-->
    |

Masa Depan Demokrasi Indonesia Dinilai Buram Selama Politik Identitas Tak Dihentikan

(Diskusi: Memotret Peristiwa Kerusuhan 22 Mei: Sebuah Refleksi di Sekretariat PGK, Duren Tiga, Jaksel)
Faktanews.id - Masa depan demokrasi dinilai semakin suram. Ujaran kebencian, hoaks, dan politik identitas yang mengarah pada konfilik SARA dianggap menjadi beberapa penyebab suramnya masa depan demokrasi di Indonesia.

Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan kondisi berbangsa dan bernegara cukup memprihatinkan belakangaan ini. Padahal, demokrasi yang sudah dibangun pasca runtuhnya Orde Baru cukup mahal. Menurut Karyono, Pemilu sebagai intrumen demokrasi mestinya tidak menjadi ajang elit politik memunculkan narasi yang dapat menyebabkan masyarakat terpolarisasi.

"Saya merasa ada beberapa hal yang buat bangsa ini prihatin. Demokrasi itu sangat mahal, untuk menebus demokrasi saat ini sangat mahal. 98 itu banyak korban. Pemilu sebagai instrumen demokrasi harus disikapi bijak. Demokrasi yang kita capai pasca orde baru positif," ujar Karyono.

Hal tersebut disampaikan Karyono disela-sela Buka Bersama dan Tausyiah Kebangsaan bertajuk "Memotret Peristiwa Kerusuhan 22 Mei, Sebuah Refleksi" di Sekretarian Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK), Jakarta Selatan, Jumat (31/5/2019).

Menurut Karyono, demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran karena wajah demokrasi dipenuhi hoak dan ujaran kebencian. Sebaliknya, elit politik mempertontonkan politisasi SARA kepada publik. Padahal, politisasi SARA sangat berbahaya karena menimbulkan keretakan sosial dan bisa berujung pada disintegrasi bangsa, seperti halnya wacana referendum untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia kini telah mencuat.

"Politik identitas itu memang sudah menjadi sunatullah. Itu tidak hanya di indonesia, di sejumlah negara maju sekalipun ikatan politik berdasarkan identitas sangat kuat. Ada kesaman latar belakang suku, agama, ras dan antar golongan antara pemilih dengan kandidat. Hal itu tidak jadi persoalan. Itu sudah berlaku sejak dulu. Yang jadi persoalan ketika para elit mengeksploitasinya secara terbuka dan brutal untuk menjatuhkan lawan politik" tandas dia.

Terkait aksi demonstrasi yang menyebabkan kerusuhan dan kekerasan, terutama 21-22 Mei, Karyono mengatakan bahwa hal itu sebenarnya sudah diprediksi ketika wacana people power digaungkan. Di satu sisi ada ajakan untuk tidak mempercayai institusi negara. Menurut dia, aksi demonstrasi sebenarnya tidak masalah selama aksi tersebut berjalan damai dan tidak anarkis.

"Dalam menyampaikan pendapat di muka umum memang dijamin oleh undang-undang. Tapi dalam menyampaikan pendapat harus tunduk pada konstitusi. Jika melanggar maka sudah seharusnya aparat keamanan mengambil tindakan tegas jika ada tindakan destruktif dan anarkis untuk melindungi masyarakat", katanya.

Untuk diketahui, diskusi dihadiri ketua Umum PGK Bursah Zarnubi, Ketua Umum PB HMI Saddam Al Jihad, Ketua Umum DPP IMM Najih Prasetyo, Ketua Umum DPP KAMMI Irfan Ahmad Fauzi, Ketua Umum DPP GMNI Robaytullah K.Jaya, dan Ketua Umum PP GPII Masri Ikoni dan ratusan mahasiswa serta aktivis lintas generasi. (RF)
Komentar Anda

Berita Terkini