-->
    |

Harga Kopi Merosot, Petani Kopi Di Kabupaten Ngada Menjerit

Faktanews.id - Para petani kopi di Kabupaten Ngada mengeluhkan anjloknya harga biji kopi gelondongan merah dari Rp 7.000 menjadi Rp 4.000 per kilogram (kg) atau turun Rp 3.000 per kg.

Anjloknya harga gelondongan merahini berimbas pada harga HS Basah yang semula Rp 15.000 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.

Kepada FaktaNews.Id, jumat (14/08/2020) Maria Anjelina Anu, warga Desa Sobo, Kecamatan Golewa Barat, Kabupaten Ngada yang juga petani kopi mengakui kalau saat ini petani di Golewa Barat mengeluhkan harga kopi yang terus menurun. Tidak hanya itu stok buah kopi yang ada pun terus menipis.

Dengan harga yang turun itu, menurut Anjelina tidak sebanding dengan biaya operasional untuk memetik kopi, pengangkutan juga proses pengolahan. Apalagi untuk mencari kopi yang berkualitas harus benar-benar dipilih biji kopi yang bagus dan sebagainya.

Saat ini harga kopi turun jauh dari sebelumnya, makanya hampir semua petani kopi mengeluh. Untuk itu kita meminta dan berharap kepada pemerintah untuk dapat memperhatikan harga kopi,” kata Anjelina.

Sementara itu, Andreas Dolu yang juga petani kopi mengungkapkan, "selain harga yang murah, saat ini hasil produksi yang tidak terlalu banyak membuat petani kopi di Kecamatan Golewa Barat terus menjerit. Di Kecamatan Golewa Barat sendiri tidak sedikit petani kopi yang sudah beralih dari menanam kopi kini menanam tanaman holtikultura. Untuk itu sangat diharapkan kepada pemerintah dapat memperhatikan harga kopi saat ini agar petani bisa sejahtera.

Secara terpisah, Pendiri brand kopi "Bajawa Coffee Arabica *ATA GAE*", Maria Stefania Watu, yang aktif di LSM Kopi seperti Lutheran World Relief (LWR) mengatakan, merosotnya harga kopi karena berbagai hal, salah satunya dampak wabah pandemi covid, sehingga permintaan buyer baik dari dalam negeri maupun luar negeri tidak signifikan.

Stefania juga mensalkan harga kopi yang tidak satu pintu di Kabupaten Ngada, sehingga perusahaan besar mudah memainkan harga dengan alasan cita rasa.

"Kenapa saya bilang tidak satu pintu, karena di bajawa itu masing-masing mempunyai sistem pemasaran yang berbeda, dan yang penting barangnya laku tanpa harus mengutamakan budi daya serta pengolahan yang dapat menghasilkan cita rasa yang bagus," tegas Stefania. (Inno)

Komentar Anda

Berita Terkini