-->
    |

Presiden Pemuda Asia-Afrika: Indonesia Tak Boleh Kehilangan Arah Di Tengah Pandemi Covid-19

(Beni Pramula)
Faktanews.id - Indonesia tengah dilanda pandemik wabah virus Corona dan pemerintah sudah menetapkan virus Covid-19 ini sebagai bencana nasional non alam.

Presiden Pemuda Asia-Afrika Beni Pramula mengatakan wabah corona yang sudah menyebar ke 34 Provinsi di Indonesia ini akan ditemukan cara penanganannya. Beni meminta masyarakat tidak cemas, khawatir dan takut menghadapi virus mematikan manusia ini.

"Ditengah wabah pandemi ini bangsa Indonesia tidak boleh kehilangan arah, juga tanpa harus khawatir kehilangan kesinambungan untuk menemukan jalan baru menuntun negeri keluar dari jeratan virus berantai," ujar Beni dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/4/2020).

Menurut Beni, harus dibangun rasa optimisme bahwa Indonesia akan memenangi pertarungan melawan Covid-19. Menurut dia, semangat negara yang dihuni sekitar 260 juta lebih ini tak boleh padam karena Indonesia akan lebih cerah, lebih adil, lebih bermartabat dan manusiawi, kendati virus covid-19 sudah memakan ratusan jiwa manusia di negara ini.

 "Hingga tanggal 20 April 2020 jumlah kasus positif di Indonesia berjumlah 6.760 kasus dengan jumlah korban meninggal sebanyak 590 orang," tukas Beni.

Menurut Beni, angka kasus covid di negara ini mengkhawatirkan, sebab, Menurut dia, seperti dilansir dari South China Morning Post, para ahli yang memodelkan wabah di Indonesia memperingatkan bahwa Indonesia akan menuju jalan yang sama dengan Italia, yang gagal menerapkan langkah-langkah secara cepat untuk mengisolasi daerah yang terdampak dan membatasi pergerakan populasi. Per tanggal 17 April 2020, Italia melaporkan lebih dari 165.000 kasus dengan angka kematian sebesar 21.600 orang. Angka kematian ini merupakan jumlah kematian tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat yang berjumlah 30.985 korban jiwa.

"Efek domino dari Covid19 bagi Indonesia dikhawatirkan bisa lebih parah, hal ini dapat dilihat dari ungkapan penasihat gugus tugas COVID-19 pemerintah, Wiku Adisasmito yang memperkirakan Pandemi ini mungkin akan memuncak pada angka 95.000 kasus antara awal Mei hingga awal Juni. Model lain diungkapkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang memperingatkan akan ada lebih dari 140.000 kematian dan 1,5 juta kasus di seluruh negeri pada Mei kecuali pemerintah mengambil tindakan lebih keras," katanya.

Pandemi Corona benar-benar membuat seluruh dunia ikut terkena imbasnya. Bahkan, negera superpower seperti Amerika serikat, disebut Beni, telah menggelontorkan belanja publik sebesar 11% dari PDB. Negeri Jiran seperti Malaysia sebesar 10%, dan Singapura 10,9%. Adapun negara maju seperti Jepang dan Jerman menganggarkan masing-masing antara 19% dan 20% dari PDB.

"Untuk Indonesia sendiri, sampai saat ini masih menganggarkan Rp 436,1 triliun atau 2,5% PDB. Pandemi Covid19 saat ini memaksa seluruh negara untuk memikirkan peningkatan belanja publik, peningkatan daya beli, stimulus fiskal, relaksasi pajak, serta social safety net," tandas mantan Ketua Umum DPP IMM inim

Keadaan tersebut menyentak nalar anak bangsa, karena menurut Beni, betapa saat ini semua orang membutuhkan harapan dalam hidupnya. Nilai kehidupan manusia dan relevansinya dengan dinamika kehidupan berbagsa, menjadi penebal semangat persatuan ditengah wabah yang rentan membuat kita bercerai-berai. Dunia kini tengah menghadapai ketidakpastian yang nyata. Kepetidakpastian hingga menimbulkan kepanikan nyaris menghantui segenap penduduk bumi sebab belum pasti kapan pandemi ini akan berakhir. Bahkan negara yang dikenal digdaya seperti Amerika Serikat nyaris kewalahan mengatasi wabah yang menular dengan begitu cepat.

Memelihara Harapan di Tengah Kegalauan

Dia mengataka bahwa dirinya mahfum bersama bahwa ditengah pola fikir dunia yang serba pragmatis hari ini, kualitas kemapanan dan kebahagiaan seseorang kerap diukur dengan kegemilangan materi, pengaruh kekuasaan, dan kehormatan kedudukan. Tapi, dia manyerukan belajar dari Pandemi Covid19, yang sangat demokratis. Lihatlah betapa penyakit ini tidak mengenal status sosial, dari mulai raja, ratu, menteri hingga rakyat biasa dapat merasakan ganasnya penyakit ini.

"Namun, selalu saja ada yang menyalakan Lentera di tengah kegelapan malam. Lihatlah pengorbanan tim medis yang rela berjuang berada di garda terdepan untuk membantu mereka yang terkena pandemi. Bahkan, hingga mereka sudah tidak bertemu keluarga dan sanak saudara demi untuk menyelamatkan nyawa manusia yang berjuang melawan Covid-19," katanya.

Kita Semua Adalah Pemimpin, Kita Mempunyai Tugas Yang Sama

Lebih lanjut, Beni mengatakan bahwa semakin hari kondisi saat ini semakin terasa menyulitkan. Terlebih tidak sedikit diantara anak bangsa yang terdampak dari virus corona ini, para pekerja lepas dan pekerja harian. Diuraikan Beni, mereka adalah yang paling merasa kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Ibaratnya para pengangguran, kemiskinan dan kelaparan bertumbuh seiring pertumbuhan radius pandemi yang merebak. Selain itu, angka kriminalitas juga menjamur dan segenap patologi sosial tambahan lainnya.

"Pada situasi seperti sekarang ini kita harus meninggalkan pertikaian yang tidak sehat, seperti hujat-menghujat, dan sumpah serapah yang tak berguna. Di saat seperti ini ibarat api kecil, maka siraman minyak sedikit sudah cukup untuk membakar apa yang telah para pendiri bangsa bangun selama ini. Sejarah telah mengajarkan kita banyak contoh bahwa ada harga mahal dari sebuah bentrokan antar warga. Sebutlah peristiwa kelam kerusuhan massal 1965, 1998 cukup membuat bulu kuduk kita bergidik ngeri," papar Beni.

Dari sejarah dunia, Beni memberikan contoh Rusia menjadi negara muram karena mahalnya sebuah pemberontakan internal sebuah bangsa. Seperti Rusia pasca kalah pada Perang Dunia I menyebabkan perekonomian Rusia memburuk. Rusia dilanda kelaparan hebat karena minimnya persediaan bahan makanan. Kesenjangan sosial meningkat dan memicu terjadinya dua fase revolusi Rusia, yaitu pada Februari 1917 dan Oktober 1917.

"Dalam kondisi seperti sekarang ini, semestinya para tokoh bangsa bukan malah mencoba bermain dengan menyalakan api pemberontakan, juga bukan revolusi apalagi bukan perang senjata. Saat ini yang kita butuhkan adalah kekuatan spiritual, yaitu akhlaq yang luhur, jiwa yang mulia, keyakinan dan tekad yang kuat serta pengorbanan dalam menunaikan kewajiban. Kesetiaan yang mendasari kepercayaan itulah yang akan melahirkan kekuatan bersama untuk menangani corona. Kita tentu ingin bangsa ini hidup tentram dan damai pasca melalui pandemi ini, bukan perseteruan yang tak kunjung usai karena pertikaian politik para pemimpin bangsa," tegas Beni.

Beni kemudian meminta semua pihak dan elemen masyarakat harus menghidupkan semangat persatuan yang telah disemai dan jaga selama ini agar tidak bercerai-berai. Tugas pemimpin adalah memperjuangkan orang-orang yang dipimpin. Hal ini sesungguhnya merupakan esensi di dalam cita negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa salah satu tugas negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

"Saya mengajak kita semua untuk tidak kehilangan harapan. Hal itu dikarenakan bahwa sesungguhnya kita boleh kehilangan harta, saudara, pangkat dan kedudukan tapi kita tidak boleh kehilangan harapan dan semangat persatuan. Harapan yang hidup akan membuat seseorang melihat hal indah dimasa depannya dengan begitu kita akan bertahan dan bangkit. Kita boleh saja kecewa atas kondisi saat ini, tapi jangan pernah biarkan kita kehilangan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Kehilangan harapan, sama saja mengubur kehidupan itu sendiri dengan cara paksa," tutup Beni. (RF)
Komentar Anda

Berita Terkini