-->
    |

Lakukan Penganiayaan, Dosen Pascasarjana UINSA Layak Dihukum Berat

Faktanews.id - Polisi bergerak cepat memproses laporan kasus penganiayaan yang menimpa Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, DR Ahmad Nur Fuad. Selama kurang lebih dua jam, Kamis (13/8), Ahmad Nur Fuad menjalani pemeriksaan sebagai saksi korban di Unit Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya.

Korban didampingi tim penasihat hukumnya Ahmad Riyadh dkk. Korban dicecar sekitar 10 pertanyaan seputar kronologi aksi pemukulan yang dilakukan rekan koleganya sesama dosen pascasarjana di UINSA, DR Suis Qaim.

Usai pemeriksaan, korban yang didampingi penasihat hukumnya menuturkan jika ia dimintai keterangan terkait kronologi kejadian. Korban pun menceritakan dugaan penganiayaan yang ia alami pada Senin (9/8) pagi itu.

Saat itu, ia tiba-tiba didatangi oleh terlapor. "Saya sebelumnya tidak ada dendam. Semua awalnya karena rencana yang saya bicarakan dengan mahasiswa. Meskipun nantinya akan didiskusikan dengan S (terlapor Suis Qaim, Red), namun yang bersangkutan tetap tidak terima dan memukul saya sekitar lima kali," ujarnya.

Korban mengaku memang tidak sampai mengalami luka. Namun, bagian kiri wajahnya masih sakit hingga sekarang. Ia dipukul dengan posisi masih duduk di kursinya menghadap komputer, sementara terlapor berdiri di depannya.

"Sampai sekarang masih sakit jika dipegang," ungkapnya seraya meringis menahan sakit.

Keterangan ini tentu berbeda dengan penjelasan pelaku Suis Qaim yang menganggap pemukulan yang dilakukannya beberapa kali dengan tangan kosong ke kepala korban hanya sekadar guyon dan biasa dilakukan di antara kolega kampus.

"Itu hanya miss komunikasi saja, 90 persen laporan itu salah, 10 persennya saja benar. Ya biasa itu kadang-kadang guyon sampai emosi dikit terus misuh itu mosok tukaran, kan gak sampai mengkhianati teman," ungkapnya.

Sementara itu, Ahmad Riyadh yang didampingi penasihat hukum lain yang ikut membela korban mengaku jika pemeriksaan ini baru panggilan awal dari kepolisian.

Ia menegaskan bahwa dirinya dan teman-temannya bersedia menjadi penasihat hukum korban karena tidak mau kampus atau universitas sebagai institusi tempat belajar bukannya mengedepankan otak tapi otot. Ia tidak mau dunia pendidikan tercoreng dengan aksi ini.

Karena itu pelaku harus dibawa ke pengadialan agar jera dan tidak mengulangi perbuatannya. "Kami lakukan upaya hukum ini agar ada efek jera dan tidak ada lagi kejadian yang sama di kemudian hari, " katanya.

Riyadh menegaskan bahwa kejadian penganiayaan ini tidak bisa dibenarkan terjadi di institusi pendidikan setingkat kampus. Karena itu harus diproses hukum dan pelaku ditindak tegas.

“Kami minta pertanggungjawaban secara pidana kepada terlapor. Sebab kejadian ini di area akademik, dan bisa merusak citra akademik itu sendiri,” tegasnya.

Apalagi antara pelaku dan korban sama-sama pimpinan di pascasarjana UINSA dan bergelar doktor. Seyogyanya ada penindakan etika terhadap aksi kekerasan yang dilakukan oleh pelaku dari pihak kampus, selain penindakan pidana di jalur hukum. (RTH)

Komentar Anda

Berita Terkini