-->
    |

Pengamat: KPU Harus Diskualifikasi Calon Kepala Daerah Mantan Pecandu Narkoba

Faktanews.id - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno meminta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengeluarkan peraturan tentang larangan mantan pengguna dan pecandu narkoba maju sebagai calon kepala daerah pada Pilkada serentak 9 Desember 2020. Partai dan KPU harus merespon positif putusan MK tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 ini.

"Bagaimana keputusan MK itu singkron dan dijalankan oleh partai dan KPU terutama. Artinya setelah MK bilang pecandu narkoba dilarang nyalon ya harus diterjemahkan oleh KPU bahwa partai manapun yang mengusung calon pecandu narkoba ya didiskualifikasi," ujar Adi saat dihubungi wartawan, Rabu (8/7/2020).

Menurut Adi, partai dan KPU harus memiliki inisiatif untuk mencegah mantan pengguna dan pecandu narkoba menjadi kepala daerah. Sebab, orang yang pernah terlibat dalam penyalagunaan narkoba berpotensi kembali menjadi pecandu obat-obatan terlarang tersebut.

"Maka sebelum terjadi aneh-aneh makanya putusan MK itu harus diterjemahkan sebagai larangan kepada pecandu dan mantan pecandu untuk maju sebelum terjadi yang aneh-aneh. Apalagi ada keterangan dokter yang mengatakan susah untuk recovery 100 persen seperti sediakala kalau untuk pecandu. Bagaimana mungkin seorang pecandu narkoba misalnya harus menjadi pemimpin. Kalau dia sakau jadi pemimpin bagaimana," katanya.

Menurut Adi, adalah aneh jika KPU tidak menerjemahkan putusan MK tentang larangan pengguna narkoba tersebut. Putusan MK tersebut harus disambut positif oleh KPU karena narkoba merupakan kejahatan luar biasa. KPU jangan sampai memberikan ruang dan celah kepada partai untuk mengusung mantan pengguna dan pecandu narkoba.

"Kan lucu kalau MK memutuskan tidak boleh maju tiba-tiba KPU enggak ada aturan. Itu pasti menjadi celah bagi partai. Partai ini kan pasti sudah menghutung, dan masyarakat juga kan belum mau peduli mau mantan narapidana, mantan narkoba, selama dia mmapu meyakinkan masyarakat, apalagi duitnya banyak ya pasti menang.  Makanya untuk mengantispasi yang tidak diinginkan KPU harus bergerak cepat menterjemahkan isi putusan MK itu. Entah dalam putusan PKPU atau bentuk regulasi lainnya," tandas Adi.

Lebih lanjut, Adi juga meminta Bawaslu lebih serius bekerja, terutama dalam bidang pengawasan dan pencegahan terkait adanya potensi pelanggaran partai dan calon yang akan bertarung di Pilkada. Misalnya, kata Adi, terkait bentuk transaksi politik, seperti transaksi logistik dan politik uang. Segala bentuk transaksi tersebut, ditegaskan Adi, dilarang oleh Undang-Undang.

"Dilarang memberikan uang atau barang untuk mempengaruhi pemilih. Bawaslu kan hampir tiap bulan melakukan sosialisasi, pencegahan segala macam, tapi sejauh ini praktik-praktik politik uang, politik transaksi lolos begitu saja. Lalu pelatihan-pelatihan itu apa gunanya. Kalau KPU tidak bisa beregak agresif untuk mengamputasi praktik-praktik jual beli ya beginilah, ngapain lembaga itu ada, kasih saja ke polisi sama jaksa. Misalnya contoh berapa persen kasus praktik suap dan praktik politik uang bisa disidangkan dan diputuskan bersalah, enggak ada kan. Apalagi kalau mahar politik. Belum pernah dengar praktik mahar poliitk yang melibatkan partai dengan kandidat itu bisa diselsaikan oleh Bawaslu dan didiskualifikasi. enggak itu. Karena salah satu denda dari mahar politik itu kalau terbukti ya partai dan calon yang bersangkutan didiskualifikasi dan enggak boleh ikut Pilkada untuk 5 tahun yang akan datang," katanya.

Untuk diketahui, larangan pecandu narkoba maju di pilkada diputuskan oleh MK. Putusan Mahkamah ini berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Pasal tersebut adalah larangan bagi seseorang dengan catatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dan pemakai dan bandar narkoba dianggap perbuatan tercela. MK menyebut pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, kecuali dengan alasan kesehatan si pemakai yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter. Selain pengguna dan bandar narkoba, perbuatan tercela dalam putusan Mahkamah tersebut juga termasuk judi, mabok dan berzina.
Komentar Anda

Berita Terkini