-->
    |

Membaca Pergerakan Kelompok Islam Garis Keras di Indonesia Setelah Taliban Berkuasa di Afghanistan

Suhardi

Faktanews.id - Perhatian dunia tengah tertuju pada ‘keberhasilan’ Talibanmengambil kembali kekuasaan Negara dari pemerintah Afghanistan. Sejak Mei 2021 lalu, operasi pengambil-alihankekuasaan ini dimulai bertepatan ditariknya pasukan militer Amerika Serikat dan pasukan gabungan NATO. Agustus 2021 milisi Taliban berhasil menguasai ibukota dan sejumlah kawasan di Afghanistan. 

Presiden Ashraf Gani melarikan diri ke UEA disela transisi kekuasaan damai dengan Taliban. Wakil Presiden mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara yang sah dengan menggandeng beberapa tokoh penting untuk melawan. Situasi genting tersebut mengakibatkan gelombang pengungsi parah di Afghanistan selama Taliban menguasai wilayah Negara tersebut.


Kesuksesan Taliban mengundang perhatian akan militansi kelompok Islam garis keras di berbagai Negara. Apakah kiprah Taliban menjadi awal mula kebangkitan kelompok-kelompok tersebut? Di Indonesia, terdapat beberapa kelompok ekstrimisIslam yang terdeteksi aktif hingga saat ini seperti Jamaah Islamiyah yang merupakan pemain lama dalam berbagai aksi teror di Indonesia. 

Kejadian serupa mengingatkan kita atas euforia berkuasanya ISIS di Irak dan Suriah 2014. Sinyal kemenangan tersebut berhasil merekrut sejumlah orang terutama pemuda di Indonesia untuk bergabung menjadi simpatisan kelompok tersebut. 

Dari data yang dikumpulkan di Deteksi Indonesia, DatabaseSerangan dan Penanganan Terorisme yang dibangun oleh The Habibie Center, menunjukkan bahwa dalam periode 2017 hingga 2019, Indonesia mengalami setidaknya sepuluh kali serangan teror yang direncanakan, dilakukan, atau terinspirasi oleh ISIS. Jumlah ini termasuk serangan yang diduga dilakukan oleh kelompok-kelompok seperti Jemaah Ansharut Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT). 

Sebagaimana diketahui, serangan bom di Kampung Melayu bulan Mei 2017 dan serangan di tiga gereja di Surabaya bulan Mei 2018 telah memperkuat tekanan kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk meningkatkan upaya pemantauan terhadap kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan ISIS.
Data Deteksi Indonesia mencatat bahwa sepanjang 2017 hingga Juli 2019, telah dilakukan 210 penangkapan dengan total terduga teroris yang ditangkap sebanyak 554 orang. 

Dari jumlah tersebut, 59 orang berasal dari kelompok ISIS dan 108 orang merupakan anggota kelompok teror yang berafiliasi dengan ISIS(JAD dan MIT).

Akar terorisme tumbuh subur karena beberapa faktor di antaranya faktor ekonomi dan rendahnya intelegensia seseorang terhadap paham ideologis keagamaan yang salah kaprah. Orang dengan mudah diperdaya akan iming-iming membela agama serta dicekoki rasa benci mendalam terhadap pemerintah atau golongan yang dianggap musuh agama. 

Fenomena berkuasanya Taliban yang dikenal ekstrim dengan jalan kekerasan tentunya perlu mendapatkan perhatian penuh bagi pemerintah Indonesia. Ada benang merah yang telah lama terjalin atas serangkaian aksi terorisme terutama hegemonik kelompok radikal yang menjadikan agama sebagai tumpuan, meski berbeda mazhab dan wilayah pemberontakan namun kelompok-kelompok tersebut terhubung oleh solidaritas merebut sesuatu dengan cara yang sama: kekerasan.

Apakah Taliban memicu semangat gerakan Islam radikal di Indonesia? Ataukah justru membuka ruang populisme Islam?

Oleh: Suhardi

Mahasiswa Program Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia
Komentar Anda

Berita Terkini