-->
    |

Bappenas Dan KAHMI Diskusikan Strategi Penanganan Ekonomi, Kesehatan dan Pangan Di Tengah Corona

Faktanews.id - Fokus penanganan ekonomi, kesehatan serta pangan harus menjadi prioritas utama oleh pemerintah. Selain jaring pengaman sosial untuk pandemi virus Covid-19, pemerintah juga sebaiknya focus pada kesehatan nasional dan memperbaiki mata rantai distribusi pangan nasional.

Hal itu menjadi tema yang dibicarakan dalam Talkshow KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) kerjasama dengan Suropati Syndicate yang digelar secara virtual, Minggu (11/5/2020) malam.

Diskusi yang mengangkat tema Pengelolaan Sosial Ekonomi Pandemi Covid-19 dihadiri oleh Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa, Ekonom yang juga Staf Khusus Presiden Arif Budimanta, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika, Rektor IPB Arif Satria, pendiri Suropati Syndicate Arief Rosyid dan beberapa tokoh dari KAHMI.

Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa membuka diskusi dengan memberikan paparannnya kepada sekitar 115 peserta yang bergabung dalam zoom meeting tersebut. Ia menyebutkan Pandemi Covid 19 memang telah menjadi alarm untuk mereformasi dan memperbaiki tata kelola sistem kesehatan nasional.

“Hal yang ingin saya ingatkan pada kita semua bahwa Covid-19 menjadi pembelajaran bagi kita, semacam wake up call sistem kesehatan nasional kita yang ternyata perlu disusun kembali. Reformasi kesehatan kita akan dimulai dari tingkat paling dasar yakni puskesmas. Seperti kita ketahui masih banyak puskesmas yang masih kekurangan alat medis dan tenaga kerja,” jelasnya.

Kementerian Bappenas pun menurutnya akan menambahkan penguatan sektor kesehatan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021. Sambil tetap berfokus pada pemulihan ekonomi dan pengobatan kepada penyakit lainnya.

“Karena itu Bappenas mengusulkan kepada presiden untuk mengubah tema rencana kerja pemerintah 2021 menjadi pemulihan dan reformasi salah satuya reformasi sistem kesehatan nasional,” ujarnya.

Terkait penanganan ekonomi nasional di masa pandemi, Suharso mengatakan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo perlu penguatan terhadap berbagai bantuan terhadap masyarakat yang terdampak.

“Saat ini kita punya dua instrumen perlindungan sosial yang sifatnya permanen pertama program PKH dan kedua bantuan sembako. PKH itu kelompok sasarannya sebanyak 8,9 juta jiwa dan kini dibulatkan menjadi 10 juta orang menyasar kelompok miskin. Kedua program bantuan sembako dengan kelompok sasaran sekitar 15,2 juta dengan bantuan dana 150 ribu per bulan. Namun, dengan adanya covid ini penerima dinaikkan menjadi 20 juta jiwa dengan jumlah dananya 250 ribu lalu, begitupun dengan orang-orang yang kehilangan pekerjaan ada kartu Prakerja, program bantuan presiden dan lain-lain," tambahnya.

Selain wabah Covid-19, menurut Suharso, Pemerintah Indonesia ke depan masih terus berusaha untuk menurukan angka penderita penyakit Seperti Tuberculosis (TB), malaria, dan kusta, serta penyakit paru pneumonia yang menjadi penyakit bawaan untuk pasien Covid-19.

Fokus di Sektor Riil

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Ahmad Erani mengatakan, selain kesehatan, pemerintah harus benar-benar memperhatikan penanganan ekonomi di sector riil agar masyarakat kecil bisa terselamatkan.

Menurutnya sector riil yang menghadapi masalah paling serius. Terdapat sekitar 150 juta rakyat Indonesia yang bergantung pada sector tersebut.

“Pada sektor sektor riil ini ada persoalan yang sangat serius karena dalam banyak hal masyarakat rentan yang banyak dibahas (diskusi talkshow), terkait dengan isu ini. Jadi ada sekitar 25 Juta penduduk yang betul-betul berada di bawah garis kemiskinan ada sekitar 100 juta yang di atas garis kemiskinan yang rentan. Ada 7 juta yang pengangguran terbuka ada 8 juta yang setengah menganggur dan ada 28 juta yang tergolong pekerja paruh waktu. Secara keseluruhan ada 150 juta rakyat dan sebagian dari itu sekarang terganggu ekonominya dalam tingkat yang amat parah untuk sebagian besar karena ada PHK, sektor informal tutup dan seterusnya,” ujarnya.

Menurut Erani Jalur pemulihan ekonomi untuk sector riil ini akan lebih sulit dan memerlukan waktu yang sangat lama. Jika dibiarkan dan bahkan jika pandemi ini tidak mereda hingga di akhir tahun, ia memprediksi situasi ekonomi akan kembali seperti di tahun 2010 lalu.

“Kemungkinan kita akan kembali situasi 10 tahun yang lalu di mana angka kemiskinan bisa sampai menembus angka 12 sampai 12,5 persen dengan angka pengangguran mungkin akan bisa naik lagi pada level 7%,” ujarnya.

Meski demikian Erani optimis, jika pemerintah mampu mengelola keseluruhan makro ekonomi dan beberapa sector yang bisa menjadi solusi untuk pemulihan ekonomi secara cepat. Maka kondisi ekonomi Indonesia bisa segera pulih dan tidak terlalu “jatuh” seperti negara lain.

“Saya yakin dalam beberapa hal kita diuntungkan karena struktur ekonomi kita tidak banyak tergantung dari luar negeri Karena 56% ditopang oleh konsumsi rumah tangga Kemudian 32% oleh investasi itu bagian dari yang membuat ekonomi kita itu dalam beberapa hal mengenai ketahanan lebih baik dibandingkan negara lain seperti Malaysia, Thailand atau bahkan Singapura,” jelasnya.

Sementara itu Rektor IPB, Arif Satria mengungkapkan point penting dan mendesak sekarang di bidang pangan ialah soal penanganan distribusi logistik. Menurutnya di masa panen bulan Mei-Juni dengan adanya PSBB, social distancing mengakibatkan problem distribusi yang sangat serius.

“Dampak yang terjadi ini bukan soal surplus makan sampai Juni tapi kesiapan kita memproduksi pangan paska bulan Agustus. Apabila kita bisa mengantisipasi problem di tingkat desa di bulan ini, maka relatif lebih mudah mengantisipasi produksi pangan pada bulan Agustus nanti. Sebab diprediksi sampai Juni dan agustus delapan komoditi masih aman meskipun problemnya defisit antar provinsi karena pak Jokowi sampaikan ada provinsi surplus ada yang defisit ini pemerataan distibusi menjadi krusial sekali sekarang untuk diseleseaikan,” jelasnya.
Komentar Anda

Berita Terkini