-->
    |

Analisis Situasi Pasca Pemungutan Suara Pada Pemilu 2019

Faktanews.id - Pemungutan suara untuk Capres, Celeg dan DPD telah dilaksanakan pada 17 April 2019. Meskipun menyisakan beberapa permasalahan dalam kategori minor yaitu 2.249  dari total 810.193 TPS atau 0,28%, pemungutan suara sebagai salah satu rangkaian Pemilu Serentak 2019 dapat dinilai sukses. Selain itu proses pemungutan suara tersebut sudah berlangsung dengan aman dan damai.

Hasil beberapa lembaga survei terpecaya dari proses hitung cepat menunjukkan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin lebih unggul daripada rivalnya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Angka yang diperoleh dari berbagai lembaga survei terpercaya tersebut sekitar 54%-46%. Jumlah ini diyakini akan stabil dan tidak berubah signifikan hingga pengumuman resmi oleh KPU.

Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mempunyai pandangan berbeda dengan beberapa lembaga survei yang terpercaya tersebut. Mengacu pada hasil exit poll yang diadakan secara internal, pasangan Prabowo-Sandiaga menklaim kemenangan Pilpres 2019 dengan angka 62%, meskipun tidak ada yang bisa ditunjukkan kepada publik terkait hasil tersebut.

Klaim kemenangan yang terlalu dini dan berbeda dengan beberapa lembaga survei yang terpercaya ini tentu menimbulkan pertanyaan dan dapat memicu dinamika politik negatif yang dapat berdampak pada situasi keamanan nasional. Selain itu klaim Prabowo-Sandiaga tersebut juga berbeda dengan pemberitaan media-media asing yang cenderung menyatakan bahwa Joko Widodo-Ma’ruf Amin lebih unggul daripada Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Dampak dari klaim kemenangan oleh Prabowo-Sandiaga tersebut, seperti sudah dipersiapkan sebelumnya akan ada euforia yang semu untuk merayakannya. Persis mengulang kejadian 2014, Prabowo, tanpa didampingi oleh Sandiaga, sudah sujud syukur atas kemenangan versi hitungan internalnya. Kebalikannya, Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang diunggulkan oleh beberapa lembaga survei terpercaya justru meminta pendukungnya untuk menunggu hasil resmi KPU.

Klaim kemenangan oleh Prabowo ini dapat diduga disebabkan oleh beberapa hal. Pertama dilakukan untuk menjaga moral pendukung yang telah berjuang berbulan-bulan, dan untuk menjaga semangat hingga pengumuman resmi oleh KPU dilakukan. Kedua adalah umpan informasi yang dilakukan oleh lingkaran Prabowo yang kurang tepat namun diyakini sebagai kebenaran. Hal ini sebenarnya juga sudah pernah terjadi seperti pada kasus hoax Ratna Sarumpaet dan Pilpres 2014.

Dilihat dari pengalaman dan track recordnya, Prabowo Subianto adalah seorang warga negara dengan nasionalisme dan sifat ksatria yang tidak perlu diragukan lagi. Jika sudah ada keputusan resmi dari KPU terkait hasil Pilpres, dan jika sama dengan hasil hitung cepat yang sudah beredar, Prabowo diyakini akan secara ksatria mengakui kemenangan lawan politiknya. Situasi yang terjadi saat ini adalah emosional pendukung dan lingkaran dalam Prabowo Subianto yang tidak siap dengan skenario kalah sehingga segala daya upaya dilakukan bahkan termasuk bertentangan dengan data dan informasi yang valid dan ilmiah yang sudah dipercayai oleh publik termasuk media asing.

Situasi yang mengarah kepada people power ini diperkiraan akan semakin meredup dan stabil seiiring dengan hasil resmi di laman KPU yang semakin stabil. Aspek logika yang semakin menguat dengan tersajinya data-data akurat akan menggerus aspek emosional yang meninggi karena kekecewaan kalahnya pasangan yang didukung. Meskipun demikian peran TNI-Polri untuk terus mencegah dan bersiap menghadapi people power ini perlu diketahui oleh publik sehingga niat-niat negatif dalam people power tidak terjadi.

Hal yang paling penting untuk dilakukan agar mencegah situasi yang tidak diinginkan adalah dengan menunda klaim kemenangan oleh kedua kubu sebelum ada pengumuman resmi dari KPU. Pihak yang sudah mempunyai peluang kemenangan bersabar diri, sementara pihak yang peluangnya lebih kecil tidak perlu melakukan tindakan negatif, mengingat kalah menang adalah konsekuensi dari sebuah konstestasi politik.

Dalam masa penantian hasil resmi dari KPU hal yang paling tepat yang dapat dilakukan oleh kedua kubu secara bersama-sama sebagai anak bangsa adalah melakukan rekonsiliasi. Polarisasi yang sudah terjadi di masyarakat harus dileburkan kembali sekatnya. Tokoh-tokoh bangsa bersama capres yang maju dalam Pemilu 2019 sebaiknya mulai kembali bergandengan tangan untuk bersama-sama merajut kembali ikatan kebangsaan yang tidak boleh renggang oleh alasan apapun.

Peran TNI-Polri sangat siginifikan dalam menjaga situasi pasca pemungutan suara pada Pemilu Serentak 2019 ini. TNI -Polri yang diyakini sebagai lembaga netral yang mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat menjadi garda utama dalam menjaga negara ini dari dampak negatif atas Pemilu Serentak 2019. Peran ini sudah terbukti pada saat masa kampanye dan pemungutan suara yang relatif aman dan damai.

Kesimpulan dari analisis di atas adalah situasi bangsa Indonesia akan semakin membaik hingga presiden terpilih dilantik nantinya. Berbagai dinamika akibat ketidakpuasan pendukung capres yang kalah diyakini dapat diatasi oleh TNI-Polri dengan baik. Hal ini tentu saja dapat terjadi jika tidak ada lagi provokasi-provokasi dari pihak tertentu kepada masyarakat, termasuk provokasi dari kelompok yang menjadi penumpang gelap dalam Pemilu 2019.

Oleh: Stanislaus Riyanta

pengamat intelijen dan keamanan
Komentar Anda

Berita Terkini