-->
    |

Pasca Pelantikan Presiden, Pakar HTN Dorong DPR Revisi UU MD3 Soal Nomenklatur

(Fahri Bachmid)
Faktanews.id - Pakar hukum tata negara Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. mendorong DPR segera melalukan revisi terhadap UU MD3, khususnya terkait nomenklatur pelantikan presiden menjadi sumpah atau janji jabatan presiden dan wakil presiden

Sebab, menurut Fahri, penggunanaan nomenklatur pelantikan presiden-wapres masa jabatan periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 oleh MPR kurang tepat dan tidak sebangun dengan konstitusi. Karena, kata Fahri, istilah Pelantikan tidak dikenal dalam pranata ketentuan pasal 9 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 hasil amandemen pertama, yang mana disebutkan bahwa Ayat (1).

"Sebelum memangku jabatannya, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan MPR atau DPR sebagai berikut. Dan selanjutnya Ayat (2). Jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung," ujar Fahri dalam keterangan persnya, Senin (21/10/2019).

Menurut Fahri memang secara teknis Pembentuk undang-undang secara tidak cermat telah membuat konsep dan nomenklatur pelantikan presiden dan wakil presiden sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 33, 34 dan 35 UU RI No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Jo. UU RI No. 42 Tahun 2014 Jo. UU RI No. 2 Tahun 2018 Jo. UU RI No. 13 Tahun 2019 Tentang Perubahan ketiga atas UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR. DPR, DPD dan DPRD.

Sebab, Fahri menambahkan, secara teoritik pasca amandemen UUD tahun 1945, bahwa mekanisme ketatanegaraan telah berubah, baik secara paradigmatik maupun konstitusional, kelembagaan MPR tidak lagi bersifat hirarkis. Artinya, kata Fahri, kelembagaan MPR adalah setara atau sejajar dengan kelembagaan presiden, sehingga konsekwensi ketatanegaraannya adalah tidak tepat jika MPR melakukan tindakan melantik atau pelantikan presiden seperti waktu kita masih menganut paham supremasi MPR sebelum amandemen konstitusi.

"Tetapi yang sesungguhnya MPR hanyalah menyaksikan pengucapan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden sebagaimana telah ditentukan secara limitatif oleh konstitusi," tambah Fahri.

Dengan demikian, menurut Fahri, kedepan menjadi tugas konstitusional DPR untuk meninjau dan meluruskan konsep sumpah jabatan presiden ini dengan melakukan revisi atas ketentuan pasal 33 UU No.17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

"Ini agar sejalan dan sebangun dengan spirit  rumusan ketentuan pasal 9 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945, dan praktek ketatanegaraan kita menjadi liniear dengan sistem pemerintahan presidensial yang kita anut saat ini," kata Fahri. (RF)
Komentar Anda

Berita Terkini