-->
    |

Tidak Salah Kalau Pemerintah Keluarkan Aturan Cadar Dan Celana Cingkrang Bagi ASN

Faktanews.id - Wacana penggunaan cadar dan celana cingkrang bagi ASN di lingkungan instansi pemerintahan menuai polemik. Wacana tersebut kali pertama dilontarkan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.

Direktur Al Mentra Nusantara Karman BM, mengatakan apa yang dilontarkan Menag Fachrul Razi tersebut sebenarnya tidak salah. Tapi, menurut Karman, harus ada terlebih dahulu peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara berpakaian bagi ASN, ketika melakasanakan kewajibannya atau bekerja di lingkungan instansi pemerintahan, sebelum ada pelarangan menggunakan cadar dan celana cingkrang.

"Cadar dan celana cingkrang itu merupakan sesuatu yang furuk dalam agama. Ada yang mensunnahkan dan ada yang mewajibkan. Dan kalau ada peraturan (tata cara berpakaian cadar dan celana cingkrang) itu sah-sah saja," ujar Karman.

Hal tersebut disampaikan Karman saat menjadi narasumber diskusi bertajuk "Radikalisme Di Periode Ke-2 Kepemimpinan Jokowi" di kantor Rumah Demokrasi, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (8/11/2019).

Menurut Karman, jika nanti pemerintah mengeluarkan aturan tata cara berpakaian maka hal tersebut harus dipatuhi oleh ASN, khususnya bagi ASN selama bekerja di instansi pemerintahan. Aturan tersebut, kata dia, sama saja dengan aturan persyaratan rekrutmen CPNS.

"Kalau ada peraturan, itu sah-sah saja. Apa bedanya dengan aturan persyaratan rekrutmen CPNS. Bercadar dan bercelana cingkrang atau tidak, itu kan tidak membatalkan keimanan seseorang, kan iya. Kalau mau pake di rumah saja. Kalau di kantor ikuti aturan saja," tukas dia.

Sementara itu, akamisi Ali Sodikin menegaskan bahwa seseorang yang menggunakan cadar dan celana cingkrang tidak boleh dijastifikasi sebagai orang yang terpapar radikalisme. Disebutkan, tidak ada hubungan radikalisme dangan cadar maupun celana cingkrang.

"Tapi potensi radikalisme itu ada di situ karena ciri-ciri radikalisme itu bersifat ekslusif. Dan orang bercadar itu cenderung ekslusif dan tertutup," kata Ali.

Radikalisme, Ali menyebutkan tidak hanya berada dalam konteks agama. Tapi, istilah tersebut juga ada pada semua hal, seperti budaya, politik, dan ekonomi. Menurutnya, radikalisme dipengaruhi banyak faktor. Dia mendefinisikan radikalisme sebagai sebuah upaya perjuangan yang menggunakan kekerasan.

"Tapi radikal itu bukan produk agama. Tapi agama sering dipake. Dan BNPT mengatakan radikalisme itu menggunakan idiom-idiom agama," katanya.

Ali kemudian meminta masyarakat tidak putus asa mengkritik pemerintah dalam sektor perekonomian. Dia mengatakan, perlu gerakan radikal untuk menumbuhkan sektor ekonomi nasional.

"Kalau mengkritik Jokowi jangan sisi agamanya, tapi lebih kepada pertumbuhan ekonimi. Kenapa (pertumbuhan ekonomi) hanya 5 persen. Tim ekonominya juga itu-itu saja. Dan cukai rokok akan naik, BPJS, tol dan listrik juga akan naik," katanya. (RF)
Komentar Anda

Berita Terkini