-->
    |

Seleksi Komisioner Ombudsman Dinilai Janggal

Faktanews.id - Peneliti Kajian Hukum dan Kebijakan Publik Indonesian Public Institute (IPI), Miartiko Gea menyoroti proses seleksi Komisioner Ombudsman Republik Indonesia periode 2021-2026. Dia menilai ada kejanggalan dalam proses seleksi Komisioner Ombudsman itu. Sebab, katanya, pola dan sistem recruitment tidak tepat. 

"Sedari awal memang Chandra Hamzah dinilai tidak memiliki kompetensi dan integritasnya juga diragukan sebagai Ketua Panitia Seleksi," ujar Miartiko dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/10/2020).

Miartiko menyebut bahwa jumlah pendaftar seleksi ombudsman 464 orang, yang lulus seleksi administrasi 298 orang, yang lulus seleksi tertulis 71 orang. 71 orang yang lulus tersebut kemudian ikut seleksi profile assesment, dalam tahap ini yang lulus menjadi 22 orang sebagaimana tertuang dalam pengumuman No. 25/PANSEL-ORI/10/2020.

"Hasil Profile Assesment yang dilakukan oleh Pansel patut diragukan dan dipertanyakan karena inkonsisten dengan pemangkasan 50% tiap tahapan," katanya.

Menurut Miartiko, dalam beberapa pernyataan ketua pansel, menyatakan bahwa tiap tahapan seleksi dipangkas 50% dari total yang lulus setiap tahapan.  Jika diperhatikan secara seksama yang tidak lulus seleksi profile assesment, lanjut Miartiko, adalah orang-orang yang memiliki kapabilitas. 

"Mereka adalah pimpinan di lembaga-lembaga tinggi negara baik lembaga independen maupun lembaga organik negara. Menjadi janggal karena yang lulus dalam tahap profile assesment tersebut hanya 30% dari total 71 orang. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa banyak sekali yang tidak lulus dalam tahap profile assesment tersebut?," tandasnya.

Miartiko menduga pola dan sistemnya yang tidak tepat, jika tidak tepat maka perlu dievaluasi. Pola dan sistem profile assesment yang dibuat pansel dilakukan secara daring. Menurut hemat dia, hal kurang tepat karena proses penggalian profile para calon menjadi tidak maksimal di samping itu. Sistem ini dianggap baru bagi beberapa orang yang tidak familiar terhadap sistem daring ini. 

"Oleh karenanya pansel harus melakukan seleksi profile assesment secara offline agar hasilnya lebih maksimal," tukasnya.

Ditambahkan Miartiko, pernyataan Ketua Pansel yang menyatakan bahwa yang lulus 22 besar seleksi ORI ini adalah calon-calon yang memiliki kompetensi dan integritas. Menurutnya, pernyataan yang demikian cenderung mendiskreditkan calon yang tidak lulus. Pernyataan yang disampaikan tersebut terkesan bahwa yang tidak lulus adalah calon yang kurang kapabel, kurang cakap dan kurang integritas. 

Sebelumnya ketua Pansel menyatakan dari 72 orang yang lulus akan di pangkas setengahnya sehingga menjadi 36 orang dan bisa mengikuti tes kesehatan dan wawancara. 

"Artinya, jika yang lulus 36 orang, maka pansel lebih banyak pilihan untuk menentukan yang lolos pada tahap berikutnya, yang diharapkan menghasilkan calon pemimpin lembaga ORI yang kapabel, cakap, memiliki integritas tentunya," katanya.

"Pertanyaannya kemudian, apa mungkin menghasilkan calon pimpinan lembaga ORI yang memiliki kompetisi dan integritas sedangkan proses seleksinya juga dipertanyakan, kurang transparan dan akuntabel," tambah Miartiko.

"Keterwakilan perempuan dalam 22 besar seleksi ORI juga sangat minim sekali, dengan hanya menyisakan 1 (satu) orang. Hal ini mengkonfirmasi bahwa keterwakilan perempuan dalam seleksi ORI tidak begitu penting bagi Pansel," tutupnya. (MMA)


Komentar Anda

Berita Terkini