-->
    |

IPW Soroti Fenomena TNI-Polri Rangkap Jabatan di Kementerian Dan BUMN

Faktanews.id - Indonesian Police Watch (IPW) menyoroti fenomena rangkap jabatan TNI-Polri diposisi sipil Kementerian atau Lembaga. Ketua Presidium IPW, Neta S Pane mengatakan, fenomena rangkap jabatan oleh TNI-Polri aktif di posisi sipil makin menggelisahkan aparatur sipil negara.

"Selain menjadi komisaris, setidaknya ada tiga jenderal polisi aktif duduk di kementerian," ujar Neta dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/6/2020).

Menurut Neta, IPW mendesak ketiga jenderal aktif tersebut segera pensiun atau melepas jabatan di Kementerian maupun komisaris di BUMN. IPW berharap Presiden Jokowi dan kabinetnya jangan mengulang kebobrokan rezim Orde Baru dan bertingkah seenaknya melanggar UU.

Menurut Neta, soal rangkap jabatan ini telah diatur di UU TNI Nomor 34/2004. Misalnya di pasal  47 ayat 1 menyebutkan, prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keperajuritan. Berkaitan dengan itu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 yang melarang TNI dan Polri duduk di jabatan pimpinan tinggi (JPT) aparatur sipil negara (ASN).

"IPW berharap pejabat TNI-Polri bisa taat UU," tandas Neta.

Disebutkan Neta, Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 juga menyebutkan bahwa polisi tidak boleh merangkap jabatan di luar tugas-tugas kepolisian, apalagi jika anggota polisi itu masih jenderal aktif. Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan, “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian".

"IPW menilai Menkumham Yasonna Laoly dan Menteri Kelautan dan Perikanan sudah menabrak UU ini. Sebab keduanya mengangkat perwira Polri aktif menjadi pejabat di kementeriannya. Perwira tinggi Polri itu tak mundur dari institusinya dan dibiarkan tidak beralih status menjadi ASN. Mereka adalah Komjen Andap Budhi Revianto yang diangkat menjadi Inspektur Jenderal Kemenkumham yang masa aktifnya di Polri masih lima tahun lagi. Irjen Reinhard Silitonga yang diangkat menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan yang masa pensiunnya di Polri masih sangat panjang, yakni enam tahun lagi. Sementara Komjen Antam Novambar yang diangkat sbg plt Sekjen KPP masa pensiunnya tinggal lima bulan lagi. Langkah kedua menteri itu tentu akan membuat ASN prustrasi. Seolah alumni Akpol adalah warga negara kelas satu. Menkumham dan Jokowi yang membiarkan hal ini seakan hendak kembali ke era Orba," sebut Neta.

Neta menambahkan di era Orba cukup banyak pejabat militer yang menduduki posisi jabatan sipil maupun rangkap jabatan. Era ini yang dikenal sebagai dwifungsi ABRI. Saat Orba tumbang rakyat mempermasalah soal dwifungsi dan rangkap jabatan militer ini. Sehingga di awal reformasi dwifungsi dan rangkap jabatan ini dihilangkan. Namun di era Presiden Jokowi, rangkap jabatan dan dwifungsi ini muncul lagi dgn gaya baru. Jokowi memberi peran yang cukup besar pada kalangan kepolisian, sehingga muncul istilah dwifungsi polri. Selain menjadi menteri dan komisaris, cukup banyak posisi sipil yg dipegang jenderal polisi.

"Jika Soeharto memanjakan militer, maka Jokowi sangat memanjakan jenderal polisi. Sepertinya strategi dwifungsi ini adalah strategi balas jasa. Jika Soeharto balas jasa ke kalangan militer, Jokowi melakukan balas jasa ke kalangan Polri," katanya

"Jokowi boleh saja menerapkan politik balas jasa seperti Soeharto, tapi tetap harus patuh dengan UU. Untuk itu jenderal polisi yang menjadi menteri ataupun komisaris BUMN harus mundur dari Polri, seperti yang diamanatkan UU dan mereka jangan mau seenaknya saja di negeri demokrasi ini," katanya.
Komentar Anda

Berita Terkini