-->
    |

Yang Perlu Diwaspadai Jelang Pelantikan Presiden Adalah Kolompok Ideologis Prabowo Dan Radikal Ekstrem

Faktanews.id - Peneliti Indobarometer, Asep Saifuddin, menilai meskipun situasi keamanan kondusif, tetap saja diperlukan antisipasi yang memadai menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden. Menurut Asep, jika situasi tak kondusif hal ini tak lepas dari pengaruh para politisi.

"Ini memang rententan panjang sejak 17 April 2019 lalu menurut saya," papar Asep saat menjadi pembicara diskusi publik bertajuk "Optimalisasi Peran Media Massa dan Pemuda dalam Rangka Menjaga Kondusif Jelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2019" di Hotel Sofyan Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (16/10/2019).

Menurut Asep, tensi politik memang tinggi baik sebelum maupun setelah Pilpres. Tensi politik antara pendukung Jokowi dan Prabowo masih berlangsung. Hal itu, kata dia, terlihat setelah adanya pengumuman Qick Count, keputusan KPU dan sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tensi politik menjadi permasalahan tersendiri di publik," tandas dia.

Asep menambahkan sejumlah peristiwa yang mengancam keamanan akhir-akhir ini juga cukup mempengaruhi publik. Misalnya, peristiwa yang terjadi di Papua, yang disebabkan karena adanya ujaran rasisme, demo mahasiswa yang menolak RKUHP dan revisi UU KPK sampai kebakaran hutan di sejumlah daerah Sumatera.

Dan ancaman paling dominan, kata Asep ada pada dua kolompok. Kedua kolompok yang dimaksud, kata Asep, adalah kolompok ideologis pendukung Prabowo-Sandi dan kolompok ekstremis radikalis.
 "Kolompok politik di bawah Prabowo masih berpengaruh terhadap ke stabilan pelantikan. Ada juga kolompok radikal. Itu yang perlu diwaspadai," tukas dia.

Namun demikian, kata Asep, kalau dilihat dari sisi elit politik kolompok Prabowo dan Jokowi semakin terlihat harmonis belakangan ini.

"Kemarin pun juga undangan kegiatan pelantikan sudah masuk ke Sandi dan sandi sudah mendeklarasikan di media dia siap hadir," tandasnya.

Asep kemudian meminta media massa memberikan informasi yang dapat menyejukkan suasana menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden yang bakal berlangsung pada 20 Oktober 2019 mendatang. "Media harus ikut memerangi berita-berita hoaks," katanya.

Sementara itu, Ketua PWI Jaya Sayid Iskandar Syah mengatakan media massa harus dapat mengedukasi masyarakat, termasuk tidak memanas-manasi akan adanya gangguan pelantikan presiden dan wakil presiden

"Media adalah bagian perekat dan pemersatu bangsa terkait dengn pelantikan, peran media harus bisa mereduksi issue perpecahan dan berita bohong serta harus menjadi pencerah," katanya.

Adapun Ketua Umum DPP IMM Najih Prasetyo, meyakini gerakan-gerakan dari mahasiswa tidak akan mengganggu pelantikan presiden. Najih mencontohkan gerakan mahasiswa yang melakukan aksi demontrasi yang menolak RKUHP dan revisi UU KPK. Sebab, kata Najih, gerakan mahasiswa itu murni perjuangan demi kebaikan Indonesia sebagai sebuah bangsa

"Gerakan mahasiswa kemarin itu adalah grrakan organik yang terbangun dari lapisan yang bawah. Karena memang harus diperjuangkan," kata dia.

Najih juga mengkritik mahasiswa yang menyebut sejumlah lembaga negara setan. Hanya ada satu lembaga negara yang dianggap "suci" yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Itulah yang diperjuangkan oleh mahasiswa. Kalau teman teman kemarin membaca mahasiswa, hampir sebagian besar kampus kampus baru ini baru melaksanakan civitas mahasiswa baru, maka gejolak gejolak aktivisme ini kembali menyala. Mereka terbangun dalam aksi heroisme," tutur Najih. (RF)


Komentar Anda

Berita Terkini