-->
    |

Diskusi PGK, Yudi Latif: Negara Yang Tidak Miliki Ketahanan Budaya Sulit Keluar dari Krisis Di Tengah Pandemi

Faktanews.id - Cendikiawan Yudi Latif memaparkan tentang keberhasilan sejumlah negara yang berhasil mengatasi krisis akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, keberhasilan sejumlah negara tersebut karena mereka memiliki ketahanan budaya.

"Kita lihat covid ini meskipun virusnya sama, meskipun ada varian-varian virus dari corona ini, meskipun namanya sama, covid penyakitnya, virusnya, tapi dampaknya ke berbagai negara itu beda-beda. Ada negara yang parah banget, ada negara yang cepat rcovery. Apa yang membedakan, coba kita perhatikan, jarak dari Wuha (China) itu ke nagara-negara Asia timur begitu dekat, Taiwan survive, cepat. Korea pulih cepat, Jepang punya kemampuan begitu cepat," katanya.

Hal tersebut disampaikan Yudi saat menjadi pembicara webinar bertajuk "Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Agama dan Kebudayaan", Selasa (7/7/2020) malam.  Pembicara webinar yang diinisiasi DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) juga adalah Guru Besar UIN Jakarta Azyumardi Azra, Cendikiawan Daniel Dhakidae, dan Budayawan Radhar Panca Dahana. Sementara itu, yang memandu jalannya Webinar adalah Ketua Umum PGK Bursah Zarnubi.

Sementara itu, jarak ribual mil dari Wuhan ke Benua Amerika, menyebabkan Amerika Serikat tidak bisa keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19. Negara yang dipimpin Donald Trump ini terseok-seok melawan pandemi Covid-19 hingga saat ini. Belum ada indikasi negara adikuasa tersebut keluar dari krisis. Padahal pemerintah negeri Paman Sam ini sudah melakukan banyak hal untuk keluar dari krisis. Menurut Yudi, negara-negara yang tidak memiliki ketahanan budaya sulit menghadapi krisis.

"Satu hal yang bisa kita identifikasi bahwa negara-negara yang punya ketahanan budaya dalam hal ini national identity akurat itu memiliki kesanggupan untuk menghadapi krisis, jauh lebih efektif ketimbang negara yang identitas nasionalnya yang sedang bermasalah.  Kita lihat misalnya Jepang, Korsel, Taiwan, Vietnam, New Zeland, Jerman. Negara-negara dengan national identity nya yang kuat itu mampu mengatasi ancaman krisis secara lebih efektif," katanya.

Disebutkan Yudi, para psikolog sudah mengatakan bahwa setiap orang berbeda-beda kemampuannya menghadapi krisis. Begitu juga negara. Menurutnya, jika misalnya krisisnya sama, baik dari segi tekanananya maupun presurernya terhadap orang yang berbeda melahirkan dampak yang berbeda pula. Namun, kata dia, dalam psikologi hal itu sangat tergantung pada ego strength buatan jadi diri seseorang.

"Jadi kemampuan orang punya moral perfect, kepercayaan diri, punya ketahanan dalam presure, kemudian tidak cepat patah ya. Itu ego strength yang mempengaruhi orang dialam menghadapi krisis. Nah ego strength dalam koteks kedirian kolektif, kolektifitas kayak bangsa juga kayak semacam kedirian. Ego strength dalam kedirian kolektif harus bergerak dengan nastional identity," sebut Yudi

Yudi menjelaskan untuk menghadapi krisis perlu dibangun identitas nasional. Jika identitas nasional sudah dibangun dan menjadi kebanggaan bersama, Yudi meyakini, negara-negara tersebut, termasuk Indonesia, dapat melewati berbagai macam tantangan.

"Ini dibangun antara lain dibangun oleh adanya share aksperience, kebertautan secara yang sama. Ada share velues, tapi yang paling penting namanya share pride atau kebanggaan yang sama. Jadi negara-negara national dignity, kebanggaan nasional yang kuat itu biasanya jauh lebih memiliki ketahanan menghadapi berbagai cobaan. Kita lihat msialnya Jepang dan Jerman sudah berkali-kali jatuh, berkali-kali dia dihadapi krisis tapi selalu dia bisa bangkit cepat dan memimpin dunia, gitu. Lita lihat kalau negara itu yang identity nasionalnya sedang rapuh negara adidaya kayak Amerika saja tidak berkutik di dahadapan corona ini," jelas Yudi.

Selain itu, Yudi yang juga mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyampaikan, pendemi Covid-19 harus dijadikan pelajaran yang cukup berharga untuk membangun indentitas nasional secara kolektif. Disampaikan Yudi, dibalik musibah maupun krisis  selalu ada pelajaran dan hikmah sekaligus ancaman.

"Tapi ada peluang bagi mereka yang mau belajar. Persoalannya kita ini kan boro-boro di masa krisis, di masa biasa juga enggak bisa belajar. Apa yang bisa kita pelajari dari krisis ini. Kalau di dalam kitab suci Al-quran dijelaskan bahwa di balik kesulitan itu selalu ada kabar gembira. Sekarang apa yang bisa kita petik pelajaran dari Covid ini," tutup Yudi. (FKT)
Komentar Anda

Berita Terkini