-->
    |

Perintah Mahfud MD ke Jaksa Agung untuk Tangkap Joko Tjandra Disebut Tidak Ampuh

Faktanews.id - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai perintah Menko Polhukam Mahfud MD kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menangkap buronan kelas kakap Joko Tjandra tidak ampuh. Betapa tidak, dua minggu setelah Mahfud memerintahkan Jaksa Agung itu, Joko Tjandra bukannya tertangkap.

Sebaliknya, buronan kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali itu malah bisa bepergian dari satu kota ke kota lain setelah mendapatkan surat sakti dari Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo untuk bepergian ke Pontianak, Kalimantan Barat.

"Perintah pak Mahfudz MD sama sekali tidak ampuh di lapangan. Dalam situasi dan kultur seperti ini, maka hajat pak Mahfudz MD untuk membentuk gugus tugas anti korupsi itu akan berujung anti klimaks," ujar Ray dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/7/2020).

Menurut Ray, sebagai Menkopolhukam Mahfud MD harus terlebih dahulu membentuk karakter dan kultur anti korupsi di lingkungan aparat penegak hukum. Tanpa dua hal ini, lanjut Ray, akan sia-sia membentuk lembaga apapun namanya yang berkaitan dengan gerakan anti korupsi.

Seturut dengan itu, Menkopolhukam harus mendorong adanya sanksi yang berat kepada para pelaku. Tentu saja tidak cukup dengan hanya sementara tanpa pekerjaan (non job), lebih dari itu sanksi pemecatan bahkan pidana harus juga disertakan. Sebab, pelakunya adalah aparat penegak hukum sendiri. Maka sanksinya bisa dua kali lebih berat dari warga biasa," tandas Ray.

Lebih lanjut, Ray mendorong Komisi III DPR sebagai mitra kerja kepolisian, juga harus melakukan hal yang sama. Sikap mereka yang terlihat santun dalam menghadapi kasus ini seperti memberi kesan bahwa mereka memang tidak memiliki keinginan mendorong agar aparat penegak hukum benar-benar memiliki sikap anti korupsi. Sikap Komisi III terhadap kasus ini juga memperlihatkan sikap berbeda jika seandainya yang melakukan tindakan ini adalah KPK. Tak ada teriakan agar UU Kopolisian misalnya untuk segera direvisi. Tak ada anggota Komisi III yang secara terbuka membuat pernyataan keras atas kejadian tersebut.

"Ambiguitas DPR yang seperti santun terhadap institusi penegak hukum di luar KPK, seharusnya juga diakhiri. Sudah banyak momen yang terlawatkan yang sejatinya bisa jadi acuan dan dasar untuk melakukan reformasi institusi penegak hukum. Tapi semua momen itu seperti lewat dan berlalu begitu saja. Komisi III hanya berminat 'menguliti' KPK dan seperti melupakan berbagai masalah di institusi penegak hukum lainnya," kata Ray.


Ray juta mengingatkan soal revisi UU KPK. Disebutkan Ray, recvisi UU KPK tersebut sebenarnya terlalu dipaksakan, sehigga lembaga anti rasuah tersebut dibikin tak berkutik atau mati suri sebelum adanya reformasi institusi penegak hukum yang lain. Akibatnya, tidak perlu menunggu tahun, berbagai upaya pemberantasan korupsi bolong di sana sini. KPK kehilangan taji, institusi lain tak jua berbenah menuju institusi yang menjadi garda terdepan gerakan anti korupsi.

"Semua peristiwa ini semoga juga memberi ingatakan kepada presiden bahwa ada lubang besar yang ditinggalkannya dalam 10 tahun kekuasaannya. Infrastruktur bisa diruntuhkan dan dibangun dalam hitungan waktu. Tapi membangun watak dan sikap anti korupsi butuh waktu yang cukup panjang. Dalam kurun 15 tahun terakhir, berbagai upaya telah kita lakukan untuk menjadikan gerakan anti korupsi sebagai gerakan kebangsaan. Tapi tiba di era kedua kekuasaan Pak Jokowi, semua upaya itu seolah surut kembali ke belakang. Ada pelarian negara yang malah dilayani baik aparat negara. Ini kebiasaan lama yang terulang di masa kedua dari kekuasaan pak Jokowi. Membangun karakter anti korupsi itu sama pentingnya, atau bahkan mungkin jauh lebih penting, dari membangun infrastruktur bangsa. Pembangunan Ruhani bangsa ini akan berdimensi panjang. Sementara pembangunan fisik itu berhitung tanggal. Semoga kejadian ini menarik lagi perhatian presiden untuk peduli pada reformasi kepolisian dan kejaksaan," tutup Ray. (MMA)

Komentar Anda

Berita Terkini