-->
    |

TPF Duga Setidaknya Ada 6 Kasus yang Berkaitan Dengan Insiden Novel

Faktanews.id - Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Novel Baswedan memaparkan tentang hasil temuannya selama enam bulan masa kerjanya.

Juru bicara TGPF Nur Kholis menduga motif penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan terkait dengan tugasnya sebagai penyidik di KPK. Hal ini yang kemungkinan menimbulkan dendam dari pihak yang tengah ditanganinya.

“TPF menemukan fakta terdapat probabilitas terhadap kasus yang ditangani korban yang menimbulkan serangan balik atau balas dendam, akibat adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan,” ujar Nur Kholis di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (17/7).

Dugaan ini, kata Nur Kholis, muncul usai para pakar meminta keterangan dari sejumlah saksi. Apalagi Novel diketahui tidak memiliki masalah pribadi, sehingga penyerangan tersebut diduga kuat berhubungan dengan profesinya sebagai penyidik KPK.

“Dari pola penyerangan dan keterangan saksi korban, TPF meyakini serangan tersebut tidak terkait masalah pribadi, tapi berhubungan dengan pekerjaan korban,” katanya.

Nur Kholis juga menjelaskan, ada setidaknya enam kasus high profile yang telah dan tengah ditangani Novel. Enam kasus ini juga yang diduga memiliki kaitan dengan insiden penyiraman tersebut.

“Yang kami maksud satu kasus e-KTP, kedua kasus mantan Ketua MK saudara Akil Mochtar, kemudian kasus Sekjend MA, kasus Bupati Buol (Amtan Batalipu), kasus Wisma Atlet, satu lagi kasus yang tidak dalam penanganan tapi miliki potensi yaitu kasus penanganan sarang burung walet di Bengkulu,” paparnya.

Selain enam kasus tersebut, sambung Nur Kholis, masih ada kemungkinan kasus lain yang jadi pemicu penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Namun, karena adanya keterbatasan waktu hanya enam kasus itu yang bisa diteliti kemungkinannya.

“Semua harus dipertimbangkan motif ini rata-rata kasus yang di tangani melibatkan high profile. Kami menduga orang-orang yang bermaksud tidak melakukan sendiri tapi menyuruh orang lain,” jelasnya.
Komentar Anda

Berita Terkini