-->
    |

Dinar Candy Mencoreng Wajah Jokowi-Kapolri

Faktanews.id - Polisi menyematkan status tersangka terhadap artis Dinar Candy karena diduga melanggar Undang-Undang (UU) Pornografi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 


Pengamat Kepolisian Sahat Dio menyayangkan keputusan Polres Metro Jakarta Selatan tersebut. 

"Seharusnya tak perlu proses hukum lebih lanjut. Minta maaf secara terbuka sudah cukup. Toh ini bukan kejahatan serius," ujar Sahat. 

Menurut dia, aparat Kepolisian seharusnya melakukan pendekatan restorative justice dalam kasus ini. Hal tersebut sejalan dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang ingin jajarannya bersikap dan bertindak demikian, terutama dalam penanganan kasus yang diduga melanggar UU ITE. 

"Semangat restorative justice dari Kapolri ini yang saya pahami adalah agar jajaran tak sedikit-sedikit memproses hukum kasus-kasus yang seharusnya bisa diselesaikan melalui jalur musyawarah, kekeluargaan," tutur Sahat. 

Pendekatan penyelesaian masalah ini di luar jalur hukum, kata dia, harus dilakukan. Mengingat, selain bukan kejahatan serius, apa yang dilakukan Dinar, khususnya aksi protes turun ke jalan, merupakan sesuatu yang dijamin oleh UU.

"Kendati yang dipermasalahkan ialah aksi berbikini di muka umum yang diduga melanggar hukum. Tapi ini kan sesuatu yang debatable," jelas Sahat. 

"Masyarakat pun bisa saja menyimpulkan bahwa ini sesungguhnya lebih karena kritik kepada pemerintah. Apalagi dia memiliki jutaan pengikut di media sosial dan aksinya viral," imbuhnya. 

Penegakan hukum yang kaku terhadap peristiwa ini, justru merugikan Polri itu sendiri. Bahkan berdampak negatif terhadap pemerintah atau negara, lantaran polisi merupakan representasinya. 

"Harus diakui, tak sedikit pula masyarakat yang mendukung aksi Dinar Candy. Mereka dari kalangan yang lebih terbuka secara pemikiran, pro demokrasi atau pendukung kebebasan berekspresi. Mereka jumlahnya tak sedikit. Belum penggemar dia. Ini yang harus dipertimbangkan matang Kepolisian," paparnya. 

Jika tak dipikirkan, lanjut Sahat, pola pikir atau stigma negatif terhadap Polri akan terus berlanjut dan berkembang, seiring dengan berjalannya proses hukum kasus itu. Hal ini tentunya lagi-lagi tidak seirama dengan apa yang diperjuangkan Kapolri dalam memperbaiki citra Polri, melalui program Presisi dan16 program prioritasnya. 

"Ini juga bakal jadi cemoohan dari negara-negara maju yang lebih demokratis. Akan sangat lucu jika ada berita polisi dan pengadilan Indonesia memenjarakan seorang perempuan, hanya karena dia protes dan mengenakan bikini. Mau taruh di mana muka Presiden Jokowi dan Kapolri?" tandasnya.
Komentar Anda

Berita Terkini