Faktanews.id - Hak pilih warga dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) harus dijamin. Karena itu, Dinas Dukcapil di daerah, khususnya di daerah yang akan menggelar pemilihan, diminta proaktif melayani perekaman data KTP-el. Sebab, KTP-el satu-satunya identitas yang diatur dalam UU Pilkada untuk bisa memilih.
Pesan tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Data Kependudukan dan Data Pemilih Pilkada Serentak Tahun 2020 yang digelar secara virtual di Sasana Bhakti Praja gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), di Jakarta, Selasa (24/11/2020). Mendagri pun meminta seluruh Dinas Dukcapil untuk terus menguatkan koordinasi dengan KPU daerah masing-masing, termasuk juga dengan Bawaslu.
"Lakukan rekonsiliasi data, kalau di daerahnya belum banyak yang melakukan perekaman masih ada yang belum melakukan perekaman didorong secara proaktif agar mereka melakukan perekaman, kecuali mereka tidak mau ya apa boleh buat, kemudian disiapkan juga semua sarana prasarana yang ada," kata Mendagri.
Mendagri juga mengaku, telah meminta kepada Dirjen Dukcapil, kalau permasalahannya printer yang kurang, segera adakan. Bisa dengan memobilisasi printer dari daerah-daerah yang tidak ada Pilkadanya. Mungkin peralatannya bisa dipinjamkan selama lebih kurang 2 minggu ini kepada daerah atau dinas Dukcapil yang sedang menggelar Pilkada.
"Kegiatan ini harus kita laksanakan secara intens dalam kurun waktu 12 hari. Dan yang kita harapkan selama lebih kurang 13 atau 14 hari ini kita bisa maksimal mengurangi masyarakat yang belum memiliki identitas yang kurang 1 persen, kalau bisa 0,0 sekian persen, 0 ,sekian persen, " katanya.
Namun Mendagri juga mengingatkan, jangan sampai pelayanan saat perekaman KTP-el berbuah kerumunan. Seperti yang terjadi di Mojokerto. Ini harus jadi pelajaran berharga.
"Belajar dari pengalaman yang di Mojokerto, masyarakat berbondong-bondong, lalu ada kerumunan untuk melakukan perekaman di Dukcapil. Ini saya minta diwaspadai. Perlu diatur, ini memerlukan keterlibatan teman-teman Satpol PP. Saya juga nanti minta monitoring harian selama lebih kurang 13 atau 14 hari monitoring harian daerah-daerah ini agar Satpol PP dilibatkan untuk mengatur agar tidak terjadi kerumunan yang tak bisa tertib, atur jaga jarak dan mereka pakai masker dan lain-lain. Sehingga proses perekaman dapat berlangsung dengan mengindahkan protokol Covid-19," tutur Mendagri.
Menurut Mendagri ini memang tidak mudah karena memerlukan koordinasi di tingkat operasional. Di tingkat teknis di lapangan antara Dinas Dukcapil dengan KPUD dan Bawaslu daerah.
"Saya akan minta kepada Dirjen Dukcapil, daerah-daerah yang kita anggap perlu mendapatkan atensi karena jumlah yang belum merekam kami anggap dalam ukuran kemendagri dan KPU dan Bawaslu cukup tinggi, agar dibentuk tim kecil dari Kemendagri yang bergerak ke semua Dukcapil, 2 minggu 1 minggu. Timnya, 2 atau 3 orang," ujarnya.
Tim kecil ini, kata Mendagri, yang akan melihat seperti apa langkah-langkah yang dilakukan Dinas Dukcapil. Apakah mereka bergerak atau tidak. Tentu bagi Dinas Dukcapil yang benar-benar bekerja all out, Kemendagri akan memberikan reward. Dan sebaliknya juga bagi Dinas Dukcapil yang tidak bekerja, akan diberikan punishment, Ini demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
"Sekali lagi saya minta membuat tim monitoring harian. Dirjen Adwil melalui Satpol PP juga membuat tim monitoring harian. Dan kami juga mohon dengan hormat KPU RI untuk melakukan monitoring harian dan Bawaslu RI. Sehingga kita harapkan ketika pada saat hari pemungutan suara masyarakat yang ingin menggunakan hak pilih, mereka telah memiliki dokumen identitas, baik dalam bentuk KTP-el atau surat keterangan," katanya.
Intinya, lanjut Mendagri, kuatkan koordinasi dengan penyelenggara Pemilu. Lakukan rekonsiliasi dan sinkronisasi data. Berapa banyak yang belum melakukan perekaman, di mana saja daerahnya, harus dikejar. Segera pula melakukan rapat untuk mendorong masyarakat melakukan perekaman KTP-el.
"Kalau peralatannya ada segera diterbitkan, jangan ada pungli. Jangan dipersulit. Yang bisa mudah jangan dipersulit, karena ini menyangkut masalah bangsa dan negara. Kita tahu ada beberapa daerah dulu dengan Pemilu sebelumnya, itu margin kemenangannya kadang-kadang hanya satu digit, artinya kurang dari 10 suara saja bisa menimbulkan potensi konflik. Ini kalau yang memiliki hak pilih tidak memilih karena tidak ada identitas, " ujarnya. (HMZ)