-->
    |

Hentikan Pembahasan RUU HIP

Faktanews.id - Kita mau apakan itu Pancasila. Coba kita renungkan kembali. Apakah Pancasila itu dijadikan Dasar  dalam berbangsa dan bernegara agar kita saling berseteru satu sama lain ? Ataukah kita akan jadikan Pancasila itu semacam piala yang diperebutkan. Ataukah kita akan jadikan Pancasila itu sebagai energy penggerak bagi kemajuan Bangsa ?

Kalau saya di tanya, maka jawaban saya adalah Pancasila mesti kita jadikan Dasar Negara, agar dengan itu Pancasila menjadi energy penggerak bagi kemajuan Bangsa. Harus ditegaskan "bagi kemajuan Bangsa", karena ada juga terkadang yang menjadikan Pancasila itu sebagai energy untuk "menggebuk" pihak lain. Atau menjadikan Pancasila itu sebagai "merek tokoh tertentu", agar dengan itu seolah merek itu melambangkan superioritas tokoh tertentu, untuk selanjutnya di kapitalisasi, dan diekploitasi secara politik demi kepentingan kelompok tertentu.

Menjadikan Pancasila sebagai energy penggerak bagi kemajuan Bangsa, adalah kebutuhan kita bersama.

Apa Yang Mesti di Lakukan ?

1. Agar tetap menjadi milik bersama, jangan di ganggu gugat Pancasila itu. Jangan di peras-peras.

2. Biarkan dia tetap sebagaimana saat Pancasila itu disetujui sebagai suatu konsensus nasional.

3. Karena itu milik bersama, terbuka ruang bagi siapa pun untuk menginterpretasi terhadap Pancasila itu. Namun, hasil interpretasi tidak serta merta menjadi norma dalam bernegara. Agar dapat menjadi norma dalam kehidupan bernegara, maka suatu hasil interpretasi mesti di uji oleh lembaga Negara yang memiliki kewenangan menetapkan sebuah norma dalam kehidupan ketatanegaraan kita.

Situasi Faktual dan Keniscayaan-keniscayaan yang menyertainya.

Muncul hak inisiatif DPR mengajukan dan membahas Rancangan Undang-Undang Ideologi Haluan Negara (RUU-HIP). Berbagai respons pun bermunculan atas naskah RUU-HIP tersebut. Naskah yang beredar ke publik tidak diserta naskah akademik yang menjadi dasar pemikiran kenapa RUU-HIP itu dijadikan hak inisiatif oleh DPR untuk dijadikan Undang-Undang. Ketiadaan naskah akademik dalam suatu penyusunan Undang-Undang itu tidak lazim. Tidak mencerminkan kepahaman para anggota DPR bahwa mereka mengerti dalam membuat Undang-Undang. Kenapa naskah alademiknya mesti dibuat oleh DPR, karena ini RUU di ajukan menggunakan Hak inisiatif DPR. Berbeda jika RUU itu diajukan pemerintah. Pemerintah yang mesti melakukan study dan menyusun naskah akademiknya.

Ketegangan yang tidak perlu mencuat kepermukaan. Luka lama dalam sejarah perjuangan bangsa kembali terkuak. Propaganda dan agitasi komunis dan anti komunis kembali meramaikan jagad semesta nusantara.

Solusi

1. Hentikan pembahasan RUU-HIP itu dan tarik dari Prolegnas. Ini sudah disuarakan para Purnwirawan TNI, termasuk tokoh sesepuh Bangsa, Bapak Tri Sutrisno. Telah disampaikan oleh NU, Muhammadiyah, dan MUI. Telah di sampaikan Pemuda Pancasila, GP-Anhor dan sejumlah individu-individu yang memiliki pandangan kenegaraan yang non partisan.

2. Meneruskan pembahasan RUU-HIP tanpa ada naskah akademik yang memadai, atau mungkin ada, tapi belum di uji publik, itu bukan solusi.

3. Mari kita lebih fokus memikirkan masa depan Bangsa kita. Menghadapi covid19, memikirkan cara bagaimana supaya ada lapangan kerja baru, mengatasi kemiskinan yang makin banyak. Memikirkan hal-hal yang produktif bagi masa depan generasi yang akan datang. Melindungi segenap Bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan Bangsa, dan mengambil peran dalam menciptakan perdamaian dunia.

Untuk itu semua, Pancasila kita perlukan sebagai energy penggerak. Sebab itu, jangan destruksi energy yang kita butuhkan bersama itu. Gangguan terhadap Pancasila besar dampaknya bagi kehidupan kebangsaan kita. Tugas dan tanggungjawab seorang Kepala Negara untuk memastikan bahwa Pancasila, Dasar Negara itu tidak di destruksi oleh siapa pun. Sekalipun maksud dan tujuannya untuk menegaskan kehebatan pemikiran Bung Karno !!

Oleh: Hasanuddin

(Penulis Tinggal di Depok, Jawa Barat)
Komentar Anda

Berita Terkini