-->
    |

Bantahan Stafsus Sri Mulyani Terhadap Keterangan Kuasa Hukum Penggugat Perppu Covid-19

Faktanews.id - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin membantah keterangan kuasa hukum kolompok masyarakat penggugat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 tahun 2020 (Perppu Covid), Ahmad Yani.

Pada sidang yang digelar di Mahakamah Konstitusi (MK), Ahmad Yani menjelaskan “Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3 dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi bukti bahwa pemerintah menihilkan arti penting persetujuan DPR," katanya.

 “DPR tidak bisa menggunakan fungsi persetujuanya secara leluasa," tambah Ahmad Yani.

Namun, Masyita membatah keterangan Ahmad Yani tersebut.

“Pasal 2 memberikan fleksibilitas dalam pengelolaaan pengeluran melalui realokasi dan refokusing  dari kegiatan non prioritas seperti perjalanan dinas misalnya ke prioritas tahun ini yaitu penanganan wabah Covid-19,”  bantah Masyita melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/4/2020).

“Perppu 1/2020 ini dibuat dengan itikad baik pemerintah dan dengan konsultasi cukup intensif dengan Komisi XI DPR,” ungkapnya. “Kami apresiasi dukungan Komisi XI terhadap Perppu ini karena memang kita sama-sama ingin memberi bantalan pada perekonomian”

Menurut Masyita, Perppu 1/2020 ini dibuat ditengah situasi kegentingan yang memaksa, karena kondisi perekonomian diperkirakan akan sangat terpengaruh oleh wabah Covid-19 yang sedang terjadi, yang eskalasinya di luar Tiongkok sangat cepat sejak Februari.

Kondisi perekonomian di awal tahun hingga pertengahan Februari, sebetulnya masih sangat positif. Aliran modal masuk masih cukup tinggi ke negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan, Rupiah termasuk salah satu mata uang yang menguat paling kencang di awal tahun.

Sayangnya situasi berubah demikian cepat di seluruh dunia. Akibatnya Pemerintah mengeluarkan stimulus tahap 1 dan 2 yang berfokus pada kebijakan countercyclical untuk mendukung dunia usaha dan sektor terdampak. Pemerintah juga secara paralel mulai menyiapkan Perppu untuk menghadapi situasi kegentingan memaksa ini. Kondisi ini disebut IMF sebagai perlambatan ekonomi terburuk sejak the Great Depression.

“Pasal 2 Perppu Covid-19 memberikan APBN kemampuan untuk dapat merespon kondisi dengan cepat, utamanya dengan realokasi dan refokusing anggaran dengan berfokus pada kepada tiga hal utama: penanganan kesehatan akibat Covid-19, bantuan sosial dan dukungan terhadap dunia usaha terdampak terutama UMKM,” tambah ekonom perempuan itu.

Masyita juga mengungkapkan, “Bisa dibayangkan, dalam kondisi normal, untuk merealokasi anggaran dari satu program ke program lainnya dalam satu kementerian atau merealokasi anggaran nonprioritas menjadi bansos yang artinya butuh pindah kementerian/lembaga, perlu persetujuan DPR.”

Menurutnya, pasal 2 juga memberikan fleksibilitas pelebaran anggaran di atas 3% hingga 2022. Seperti yang kita tahu, banyak negara mengeluarkan stimulus fiskal yang cukup signifikan, dari sekitar 10% dari PDB seperti Amerika dan Australia atau 5% seperti Perancis dan EU.

Pemerintah melebarkan defisit hingga 5.07% tahun ini untuk membantu meringankan beban perekonomian agar tidak terjun bebas. Mengapa dilebarkan diatas 3% hingga 2022? Agar perekonomian tidak shock setelah stimulus dengan defisit sebesar 5.07% di 2020, perlu smoothing pengeluaran pemerintah di tahun berikutnya sebelum kembali ke maksimal 3%. (RF)
Komentar Anda

Berita Terkini