-->
    |

Halal Bihalal Millenials Talks Bicarakan 'New Normal' Hingga Pilkada Serentak 2020

(Halal Bihalal dan diskusi virtual tentang Catatan Kaum Muda Untuk New Normal)
Faktanews.id - Rencana pemerintah menerapkan kebijakan New Normal bisa dipahami sebagai sebuah ikhtiar menggerakkan ekonomi rakyat di tengah pandemi Covid-19 yang belum diketahui pasti kapan berakhir. Namun pemerintah perlu menerbitkan aturan yang jelas dalam hal kenolmaran baru bagi kehidupan berbangsa. Selain itu, perlu kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama menerapkan disiplin tinggi dalam mengikuti protokol kesehatan di setiap aktivitas sosial untuk menghindari risiko penyebaran virus gelombang kedua.

Demikian antara lain pandangan aktivis generasi milenial dalam acara Halal Bihalal Millenials Talks yang dilaksanakan secara virtual, Sabtu (30/6/2020) malam. Acara yang diinisiasi mantan Ketua Umum GPII Karman BM ini mengambil tema "Catatan Kaum Muda Untuk New Normal".

Hadir sebagai narasumber antar lain Pengamat Hukum Chrisman Damanik (mantan Ketua Presidium GMNI), Presiden Pemuda Asia Afrika Beni Pramula (mantan Ketum DPP IMM), Pendiri Rumah Milenial Indonesia Sahat Martin Philip Sinurat (mantan Ketum DPP GMKI), Pengamat Pendidikan Lidya Natalia Sartono (mantan Ketum PP PMKRI), Founder Srartup Digital Zakatin.com Kartika Nur Rokhman (Mantan Ketum PP KAMMI) dan Mantan Ketum PB PII Munawar Khalil.

Perlunya aturan yang jelas terkait konsepsi New Normal diperlukan sebagai payung hukum agar kebijakan tersebut memiliki kekuatan hukum mengikat. Menurut pandangan pengamat hukum Chrisman Damanik, belum ada ketentuan yang mengatur soal New Normal, baik itu dalam UU No 6/2018 tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat maupun dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Karena kita negara hukum, perlu ada regulasi setingkat UU/Perppu yang mengatur mengenai New Normal itu. Sejauh ini saya melihat akhirnya masing-masing kementerian membuat aturan tersendiri yang hanya berlaku terbatas di instansinya," kata Chrisman.

Regulasi menjadi penting agar seluruh rakyat Indonesia memiliki pemahaman yang sama tentang pengertian New Normal.

"Tidak bisa pengertian New Normal diserahkan kepada masing-masing orang atau Pemerintah Daerah. Jadi perlu ada standar baku dalam hal ini," katanya.

Kehidupan dalam New Normal diyakini tidak akan sama dengan kehidupan sebelum adanya pandemi Covid-19. Karena itu gaya hidup sehat dan kedisiplinan yang tinggi menjadi kunci memutus mata rantai virus dalam era kenormalan baru.

Pentingnnya kedisiplinan ini ditekankan oleh hampir semua narasumber seperti Lidya Natalia, Beni Pramula, Kartika Nur Rokhman, Sahat Martin Philip, dan Munawar Khalil.

"Pemerintah harus konsisten dalam membuat aturan yang menyeluruh. Tapi masyarakat juga mesti berkolaborasi dengan cara patuh dan disiplin terhadap aturan yang ditetapkan pemerintah," kata Lidya.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bursah Zarnubi mengakui bahwa bahwa kebijakan terkait new Normal agak spekulatif, tapi lebih berisiko lagi jika pemerintah tidak melakukan apa-apa sementara pandemi tetap bejalan dan tak dikitahui kapan ujungnya.

Bursah memahami dan berusaha menangkap pesan pemerintah bahwa kondisi sulitnya ekonomi dan masa penyebaran virus yang sulit diprediksi mengharuskan bangsa Indonesia menyusun paradigma baru dalam menyesuaikan diri dengan keadaan pandemi yang sedang berlangsung.

"Kita mesti belajar menyesuaikan diri dengan keadaan dengan segala risiko. Tentu kebijakan pemerintah ini memiliki konsekuensi sejarah, konsekuansi politik, dan moral. Makanya perlu kesadaran kolektif agar bangsa ini mampu melewati pandemi ini tanpa kerusakan ekonomi yang parah," kata Bursah.

Kesadaran kolektif itu bisa diterjemahkan dalam bentuk kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Hikmah dari musibah wabah Covid-19 ini, menurut Bursah, antara lain membudayanya pola hidup sehat di tengah-tengah masyarakat.

"Pemerintah sebenarnya mengajak kita untuk herd immunity dengan cara menjaga kesehatan sendiri, menjaga jarak, menggunakan masker, dan rajin bersih-bersih. Kita harus membentengi diri dengan pola hidup sehat. Dengan membentengi diri sendiri, kita telah menolong masyarakat secara keseluruhan. Apabila setiap komunitas rumah tangga menjaga herd immunity itu sama saja menjaga negara terserang dari virus selanjutnya," jelas Bursah.

Pilkada Serentak 2020

Terkait Pemilihan Kepala Daerah, seluruh peserta halal bihalal Millenial Talks menyetujui dan memahami keputusan pemerintah menetapkan Pilkada Serentak dilaksanakan 9 Desember 2020. Mayoritas perpandangan kedaulatan rakyat yang diatur dalam konstitusi harus tetap ditegakkan di tengah pandemi Covid-19. Mereka mencontohkan keberhasilan sejumlah negara menggelar Pemilihan Umum di masa pandemi seperti Korea Selatan, Iran, Israel, dan Australia.

Untuk menghindari penyebaran virus, pelaksanaan Pilkada Serentak diminta dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

"Pilkada yang direncanakan akhir tahun ini harus tetap dilaksanakan dengan aturan main yang lebih safety, misalnya dalam proses pencoblosan pelaksanaannya mengukur jarak dan jamnya diatur. Pemerintah juga harus menyiapkan hand sanitizer di TPS," kata Chrisman.

Bursah Zarnubi berpandangan, dari pada diundur terus sementara pandemi tidak tahu kapan berakhir, lebih baik Pilkada dilaksanakan untuk mengatur kehidupan demokrasi.

"Formulanya mesti dirumuskan bagaiman agar demokrasi berkualitas bisa ditegakkan namun kesehatan masyarakat juga terjaga. Caranya harus dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Ini akan menjadi budaya baru kita ke depan," kata Bursah.
Komentar Anda

Berita Terkini