-->
    |

Ruh Pancasila

Faktanews.id - Ruh dan nilai Pancasila itu dalam masyarakat*, di dalam dada dan perilaku umat beragama dan warga negara yang baik. Yang hidupnya dibimbing oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang membuahkan sikap peduli pada sesamanya untuk menciptakan kesejahteraan yang adil dan merata. Jadi, kata dan komitmen kebertuhanan, kemanusiaan dan kesejanteraan adalah mantra Pancasila.

Sekarang ini orang lebih sibuk dengan urusan politik, jabatan, fasilitas, dan popularitas, kurang peduli dengan tiga nilai dan agenda di atas. Secara teoritis ada dalil politik yang sering dikutip orang, bahwa demokrasi itu akan mendekatkan kesejahteraan rakyat. Demokrasi membuka pintu bagi setiap warga negara untuk ikut berbicara sumbang saran memikirkan kemajuan bangsa dan negaranya.

Teori tadi ternyata tidak berlaku atau tidak berjalan dengan baik di Indonesia, karena beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi. Ibarat orang tertarik buah kurma, lalu menanam pohon kurma di Indonesia, ternyata sulit berbuah, atau kalaupun  berbuah rasanya tidak manis seperti kurma Arab. Mengapa, karena tanah dan suhu udaranya  yang dingin tidak mendukung.

Begitu pun demokrasi, ia akan tumbuh sehat jika pendidikan masyarakatnya sudah maju dan merata, ekonominya pun sudah makmur. Jika belum, yang terjadi seperti yang kita lihat di Indonesia. Demokrasi kita  dibajak oleh elit parpol dan pemodal.

Bagaimana dengan Pancasila? Lahan penyemaian dan tumbuhnya nilai-nilai Pancasila itu di lingkungan keluarga, masyarakat dan lembaga pendidikan. Tetapi lahan itu sekarang juga mengalami polusi dan degradasi. Dulu semasa orde baru Pancasila diambil alih oleh negara.

Bungkusnya tetap Pancasila tetapi isinya berupa formula doktrin politik untuk memperkokoh dan melanggengkan kekuasaan. Ketika diambil alih negara, maka masyarakat apatis bicara dan menjaga nilai-nilai Pancasila. Pada hal ruh Pancasila itu nilai-nilai agama yang sudah mentradisi dalam masyarakat, tanpa masyarakat memberi lebel Pancasila.

Nilai dan sikap menghargai martabat manusia, apapun afiliasi etnis dan agamanya, adalah doktrin agama. Semuanya hamba Tuhan yang mesti dihormati. Itulah sebabnya agama itu merupakan rahmat bagi semesta, karena spiritnya itu berbagi cinta, kebaikan, kerukunan dan saling menghormati yang lain. Doktrin agama dan orientasi kemanusiaan yang luhur dan abadi adalah menegakkan keadilan dan kesejahteraan bagi sesama.

Dimulai dari orang-terdekat, lalu melebar bagi seluruh warga negara dan lebih jauh lagi bagi seluruh penduduk bumi. Itulah sebabnya beberapa pengamat dan negarawan asing sangat mengagumi Pancasila produk para pendiri bangsa Indonesia, namun isi dan semangatnya bersifat fundamental dan universal.

Siapa musuh Pancasila? Tak lain adalah diri kita masing-masing. Yang menggerogoti Pancasila adalah ego dan nafsu kita yang kian lemah kekuatan ruhani atau nuraninya sehingga tak lagi memiliki kepekaan moral melihat berbagai kejahatan yang terjadi di sekeliling kita.

Lebih parah lagi kalau kita pun justeru ikut merusak dan membunuh semangat Pancasila yang begitu mulia sehingga terserabut dari pribadi kita. Para pejabat yang korup dan tidak memiliki simpati dan peduli pada penderitaan takyat adalah musuh-musuh Pancasila.

Kementerian pendidikan, kementerian agama serta ormas, khususnya Muhammadiyah dan NU,  adalah ujung tombak dan pilar-pilar yang sejauh ini telah ikut menjaga dan menyebarkan nilai-nilai Pancasila. Namun, subyek dan aktor terakhir dan yang paling penting untuk menyebarkan Pancasila adalah pribadi kita masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari.

Oleh: Komaruddin Hidayat

Komentar Anda

Berita Terkini