-->
    |

Demokrasi Perwakilan

Faktanews.id - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendorong agar sistem pemilihan langsung Presiden di kembalikan menjadi kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Tentu saja karena pemgaruh politik NU yang besar, wacana yang di tawarkan oleh PBNU itu, langsung di respons oleh Presiden. Tapi respons Presiden nampaknya "berlebihan". Presiden menolak Amandemen UUD 45. Tanggapan Presiden ini ditanggapi oleh Ketua DPR, yang mengatakan Amandemen tetap akan di lakukan, namun dalam skala terbatas, hanya untuk memasukkan kembali GBHN dalam konstitusi.

Singkat cerita mengenai amandemen UUD 45 ini telah menjadi wacana publik. Karena hal ini menyangkut masalah vital daj fundamental dalam kehidupan bernegara, maka sudah semestinya publik secara luas disertakan, di dengarkan, diperhatikan pandangannya sebelum proses amandemen tersebut di laksanakan.

Plato di dalam buku Republic, mengenalkan tentang virtue, atau nilai kebajikan, etic's yang mesti dimiliki seorang individu dalam suatu negara.

Jika teori Plato yang sejalan dengan Pancasila tentang pentingnya "hikmah kebijaksaan" itu diterapkan dalam sistem politik demokrasi, maka sistem politik mesti dirancang, agar hanya mereka yang memiliki virtue yang berkompetisi dalam pemilu.

Maka jika partai politik masih digunakan sbg fungsi rekrutme politik; partai-partai itu mesti ditugasi oleh Undang-Undang melakukan proses rekrutmen politik dengan mengedepankan kualitas personal dengan kriteria etic's yang tinggi.

Mereka menseleksi diantara citizen untuk diajukan dalam pemilu agar dipilih oleh masyarakat. Dengan demikian kriteria-kriteria untuk posisi posisi jabatan publik itu mesti dibuat dgn kualifikasi standard nilai etic's yang baik, sehingga siapapun yang ingin  ikut serta berkompetisi, jauh jauh hari sudah hadap diri, ngaca diri, pantas tidaknya mereka ikut ambil bagian dalam proses pemilu itu.

Di dalam Al-Quran; berkah Allah dari langit dan bumi akan diberikan, jika masyarakat dalam suatu negara beriman dan bertaqwa; 'amanu, waataqaw laa fatahnahum alayhim barakatin minassamawati waal ardh',---jika masyarakat disuatu negeri beriman dan bertaqwa, maka Allah akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi".

Lalu, diayat lain; azab Allah kepada suatu negeri, akan ditimpakan jika pemimpin-pemimpin di negeri itu telah menjadi toghut.

Lukman al-Hakim (yang bijaksana) mewanti-wanti agar anak-anak di ajari tentang pendidikan karakter yang berbasis tauhid. Laa tusyrik Billah, Inna Syirka ladhulmun adziim. Hormat dan respek senantiasa kepada kedua orang tua. Singkatnya ada etic's yang kuat tertanam dalam sistem pendidikan anak.

Tentu secara sosiologis erat kaitannya dengan bagaimana suatu bangsa dibangun dengan memperkokoh etic's dalam keluarga dan lembaga-lembaga pendidikan.

Dengan demikian, demokrasi itu memang mengharuskan adanya citizen yang memiliki ketinggian virtue-nilai kebajikan. Etos masyarakat yang maju, didalam suatu negara, akan produktif jika diwarnai dengan virtue. Gangguan keamanan negara dari dalam, akan mudah teratasi. Namun sebaliknya, tanpa virtue, problem sosial di dalam negara itu akan bertumpuk-tumpuk dan sulit diatasi.

Maka menurut Plato politisi dan atau negarawan itu mereka yang memiliki virtue. Mereka ini diseleksi dari para citizen (warga kota) yang menurut masyarakat terbaik diantara mereka.

Mereka itulah yang kemudian dipilih manjadi senator atau pejabat publik sebagai perwakilan mereka untuk memperjuangkan hak hak mereka sebagai citizen.

Plato menyebut mereka (para politisi) itu sebagai filosof atau para kaum bijak yang terbaik yg ada di masyarakat.

Demikian halnya dengan sejumlah jabatan di pemerintahan. Standar etic's ini amat perlu di benahi dalam proses rekrutmen. Ada Tap MPR tentang larangan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam pelaksanaan tata pemerintahan, tapi sepertinya baru kata korupsi itu yang ditindaklanjuti dgn dihadirkannya KPKN lalu berubah jadi KPK.

Tapi soal larangan kolusi dan Nepotisme, sama sekali belum diterjemahkan dan di institusionalisasi dalam praktek berperintahan kita.

Dan sumber persoalan pun nampaknya datang dari kata kolusi dan Nepotisme itu.

Kolusi dan Nepotisme ini sumber persoalan dalam rekrutmen politik.

Kedua kata itu telah mengasingkan pentingnya virtue dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan selama ini.

Bersabda Rasulullah Saw; jika sekiranya Putriku Fatimah yang mencuri maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.

Pesan yang mewakili betap kolusi, dan Nepotisme itu bertentangan dengan ajaran Rasul.

Sekarang, dengan sistem demokrasi langsung yang tidak disertai virtue, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme itu, benar-benar buah simalakama dalam kehidupan kenegaraan kita.

Pemilihan langsung itu, menyertakan partisipasi politik yang luas. Tapi tanpa disertai virtue, pemilihan langsung itu akan berdampak negatif secara luas dalam berbagai sendi kehidupan sosial kenegaraan.

Sebab itu, wacana pemilihan Presiden melalui proses musyawarah di MPR tetap penting untuk didiskusikan, agar menjadi common sense. NU itu organisasi besar yang memiliki anggota yang tidak sedikit. Lazimnya jika PBNU telah bersuara, ormas Islam yang lain biasanya setuju, atau minimal tidak membantah. Sebab itu, apa yang disampaikan PBNU tetap penting untuk diperhatikan. Karena pasti PBNU telah menyerap aspirasi warga nahdiyyin sebelum mereka mensosialisasikan suatu maklumat politik.

Oleh: Hasanuddin

(Mantan Ketum PB HMI)
Komentar Anda

Berita Terkini