Hal itu sangat penting menelusuri jejak rekam seseorang yang ingin menjadi kepala daerah.

” Partai dan KPU saya kira perlu menggandeng BNN untuk menverifikasi apakah seseorang yang mau nyalon itu pernah terkait kasus narkoba atau hal-hal lain yang melanggar ketentuan yang ada. Jadi saya kira perlu kerjasama dengan kepolisian juga,” tandas Ubadillah.

Untuk diketahui,  Untuk diketahui, pada Desember 2019 lalu MK memutuskan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016. Putusan MK tersebut melarang pecandu narkoba maju di Pilkada.

Putusan Mahkamah ini berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Pasal tersebut adalah larangan bagi seseorang dengan catatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dan pemakai dan bandar narkoba dianggap perbuatan tercela.

MK menyebut pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, kecuali dengan alasan kesehatan si pemakai yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter. Selain pengguna dan bandar narkoba, perbuatan tercela dalam putusan Mahkamah tersebut juga termasuk judi, mabok dan berzina.

Komentar Anda

Berita Terkini