-->
    |

GMNI Tolak Eks Pecandu Narkoba Jadi Calon Kepala Daerah

Faktanews.id - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menolak mantan pecandu narkoba menjadi calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020 mendatang.

"Sepakat (GMI menolak mantan pecandu narkoba) karena hakikatnya sepakat karena secara dasar itu sangat bagus," ujar Ketua Umum GMNI Arjuna P. Aldino saat dihubungi, Jumat (10/9/2020).

Menurut Arjuna, memang berbahaya kalau mantan pecandu narkoba kelak terpilih sebagai kepala daerah. Sebab, selain berpotensi menggunakan kembali obat-obatan terlarang itu, otak eks pemakai narkoba tersebut juga sudah tidak normal lagi 100 persen.

"Bahaya narkoba ini bisa menghilangkan kesadaran manusia. Kecanduan ini berbahaya karena orang ini terkurung dalam keasyikannya sendiri, kayak labirin. Narkoba ini kan membuat orang segalanya, bahkan semakin tidak sadar. Yang paling berbahaya itu mengurangi kerja otak, dan ini mengurangi kapasitas seseorang untuk bekerja. Itu yang memang berbahaya menurut saya," katanya.

Lebih lanjut, Arjuna menegaskan bahwa selama ini GMNI memang getol melakukan sosialisasi bahaya narkoba kepada masyarakat. GMNI tak ingin generasi muda bangsa ini terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

"Kalau di Cabang-Cabang teman-teman bekerja sama dengan BNN untuk mensosiliasikan anti narkoba. Kalau kita pendekatannya prefentif bagaimna orang mengerti cabang-cabang narkoba ini. Ini untuk kesehatan dan kebaikan bersama," tukasnya.

Arjuna lantas meminta diperkuat instrumen penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu. Begitu juga dengan Partai Politik. Hal ini untuk mecegah mantan pengguna barang haram tersebut menjadi calon kepala daerah.

"Makanya instrumennya itu perlu diperkuat bagaimana cara menverifikasinya yang valid. Partai politik bisalah membuat instrumen itu misalnya tes urien, ataupun memverifikasi data rekam jejak kasus di kepolisian apakah (calon kepala daerah) ini pernah terlibat (narkoba) atau tidak," katanya.

GMNI, Arjuna menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pecandu, pengedar dan narkoba maju di Pilkada.

"Kalau saya sepakat kalau memang putusan MK kerena bagaimana calon rekam jejaknya itu bersih. Tapi yang perlu dipikirkan lagi itu instrumen verifikasi dengan valid di KPU dan Partai politik. Menurut saya tantangannya itu mengaplikasikannya. KPU harus menyiapkan instrumen yang valid dan partai," tambah Arjuna.

Untuk diketahui, larangan pecandu narkoba maju di pilkada yang diputuskan oleh M berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Pasal tersebut adalah larangan bagi seseorang dengan catatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dan pemakai dan bandar narkoba dianggap perbuatan tercela. MK menyebut pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, kecuali dengan alasan kesehatan si pemakai yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter. Selain pengguna dan bandar narkoba, perbuatan tercela dalam putusan Mahkamah tersebut juga termasuk judi, mabok dan berzina. (RTH)


Komentar Anda

Berita Terkini