-->
    |

Aksi People Power Sulit Terwujud Karena Baberapa Alasan Ini

Faktanews.id - Isu aksi people power terus menjadi polemik bersamaan dengan penghitungan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).  Meskipun pemenang Pilpres belum diumumkan secara resmi, kemenangan pasangan Capres-Cawapres nomor 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin sudah terlihat.

Hal itu mengacu pada hasil quick count, exit pool, dan Situng KPU hingga lebih 70% total suara nyaris sama persis menunjukkan angka Joko Widodo-Maruf Amin lebih unggul daripada Prabowo-Sandiaga.

Pengamat Intlelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta kemudian mempertanyakan apakah akan terjadi aksi people power pasca pengumuman hasil Pemilu 22 Mei 2019 Nanti?

Dia mengatakan, hasil pemilu sementara yang semakin jelas ini membuat kubu yang peluang kalahnya semakin besar menjadi reaktif. Salah satu hal yang dilakukan sebagai reaksi arah kekalahan adalah dengan propaganda bahwa terjadi kecurangan dalam pemilu dan ancaman untuk melakukan people power.

"Terkait dengan dugaan kecurangan yang dituduhkan, menjadi ranah KPU untuk segera menindaklanjuti dan memperbaiki data jika memang kecurangan tersebut terbukti. Sebaliknya jika data-data yang diajukan sebagai kecurangan ternyata tidak benar maka KPU bisa melakukan penuntutan terhadap penyaji data atas pemalsuan," ujar Stanislaus dalam keterangan persnya, Kamis (9/5/2019).

Disebutkan, isu kecurangan yang tidak segera dibuktikan oleh pengadu untuk diperbaiki oleh KPU, dapat disebut sebagai propaganda untuk menciptakan opini di masyarakat bahwa terjadi kecurangan. Namun jika tidak segera dilakukan kontra narasi oleh KPU atau penyelenggara pemilu maka narasi yang terus diulang-ulang tersebut bisa diyakini sebagai kebenaran oleh masyarakat.

"Walaupun akhirnya nanti dalam proses penghitungan dan penyampaian hasil propaganda tersebut tidak akan menjadi pengaruh signifikan," tukasnya.

Menurut Stanislaus, ada beberapa hal yang memungkinkan aksi people power tidak terwujud, meskipun narasi yang dibangun untuk mendeligitimasi hasil pesta demokrasi curang.

Pertama, rencana untuk delegitimasi hasil Pemilu dengan isu terjadi kecurangan diperkirakan tidak akan berhasil. Bahkan upaya propaganda ke media asing terkait isu kecurangan yang dilakukan oleh salah satu kubu juga tidak membawa dampak signifikan mengingat nyaris tidak ada media asing yang memberitakan dukungan terhadap isu kecurangan pemilu di Indonesia.

"Tentu saja mengingat rencana pertama ini gagal, maka rencana kedua yang akan menjadi prioritas berikutnya, yaitu people power," katanya.

Stanislaus menyebut, narasi terjadinya people power sudah dikumandangkan oleh tokoh-tokoh yang berada pada lingkaran Prabowo-Sandi. Bahkan people power yang mereka gaungkan disandingkan pula dengan peristiwa 98, yang sebenarnya hanya suatu upaya untuk memaksakan konteks guna penggalangan massa.

"Jika dianalisis lebih jauh, narasi untuk melakukan people power sebenarnya lemah. Pertama karena inisiator people power di kubu Prabowo-Sandiaga dilakukan oleh pendukung dari kelompok ideologis, sementara pendukung dari kelompok parpol cenderung akan mengikuti hasil dari KPU," katanya.

Kedua inisiator harusnya melihat lebih jauh jika memang akan melakukan people power, siapa "people" yang akan melakukan? dan "power" apa yang bisa mendorong terjadinya gerakan tersebut? Indikasi berbeda pendapat terkait hasil pemilu di kubu pendorong people power akan melemahkan unsur "people", sementara dukungan masyarakat yang cukup kuat terhadap pemilu, dan respon internasional terhadap pemilu Indonesia yang positif tidak akan mendukung unsur "power".

"Maka aksi people power yang digaungkan ini sangat besar kemungkinan tidak akan terwujud," katanya.

Namun jika terpaksa terjadi power, Stanislaus memaparakan walaupun dilakukan hanya oleh kelompok tertentu karena ketidakpuasan dan ketidaksiapan menerima kekalahan, jika sudah mengancam stabilitas nasional harus ditindak tegas. Negara tidak boleh tunduk atau kalah oleh kelompok tertentu dengan kepentingan tertentu.

Menurut dia, kesimpulan prediksi yang akan terjadi setelah hasil pemilu disampaikan adalah people power tidak terjadi, namun akan ada aksi ketidakpuasan akan hasil pemilu di beberapa titik yang bisa dikendalikan oleh aparat keamanan. Hal ini, kata dia, berdasarkan situasi yang telah terjadi saat ini, misal dengan kecenderungan berbedanya pendapat kelompok partai politik dan kelompok ideologis pendukung Prabowo-Sandi, ketidaktertarikan dunia internasional dengan isu kecurangan pemilu, dan batalnya aksi-aksi pemanasan seperti rencana untuk menggeruduk KPU pada 9 Mei 2019 yang diinisiasi oleh Kivlan Zen.

"Meskipun demikian maka pemerintah (aparat keamanan dan intelijen) tetap harus mewaspadai upaya penggalangan massa yang menggunakan daya tarik ideologi untuk melakukan perlawanan terhadap hasil pemilu. Meskipun kelompok ini kecil namun kelompok yang tergabung karena faktor ideologis cukup militan," tandas dia.

"Dukungan dari masyarakat luas terhadap hasil pemilu akan semakin membesar jika penyelenggara pemilu menangani pengaduan atau tuduhan kecurangan, dan membuktikan bahwa hasil pemilu adalah sesuai dengan fakta yang ada," demikian Stanislaus. (Fak)
Komentar Anda

Berita Terkini