-->
    |

Empat Hal Yang Perlu Diperhatikan Setelah Perppu Pilkada Terbit

Faktanews.id - Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow memaparkan beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait pelaksanaan Pilkada  Serentak 2020 mendatang.

Hal tersebut disampaikan Jeirry dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/5/2020) menanggapi Perrpu No. 2/2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU.

Pertama, perlu mendapatkan perhatian soal partisipasi pemilih. Jeirry melihat dampak Pandemi ini akan sampai akhir tahun ini. Sehingga dapat diartikan bahwa suasana psikologi sosial rakyat masih akan terpengaruh Covid-19. Paling tidak trauma masih ada. Dan ini dikuatirkan akan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi pemilih.

"Artinya partisipasi diprediski akan menurun. Soal ini perlu dicermati betul oleh penyelenggara pemilu untuk mencari solusi yang terbaik agar partisipasi pemilih tidak anjlok," katanya.

Kedua, ada kerawanan program penanganan Pandemi Covid-19 ini, khusus dalam bentuk bantuan sosial kepada rakyat korban dan terdampak, digunakan untuk kepentingan politik petahana dalam Pilkada nanti. Hal seperti ini sudah sering terjadi di masa lalu dan karena itu dilarang. Apalagi bantuan sosial adalah jenis program yang paling mudah menarik simpati rakyat. Karena itu, untuk mengurangi kerawanan itu, ada baiknya jika model penyaluran bantuan sosial diganti dalam bentuk uang dan disalurkan melalui rekening bank.

"ni bisa.menutup ruang pertemuan langsung antara petahana dan pemilih. Dengan sendirinya,bhal ini juga bisa mengurangi kemungkinan pencitraan petahana yang turun langsung ketemu pemilih dalam membagikan bantuan sosial itu," papar Jeirry.

Ketiga, kewenangan Kepala Daerah dalam pengalihan dana APBD untuk penanganan Pandemi Covid-19 juga menimbulkan kerawanan disalahgunakan atau dikorupsi. Juga bisa dialihkan untuk kegiatan yang bisa menjadi ajang pencitraan kepada petahana. Begitu juga, belanja alat kesehatan, obat-obatan dan bahan-bahan bantuan bisa dikorupsi jika tidak diawasi dan dilaporkan secara transparan ke publik.

"Karena itu, memang perlu pengawasan ketat dari parlemen setempat. Dan publik harus kritis terhadap apa yang dilakukan kepala daerah di masa Pagebluk ini," pungkasnya

Keempat, pendanaan Pilkada juga harus ditinjau kembali. Sebab apakah dana yang tersisa masih cukup memadai untuk menjalankan sisa tahapan? Kalau tidak, masihkah ada dana untuk setiap daerah untuk penambahan? Mengingat anggaran di daerah juga sudah dialihkan semua untuk penanganan Pandemi ini.

"Hal itu perlu mendapatkan perhatian agar tak mengganggu kelancaran proses dan kualitas Pilkada. Karena itu, segera perlu ada koordinasi antara Pemerintah Daerah dan Penyelenggara Pemilu untuk membicarakannya," papar dia.

Jeirry juga menjelaskan tentang Perppu No.1/2020 yang sudah dikeluarkan oleh Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020 lalu.

"Perppu ini secara ringkas berkaitan dengan penundaan Pilkada Serentak Tahun 2020. Tentu ini harus disambut dengan gembira. Perppu ini telah cukup lama ditunggu untuk menjadi dasar penundaan Pilkada Serentak 2020 yang beberapa waktu ini menjadi polemik dan tak ada kepastian. Sebab tahapannya terhenti akibat Pandemi Covid-19," katanya.

Pada dasarnya, menurut dia, Perppu tersebut hanya mengatur satu hal, yaitu: penundaan waktu pemungutan suara Pilkada Serentak 2020, yang sedianya akan dilaksanakan September, diundur ke Desember 2020. Namun, jika nanti terjadi bencana "nonalam" lagi maka bisa ditunda lagi. Itulah yang diatur dalam Pasal 201A.

"Sejak awal Perppu No.1/2020 ini diharapkan banyak kalangan bisa menjadi jalan keluar dari ketidakpastian yang terjadi akibat Pandemi Covid-19. Dan juga mengakhiri polemik berkepanjangan tentang kapan pastinya Pilkada Serentak 2020 ini dilaksanakan setelah terhenti beberapa waktu. Sayangnya, kepastian itu tak muncul. Sebab, ternyata masih saja akan tergantung dari kapan persisnya Pandemi Covid-19 ini berhenti. Atau sejauh mana Pemerintah mampu menyelesaikan wabah Corona ini. Jadi masih belum ada waktu yang pasti," tukasnya

Disebutkan Jeirry, dalam Perppu tersebut memang telah ditegaskan bahwa waktu pelaksanaan pungut-hitung Pilkada Serentak diundur pada Bulan Desember 2020. Namun, itu dengan catatan Pandemi Covid-19 ini bisa kita selesaikan pada akhir Mei ini. Agar tahapan yang tertunda bisa dimulai pada awal Juni. Jika tidak selesai, maka bisa ditunda kembali.

"Ini memang skenario optimis yang dipilih Pemerintah dari 3 opsi yang ditawarkan KPU. Dan semua rakyat Indonesia juga berharap demikian, agar Pandemi ini cepat usai. Tapi berdasarkan prediksi para ahli, kemungkinan Pandemi Covid-19 ini masih akan berlangsung lebih dari Bulan Juni. Belum lagi jika kita menghitung dampaknya. Prediksinya bisa sampai akhir tahun ini," katanya.

Perppu tersebut, Jeirry menjelaskan pada akhirnya belum bisa menyelesaikan persoalan kepastian pelaksanaan Pilkadanya. Maka pertanyaan pentingnya adalah mengapa tidak ditunda setahun ke September 2021? Agar semua pihak bisa lebih pasti dan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan. Mengapa harus tetap dipaksakan tahun ini?

"Jadi Perppu ini masih bersifat setengah hati, sebab masih terkesan coba-coba. Ibaratnya begini: "coba dulu tunda Bulan Desember 2020, tapi jika Pandemi ini masih lanjut, nanti kita tunda lagi." Belum ada kepastian," tambahnya.

"Bagaimana pun situasinya nanti Perppu sudah keluar. Karena itu, mau tak mau kita harus mempersiapkan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ini di Bulan Desember nanti. Kita berharap Pagebluk ini tak lagi berkepanjangan agar rencana penundaan yang diatur Perppu ini bisa kita laksanakan secara maksimal. Namun, perlu dikemukakan beberapa catatan yang perlu mendapatkan perhatian," tutup Jeirry. (RF)


Komentar Anda

Berita Terkini