-->
    |

Tolak Pecandu Narkoba Maju Pilkada, KPU Diminta Gandeng Polri, BNN Dan Media Massa

Faktanews.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta pro aktif untuk bekerjasama dengan Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan media massa untuk menelusuri jejak rekam calon kepala daerah yang bakal maju di Pilkada Serentak 9 Desember 2020 mendatang. Hal ini untuk mengantisipasi adanya kandidat calon kepala daerah yang pernah terlibat penyalahgunaan narkoba.

"Jadi ada banyak elemen. Ada BNN, Kepolisian, LSM, media massa untuk digandeng oleh KPU," ujar Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) Aprillia Supaliyanto saat dihubungi, Rabu (12/8/2020).

Menurut Aprillia, KPU jangan hanya bekerjasama dengan BNN. Tapi juga KPU harus menggandeng Polri karena belum tentu kasus narkoba yang ditangani oleh Polri dilaporkan kepada BNN. Sementara itu, media massa juga pasti memiliki catatan kasus yang ditangani BNN dan Polri.

"Perkara narkoba itu bukan hanya BNN yang menangani tapi juga kepolisian lebih banyak menangani perkara-perkara narkoba di daerah. Apakah persoalan narkoba yang ditangani kepolisian dilaporkan kepada BNN, endak juga. Ini yang kita harus hati-hati. Jangan sampai nanti KPU konsentrasinya bekerjasama denhan BNN tapi lolos mr x misalnya tidak pernah dilaporkan ke BNN oleh Polres atau Polda setempat. Bahkan tidak kalah pentingnya KPU bisa menggandeng media massa karena yang pasti teman-teman jurnalis punya caratan kasus natkoba di daerah-daerah yang berkaitan dengan tokoh calon kepala daerah. Kandidat Calon kepala daerah itu pasti pernah ditokohkan di daerah. Pasti itu mereka akan menjadi perhatian ketika mengalami kasus narkoba," katanya.

Dia menambahkan, KPU juga bisa menolak kandidat calon kepala daerah dengan berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, putusan MK tentang larangan pecandu narkoba tersebut sudah final and binding. Putusan MK tersebut juga tak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun dan harus dihormati serta dipatuhi semua pihak. Jika mendesak, kata dia, KPU bisa menerbitkan aturan teknis tentang larangan pecandu narkoba maju di Pilkada. KPU juga didorong mempublikasikan latar belakangan calon kepala daerah secara terbuka. Hal ini menjadi penting karena masyarakat berhak tahu dan berhak memastikan bahwa calon pemimpinnya memiliki integritas.

"Karena (putusan MK) itu sifatnya langsung mengikat maka tida dieprlukan lagi tentang aturan-aturan pelaksaan bagaimana putusan MK itu dijalankan. Itu satu hal yang prinsip yang menurut saya harus dipahami oleh seluruh warga masyarakat dan lembaga-lembaga negara, termasuk KPU," tambahanya.

Aprillia juga menegaskan bahwa organisasi advokatnya menolak kandidat calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Kader KAI di seluruh Indonesia, kata dia, tidak akan diam jika menemukan kandidat calon kepala daerah pecandu narkoba.

"Saya tegaskan diseluruh indonesia menolak mengenai hal itu. Dan saya sudah memberi instruksi kepada daerah-daerah untuk bersikap hal yang sama untuk mengkritisi calon-calon pemimpin daerah, di level bupati, gubernur. Track record buruk calon pemimpin harus dikritisi dan masyarakat harus tahu itu," tegasnya.

Untuk diketahui, MK memutuskan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016. Putusan MK tersebut melarang pecandu narkoba maju di Pilkada. Putusan Mahkamah ini berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi.

MK menyebut bahwa pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, kecuali dalam tiga kondisi.

Pertama, pemakai narkotika yang karena alasan kesehatan yang dibuktikan dengan keterangan dokter yang merawat yang bersangkutan.

Kedua, mantan pemakai narkotika yang karena kesadarannya sendiri melaporkan diri dan telah selesai menjalani proses rehabilitasi.

Ketiga, mantan pemakai narkotika yang terbukti sebagai korban yang berdasarkan penetapan putusan pengadilan diperintahkan untuk menjalani rehabilitasi dan telah dinyatakan selesai menjalani proses rehabilitasi, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi negara yang memiliki otoritas untuk menyatakan seseorang telah selesai menjalani proses rehabilitasi. (RTH)

Komentar Anda

Berita Terkini