-->
    |

Saya dan IPM: Catatan Milad IPM ke-59 Tahun

Faktanews.id - Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) baru saja diperingati milad pendiriannya kemarin, 18 Juli 1961-18 Juli 2020 yang ke-59 tahun. Kelahirannya diwarnai dengan situasi politik nasional yang kurang menguntungkan. PKI sangat memengaruhi pemimpin nasional revolusi Bung Karno sehingga corak kebijakannya kadang bertentangan dengan semangat keislaman Indonesia. Sebagai bagian dari Ortom Muhammadiyah, IPM dibangun dalam dua kerangka strategis penting yakni sebagai aksentuasi Gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar di kalangan pelajar dan kedua, IPM sebagai lembaga kaderisasi Muhammadiyah yang dapat membawa misi Muhammadiyah dimasa mendatang.

Saya bersentuhan dengan IPM saat usia baru menginjak 13 tahun, bermula dari ceramah di masjid pada bulan ramadhan 1987, seorang anak remaja menyampaikan kultumnya sebelum shalat Tarawih membuat saya terpesona dan kagum terhadapnya. Kekaguman itu mendorong saya ingin seperti remaja tsb bisa berbicara didepan umum dgn retorika dan ungkapan-ungkapan yang memukau. Dalam benak saya berbisik, jika dia mampu kenapa saya tidak?, kira-kira begitu dalam benak saya.

Saya mulai berguru ke pelbagai guru ngaji agar bisa membaca Alquran. Seingat saya, ada 4 guru ngaji saya dengan tempat berbeda-beda. Ada di surau dan ada di rumah guru ngaji langsung. Zaman itu sedang tren sepeda BMX, saya minta dibelikan untuk dipakai pergi ngaji dari kampung satu ke kampung lain. Keempat nguru ngajiku tidak sekaligus ya, tapi berganti jika ilmunya sudah saya serap, saya pindah lagi ke guru ngaji lain.

Setamat sekolah dasar, dengan tekad mau jadi spt remaja tsb, saya memberitahu ortu bahwa saya tidak mau lanjut ke SMP tapi mau ke pesantren, sekolah tempat remaja tsb. Ortu kaget krn perilaku sy selama SD kurang meyakinkan...hehe..Maklum anak pasar dan terminal, lebih senang nonton akrobat penjual obat di pasar yg pandai mengangkat tenda-tenda ditengah lapangan dgn "sihirnya" atau menagih "uang keamanan" angkot diterminal. Terminal dan pasar satu kawasan dan dekat rumah. Saya dan anak-anak seusiaku atau ygl ebih tua tergabung  sbg geng "ANPAS"-anak pasar..hehe.

Singkat cerita, saya meninggalkan kampung menuju Makassar untuk sekolah di Pesantren. Masalahnya, di Pesantren mana? Anto (kakek) saya yang kebetulan militer AD berdinas di Mahmil punya teman sesama militer mengasuh pesantren, setelah ketemu dgn temannya itu, saya akhirnya diantar pakai mobil hardtopnya diantar ke pondok pesantren temannya untuk didaftarkan sbg santri.

Pesantren itu bernama "Pondok Pesantren Muhammadiyah "Darul Arqam" Gombara, Ujungpandang (Makassar). Pesantren milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel. Di kemudian hari, teman militer kakek saya itu menjadi pimpinan pondok yakni Alm. K.H. Makmur Ali, seorang militer berpangkat Kolonel TNI AD. Saat saya masuk Pesantren di pimpin oleh K.H. Abdul Djabbar Ashiry, beliau mantan Ketum PW. Muhammadiyah Sulsel. Ulama zuhud dan berpengaruh di Sulsel.

Seangkatan saya nyantri di Pondok ada ratusan orang yang dibagi kedalam 4 asrama besar yakni asrama Almujahidin, Hasan Albanna, Jenderal Sudirman dan Mas Mansyur. Untuk santri baru, menempati asrama Almujahiidin, ada ratusan isinya berasal dari segala penjuru Indonesia: dari Jawa, kalimantan hingga Papua. Aturannya, hanya diberi 3 bulan untuk berbahasa Indonesia atau daerah setelahnya wajib berbahasa Arab atau Inggris yang dibagi kedalam 7 hari: 4 hari berbahasa Arab dan 3 hari berbahasa Inggris atau sebaliknya.

Jadwal harian sudah diatur, bangun pagi sejak pukul 3.30 dan tidur malam jam 10. Detik perdetik dan jam perjam sudah ada agenda masing-masing. Menghadapi jadwal demikian ketat ini, sang anak pasar tentu kelimpungan minta ampun, namun tekadku sudah bulat, "saya bisa seperti anak remaja itu". Malam pertama tidur di pondok, saya meneteskan air mata, betapa susah dan menderitanya saya. hehe..

Rutinitas harian jadwal diatur pimpinan pondok tapi teknis pelaksanaan kesehariannya dijaga dan dikawal kakak-kakak IPM atau OSPM, santri yang lebih senior sekalgus pengurus organisasi. Tingkat 1 sampai tingkat 3 berstatus anggota, tingkat 4 menjadi pimpinan kelompok dalam asrama, tingkat 5 pengurus IPM dan tingkat 6 (terakhir) menjadi pembina. Masa penderitaan dari tingkat 1-4, sementara tingkat 5-6 sudah menjadi bos pengurus dan pembina.

Tingkat 1-4 dapat saya lewati walau penuh duka dan nestapa. pukulan dan tendangan "menjulang ke angkasa" dan mendarat di muka sudah biasa jika kedapatan berbahasa Indonesia/daerah atau terlambat keluar asrama atau terlambat berhenti olah raga, atau telat shalat ke mesjid (masbuq). Pendek kata tidak sesuai jadwal harian maka nama-nama pelanggar akan diumumkan di mesjid pondok sesudah shalat magrib.

Setiap habis magrib itu, ratusan santri menanti pengumuman dalam kecemasan dan ketegangan karena nama-nama yang melanggar aturan selama seharian segera dimaklumatkan dan diminta menghadap ke kantor IPM sesuai dengan bidang dan jenis pelanggarannya. Yang melanggar bahasa akan diperiksa oleh qishmul lughah, yang telat berhenti olah raga menghadap ke qishmul Arriyadha, dll.

Dan jangan lupa, seorang santri bisa menghadap ke beberapa bidang sesuai dengan jumlah pelanggarannya. Artinya,  lebih banyak benjolan dan memar-memar begitu keluar dari kantor "keramat" IPM itu yang posisinya persis ditengah-tengah asrama. Saya sendiri pernah shalat subuh 3 rakaat...hehe.. karena takut masuk kotak ke qishmul 'Ibadah. Suatu subuh saya telat ke mesjid, saya menduga rakaat pertama sudah selesai, saya balap rakaat pertama sendiri lalu ikut rakaat berikutnya dengan jamaah lainnya yg ternyata baru rakaat pertama...haha..Setelah rakaat kedua dan salam, sy buru2 dan pura2 ke toilet sambil menunggu pengumuman apakah nama saya disebut atau tidak?..nama aman tidak disebut baru muncul kembali ke mesjid..hihi..

Jika diulas pengalaman mondok panjang men. banyak yg lucu2, menegangkan, mencemaskan dan menggembirakan. Di tingkat 4 (kelas 1 SMA) saya terpilih salah satu dari 4 orang diangkatan saya untuk menjadi "pengurus yunior" pelatihan TM 1 dan 2 di IPM telah dilewati dan memimpin satu asrama, di tingkat 5, tiba giliran saya menjadi pengurus IPM karena sistem angkatan.

Alhamdulillah, dari sesama angkatan dan hasil pemilihan semua santri memilih saya menjadi Ketua Umum IPM Gombara 1991-1992 (kelas 2 SMA). semacam ketua OSIS lah di sekolah umum. Masa-masa kepemimpinan saya penuh gejolak, pembangkangan dan bahkan penggulingan. Baik penggulingan mobil pondok maupun penggulingan pimpinan pondok. Cerita ini panjang kali lebar dan BAB tersendiri...hehe..sampai ditetapkan sebagai tersangka dan wajib lapor ke Polwiltabes Makassar.

Ada 4 modalitas dasar masa-masa gejolak tsb yang saya terapkan dalam pembangkangan kaum santri: 1. Semua bahan2 kepramukaan (kepanduan) krn wajib sebagai kegiatan ekstra kurikuler pondok terutama pelajaran sandi morse saya konversi dengan sandi berbeda dalam pergerakan perlawanan yg hanya diketahui oleh seluruh jajaran elit IPM; 2. Pelatihan fisik bela diri Tapak Suci di Gombara menjadi dasar membangun mentalitas bertarung di lapangan dan mental tingkat 1-4 yang sudah tahan pukulan; 3. Semangat reformasi pengelolaan pondok menjadi cita-cita dan tujuan gerakan; dan 4. Teknik gerilya dan strategi Hit and Run menjadi pelaksanaan taktis untuk menghindari penangkapan aparat kepolisian dimasa itu...hehe..

Sebagai akhir, pola pendidikan pesantren dan penggemblengan di IPM menjadi satu kesatuan terintegrasi dalam kerangka pembinaan dan pembangunan karakter serta menjadi modal dasar dalam perjalanan hidup seorang hamba anak Geng Pasar meniti hidup dan kehidupan di fase selanjutnya: saat berstatus mahasiswa, aktivis-organisatoris. organisasi kemasyarakatan dan profesi saat ini.

Selamat milad Ikatanku, IPM.
terus cetak kader perserikatan dan kebangsaan.

Oleh: Syamsuddin Radjab

(Mantan Ketua Umum IPM Ponpes Darul Arqam Gombara dan Dosen UIN Alauddin Makassar)


Komentar Anda

Berita Terkini